Ada beberapa poin yang menjadikan poin penting bagi seseorang untuk mempelajari tentang hari kebangkitan. Poin-poin tersebut sebagai berikut:
Pertama: Hari pembalasan merupakan agenda dakwah yang disepakati oleh seluruh nabi. Hal ini karena mengakui adanya “pencipta” secara umum diakui oleh seluruh manusia. Akan tetapi beriman akan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan maka banyak manusia yang mengingkarinya.
Karenanya para nabi membahas hal ini dan menekankan akan adanya hari kebangkitan dan pembalasan. Sementara sebagian ahli filsafat menyangka tidak ada dari kalangan Para Nabi yang terang-terangan menjelaskan tentang kebangkitan jasad kecuali Nabi Muhammad. Tentu ini merupakan persangkaan yang salah dan dusta.
Setelah itu mereka menjadikan persangkaan mereka yang keliru ini untuk melegalkan keyakinan mereka bahwasanya yang dibangkitkan hanyalah ruh, adapun ayat-ayat yang jelas tentang kebangkitan jasad hanyalah pengkhayalan dari Al-Qur’an agar orang-orang awam bisa paham dan yakin, meskipun pada hakikatnya tidaklah demikian.
Kedua: Perhatian Al-Quran yang sangat besar terhadap hari kebangkitan. Oleh karenanya banyak perincian tentang hari kebangkitan dan juga dalil tentang mungkin akan terjadi hari kebangkitan di dalam Al-Quran.
Ketiga: Perbedaan pendapat dalam masalah perincian البعث (kebangkitan) dan setelah hari kebangkitan tidak terlalu banyak. Hal ini berbeda dengan khilaf yang terjadi dalam masalah-masalah akidah yang lain seperti tauhid asma’ wa sifat dan yang lainnya. Bahkan Asya’irah dan Maturidiah yang banyak berbeda dengan Ahlussunnah dalam masalah akidah karena mereka melakukan takwil, dalam hal iman kepada hari akhir secara umum mereka tunduk kepada dalil dan memilih untuk tidak melakukan takwil.
Tentu ada yang menyimpang dalam hal ini seperti para ahli filsafat (di antaranya adalah Ibnu Sina) yang mana mereka tetap konsisten dalam melakukan takwil baik dalam sifat-sifat Allah dan juga tentang hari kebangkitan. Mereka meyakini bahwa yang dibangkitkan adalah ruh bukan jasad. Dalil mereka adalah sebagaimana ayat-ayat sifat zahirnya adalah tasybih maka harus ditakwil, demikian juga ayat-ayat tentang hari kiamat pun harus ditakwil karena tidak masuk logika mereka.
Ibnu Sina memiliki buku khusus menjelaskan tentang masalah ini yang berjudul ar-Risalah al-Adhawiyah (الأضحوية) yang didalamnya ia mengingkari kebangkitan dengan jasad. Karena keyakinan tersebut, maka Ibnu Sina dikafirkan oleh Al-Gazhali.
Definisi البعث (Hari Kebangkitan)
Kebangkitan adalah mengeluarkan manusia (jasad dan ruh) dari kuburan untuk diadili dan diberi balasan. Prosesnya adalah ruh dikembalikan kepada jasad yang telah disiapkan oleh Allah, lalu jasad tersebut dibangkitkan. Maka yang dibangkitkan adalah ruh dan jasad, sehingga keduanya merasakan kenikmatan atau pun azab.
Timbul pertanyaan dimanakah مستقر الأرواح (tempatnya ruh) sebelum hari kiamat? Masalah ini dibahas oleh Ibnu Abil Izz dalam kitabnya Syarah Akidah Thahawiyah. Tentu ruh-ruh orang-orang yang telah meninggal berada di alam barzakh, dan disebutkan dalam hadits bahwa ruh dikembalikan ke jasad sebelum ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, akan tetapi sebagaimana telah lalu bahwasanya kembalinya ruh ke jasad di alam barzakh tidak sama dengan kembalinya ruh ke jasad ketika hari kiamat.
