SHALAT SUNNAH SETELAH THAWAF

tree, wood, branches, nature, costa rica, trunk, forest, flowering, costa rica, costa rica, costa rica, costa rica, costa rica, forest

a. Penjelasan

Shalat setelah thawaf hukumnya adalah sunnah.

Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar, ia berkata:

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا، وَصَلَّى خَلْفَ المَقَامِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّفَا

“Ketika Rasulullah tiba di masjid, beliau langsung thawaf di ka’bah 7 kali, lalu shalat 2 rakaat di belakang al-Maqam. Kemudian beliau keluar menuju shafa.” HR. Bukhari no. 395 dan Muslim no. 1.234.

Berdasarkan hadits ini maka jumlah rakaat shalat setelah thawaf adalah dua rakaat.

b. Tempat pelaksanan

Ulama sepakat bahwa shalat sunnah setelah thawaf dianjurkan untuk dikerjakan di belakang Maqom Ibrahim berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas.

c. Batasan jarak tempat melakukan shalat sunnah thawaf

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang batasan tempat bolehnya melakukan shalat sunnah dua rakaat setelah thawaf.

Berikut pendapat para ulama dalam masalah ini:

Pendapat pertama: Shalat setelah thawaf bisa dikerjakan di mana saja dan tidak disyaratkan harus dikerjakan di tempat tertentu. Bahkan boleh dikerjakan di luar tanah haram. Atau bahkan bisa ditunda dan dikerjakan ketika kembali ke daerahnya. ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Syafii, dan Ahmad. Hanya saja Imam as-Syafii menganjurkan siapa yang mengakhirkan shalat ini hingga kembali ke rumah, maka dia membayar dam.

Ibnu Abidin —ulama Hanafiyah — menjelaskan tentang tempat shalat setelah thawaf: “Dalam kitab al-Lubab; Tidak harus dilakukan di waktu tertentu atau tempat tertentu, tidak ada denda jika tidak dilaksanakan. Jika ditinggalkan, tidak harus membayar dam. Jika dikerjakan di luar tanah haram, bahkan meskipun setelah kembali ke daerahnya, hukumnya boleh, meskipun makruh. (Hasyiyah ibnu Abidin, 2/499).

An-Nawawi mengatakan: “Jika ia mengerjakan shalat dua rakaat thawaf di luar tanah Haram; di negaranya atau selainnya dari negatra-negara dunia maka shalatnya sah.”

Kemudian beliau juga membawa perkataan imam Syafi’i: “As-Syafi’i mengatakan: Jika tidak sempat mengerjakan shalat sunnah setelah thawaf sampai dia kembati ke daerahnya, maka dia boleh mengerjakanya, dan membayar dam. Beliau mengatakan: Membayar dam di sini hukumnya adalah mustahab dan tidak wajib”. (A-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 8/53).

Pendapat kedua: Boleh dikerjakan di mana saja, dengan syarat belum batal wudhunya sejak selesai thawaf. Jika dia telah pulang ke daerahnya, boleh mengerjakan shalat sunnah thawaf, namun dianjurkan mengirim sejumlah uang untuk digunakan bayar dam. Ini merupakan pendapat imam Malik.

Keterangan Imam Malik: “Jika orang thawaf di Ka’bah… tidak masalah mengakhirkan shalat sunnah setelahnya, meskipun keluar dari tanah haram. Dia bisa shalat di luar tanah haram, dan itu sah, selama wudhunya belum batal”. (A-Mudawanah, 1/426).

Pendapat ketiga: Harus dikerjakan di tanah haram, meskipun di luar masjid. Mika dikerjakan di luar tanah haram, maka shalatnya tidak sah. ini merupakan pendapat Sufyan at-Tsauri. Tetapi menurut riwayat lain, Sufyan at-Tsauri mempersyaratkan bahwa shalat sunnah ini harus dikerjakan di belakang maqam Ibrahim.

An-Nawawi mengatakan: “Para ulama madzhab kami menukil keterangan dari Sufyan at-Tsauri bahwa shalat ini tidak sah kecuali jika di kerjakan di belakang maqam lbrahim”. (Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 8/62).

Dan pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa shalat ini boleh dikerjakan walau di luar tanah haram. Tidak disyaratkan bagi seorang untuk tidak batal dari wudhu ketika thawaf, karena shalat ini tidak harus dilakukan bersambungan dengan thawaf.

d. Waktu mengerjakan

Tidak ada batasan waktu dalam mengerjakan shalat sunnah thawaf.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top