Di alam barzakh tetap saja ada keterpisahan antara ruh dan jasad meskipun tetap ada keterkaitan. Karenanya disebutkan dalam banyak hadits bahwa ruh orang-orang yang beriman berada di surga, demikian juga ruh para syuhada. Bahkan dalam sebagian hadits disebutkan bahwa Ruh Nabi dikembalikan ka jasad Nabi untuk membalas salam orang-orang yang memberi salam kepada beliau.
Bahkan secara umum seorang mukmin ruhnya dikembalikan ke jasadnya untuk membalas salam orang mukmin yang masih hidup yang memberi salam kepadanya ketika melewati kuburannya. Jika demikian pada hakikatnya sebelum hari kiamat dimanakah tempat menetapnya ruh-ruh (مستقر الأرواح)?
Terjadi perselisihan antara Ahlussunnah dan Ahli bidah tentang hakikat ruh. Secara umum ada tiga pendapat:
1. روح قديمة Maksudnya adalah ruh azali.
Ini adalah pendapat yang batil sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abil Izz, sebab ulama telah ijmak bahwasanya ruh adalah makhluk yang berarti tidak azali.
Allah berfirman,
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 2)
2. Ruh akan sirna.
Pada hari kebangkitan kelak yang dibangkitkan hanyalah jasad saja. Pendapat ini pun juga salah.
3. Ruh tidak sirna setelah keluar dari jasad, dia menunggu hari kiamat.
Ini adalah pendapat yang benar yaitu pendapat Ahlussunnah.
Berdasarkan keyakinan Ahlussunnah bahwa ruh tidak sirna akan tetapi dia menunggu jasad pada hari kiamat, maka menjadi pertanyaan dimana ruh berada ketika menunggu hari kiamat?
Ruh ada dua macam yaitu ruh kaum mukminin dan ruh kaum kafir. Ruh kaum mukminin bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama: Ruh Para Nabi.
Tempat ruh Para Nabi berada di surga atau di sisi Allah. Bagaimana kenikmatan mereka maka Hanya Allah yang mengetahui.
Kedua: Ruh para Syuhada.
Dalam hadits Nabi menjelaskan bahwa ruh para Syuhada berada di dalam burung.
Nabi bersabda,
جَعَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَرْوَاحَهُمْ فِي أَجْوَافِ طَيْرٍ خُضْرٍ تَرِدُ أَنْهَارَ الْجَنَّةِ، تَأْكُلُ مِنْ ثِمَارِهَا، وَتَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مِنْ ذَهَبٍ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ
“Allah menjadikan ruh-ruh mereka di dalam rongga burung-burung hijau, yang berterbangan di sepanjang sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya dan kembali ke lampu-lampu dari emas di bawah bayangan ‘Ars.
Jika dibandingkan dengan kaum mukminin secara umum maka ruh para Syuhada lebih spesifik. Ruh kaum mukminin hanya sekadar ruh saja, adapun ruh para Syuhada Allah menyiapkan jasad khusus bagi mereka yang berarti berbentuk ruh dan jasad.
Hal ini menjadi spesial bagi para Syuhada dikarenakan mereka telah mengorbankan jiwa raga mereka karena Allah di dunia, maka di surga mereka diberi kenikmatan oleh Allah dengan dimasukkannya ruh mereka ke jasad yang sesuai bagi mereka sebelum jasad mereka dibangkitkan pada hari kiamat.
Oleh karena itu kondisi ruh para Syuhada lebih sempurna jika dibandingkan dengan ruh kaum mukminin secara umum, sebab para Syuhada merasakan kenikmatan secara ruh dan jasad, sedangkan ruh kaum mukminin secara umum hanya merasakan kenikmatan secara ruh saja.
Ketiga: Ruh kaum mukminin secara umum.
Dalam hadits Nabi menjelaskan bahwa ruh kaum mukminin menjadi burung yang berada di dalam surga.
Nabi bersabda,
إِنَّمَا نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ يُعَلَّقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يُرْجِعَهُ اللَّهُ تَعَالَى إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ
“Sesungguhnya ruh seorang mukmin terbang bergantungan di pohon-pohon surga, hingga nanti dikembalikan oleh Allah ke jasadnya pada hari ia dibangkitkan.”
Dalam hadits lain disebutkan juga bahwa ruh sebagian kaum mukminin tertahan di pintu surga, di antaranya adalah ruh para pemilik utang. Dan sebagian ruh kaum mukminin lainnya berada di alam barzakh.
Keempat: Ruh para pelaku maksiat.
Adapun tentang dimana ruh kaum kafir berada, maka sebagaimana pembahasan yang telah berlalu bahwasanya terjadi khilaf di kalangan ulama, ada yang mengatakan bahwa ruh kaum kafir berada di neraka dan ada juga yang mengatakan bahwa ruh kaum kafir berada di sijjin (bagian bumi yang paling dalam).
Intinya bahwa apa pun pendapat tentang ruh, pada hari kiamat kelak ruh akan dimasukkan ke dalam jasad, baru kemudian dibangkitkan untuk diadili dan diberi balasan.
Dalil-dalil Keberadaan Hari Kebangkitan
Ketika menjelaskan akan terjadi hari kebangkitan, Al-Quran juga mendatangkan dalil-dalil secara akal. Hal ini karena Al-Qur’an turun kepada kaum musyrikin yang mana mereka mengingkari hari kebangkitan.
Mengenai dalil akal maka dapat kita bagi menjadi dua:
Pertama: (الذهني) الإمكان العقلي
الإمكان العقلي (secara akal mungkin dan akal tidak menunjukkan kemustahilannya). Secara akal sangat mungkin terjadi hari kiamat, maksudnya adalah akal tidak menunjukkan tentang kemustahilan adanya hari kebangkitan. Hal ini karena kita tahu bahwasanya Allah Maha Kuasa.
Dan secara akal tidak ada dalil yang menunjukkan kemustahilan tentang hari kebangkitan. Selama kita mengakui bahwa Allah itu Maha Kuasa, maka untuk membangkitkan manusia di hari kebangkitan itu mungkin.
Kedua: الإمكان الخارجي
الإمكان الخارجي maksudnya adalah kenyataan menunjukkan bahwa hari kebangkitan mungkin terjadi, bukan hanya sekadar kemungkinan secara akal, akan tetapi secara kenyataan. Adapun الإمكان الخارجي bisa diketahui dengan:
1. telah nyata terjadi atau
2. terjadinya yang semisalnya, atau
3. terjadinya di alam nyata sesuatu yang lebih sulit untuk terjadi namun terjadi.
Tidak hanya mencukupkan dengan pendalilan الإمكان العقلي (mungkin secara akal), ternyata Al-Quran juga mengajak untuk berpikir lebih dari pada itu yaitu berdalil dengan الإمكان الخارجي (sesuatu yang nyata). Maksudnya adalah berdalil dengan suatu kejadian yang semisal dengan kebangkitan atau yang lebih dahsyat dari kebangkitan yang pernah terjadi di dunia.
Hal ini karena ketika turun, Al-Quran menghadapi orang-orang musyrikin Arab yang mana mereka mengakui keberadaan Tuhan, akan tetapi di waktu yang sama mereka juga mengingkari hari kebangkitan, sebagaimana perkataan mereka yang Allah sebutkan di dalam Al-Quran,
مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
“Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin: 78)
Di antara contoh berdalil dengan الإمكان الخارجي (sesuatu yang nyata) adalah Allah banyak mengatakan di dalam Al-Quran bahwa ketika turun hujan bumi-bumi yang telah mati atau tandus menjadi kembali hidup dan menumbuhkan tumbuhan dan pohon-pohon.
Allah berfirman,
وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ
“Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaf: 11)
Pada ayat lain Allah juga berfirman,
وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ
“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin: lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)
Allah mengajak mereka untuk memandang apa yang telah mereka lihat dari kejadian yang semisal dengan hari kiamat atau pun yang lebih dahsyat dari hari kiamat, sehingga menjadikan akal mereka cerah bahwasanya hari kiamat itu sangat mungkin terjadi dan mudah bagi Allah untuk melakukannya.
Jenis pendalilan الإمكان الخارجي (sesuatu yang nyata) di dalam Al-Quran ada tiga model:
1. Berdalil dengan kebangkitan yang terjadi sebelum hari kiamat
2. Berdalil dengan yang semisal hari kebangkitan
3. Berdalil dengan perkara-perkara yang lebih dahsyat dari hari kebangkitan yang telah terjadi di dunia.