a. Penjelasan
Secara bahasa: Istikhaarah berasal dari istakhaara dengan wazan istaf’ala menunjukkan permintaan, seperti istighfar maka artinya meminta ampunan, maka Istikharah secara bahasa artinya meminta kebaikan.
Secara istilah: Shalat Istikharah adalah dua rakaat yang dikerjakan oleh seorang muslim ketika memilih antara dua perkara, berdoa kepada Allah dengan doa tertentu agar diberi taufik pada sesuatu yang baik.
Hukumnya adalah sunnah, berdasarkan kesepakatan para ulama.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا
“Bahwasanya Rasulullah mengajarkan para sahabatnya Istikharah di semua perkaranya.”
b. Hikmah
Hikmah disyariatkannya shalat Istikharah adalah untuk menyerahkan segala perkara kepada Allah, menyatakan rasa butuh kepada-Nya, meyakini keagungan-Nya, dan yakin bahwa tidak ada kebaikan yang lebih baik dari apa yang diberikan Allah, sehingga ketika ada perkara yang membuat ragu maka langsung meminta petunjuk kepada Allah agar diberikan yang terbaik.
c. Sebab
Penyebabnya adalah semua perkara yang tidak diketahui sisi kebaikan di dalamnya atau terdapat keraguan padanya, entah dalam perkara yang sedang diinginkan atau wasilah untuk menuju kepada perkara tersebut. Adapun perkara-perkara yang sudah jelas bahwa hal tersebut ketaatan atau ibadah, atau jelas perkara yang mubah atau boleh dilakukan dan tidak ada keraguan di dalamnya, maka tidak perlu melaksanakan shalat Istikharah.
d. Waktu pelaksanaan
Tidak ada waktu khusus untuk melaksanakannya, shalat Istikharah dikerjakan ketika ada perkara yang diragukan sebagaimana yang Rasulullah jelaskan dalam hadits:
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ…
“Jika salah satu dari kalian ingin melakukan suatu urusan…”
Berkata Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah: “Tidaklah menyesal orang yang lstikharah (meminta kebaikan) kepada Allah dan bermusyawarah kepada orang-orang kemudian ia teguh dalam perkaranya, Sungguh Allah telah berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“…Dan bermusyawarahlah kepada mereka dalam sebuah perkara, dan ketika engkau telah bertekad maka bertawakkallah kepada Allah…” (QS. Aali Imron: 159)
e. Surat yang dibaca ketika shalat lstikharah
Tidak ada atsar yang menentukan surat yang dibaca ketika shalat lstikharah, sehingga tidak ada pengkhususan bacaan surat tertentu.
f. Doa lstikharah
Bacaannya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، كَمَا يُعَلِّمُهُمُ السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ يَقُولُ: إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ،
“Rasulullah mengajari para sahabatnya untuk shalat Istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda, “Jika salah satu dari kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu,
ثُمَّ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ،
kemudian hendaklah ia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dari karunia-Mu. Sesungguhnya Engkau yang mampu dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.
اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ – قَالَ: أَوْ فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ،
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku). maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku.
اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَالَ: فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ
Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau jelek bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya. Kemudian dia menyebut keinginannya.” HR. Bukhari 9/118 no. 7.390
Dan jika orang yang berdoa sampai kepada kalimat:
اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ
maka hendaknya ia menyebutkan kebutuhannya. Contohnya:
اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ (سَفَرِيْ إِلَى بَلَدٍ كَذَا أَوْ شِرَاءِ سَيَّارَةٍ كَذَا أوْ الزَّوَاجِ مِنْ بِنْتِ فُلاَنٍ ابنِ فُلاَنٍ أوْ غَيْرِهَا مِنَ الْأُمُوْرِ)
“Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (safarku ke negeri ini dan ini, atau membeli mobil ini, atau menikahi putrinya fulan bin fulan atau selainnya)”. Setelah itu ia lanjutkan menyempurnakan doa Istikharahnya.
g. Permasalahan
1) Berdoa dengan Bahasa Indonesia
Bagaimana dengan orang-orang yang tidak bisa berbahasa Arab, apakah boleh baginya untuk berdoa dengan selain Bahasa Arab, seperti Bahasa Indonesia contohnya? Jika seseorang bisa berdoa dengan Bahasa Arab maka ini lebih baik, namun jika ia tidak bisa berdoa dengan Bahasa Arab, boleh dengan bahasa lain. Ibnu Taimiyah menjelaskan:
وَالدُّعَاءُ يَجُوزُ بِالْعَرَبِيَّةِ وَبِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ، وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ يَعْلَمُ قَصْدَ الدَّاعِي وَمُرَادَهُ، وَإِنْ لَمْ يُقَوِّمْ لِسَانَهُ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ ضَجِيجَ الْأَصْوَاتِ بِاخْتِلَافِ اللُّغَاتِ عَلَى تَنَوُّعِ الْحَاجَاتِ.
“Berdoa boleh menggunakan bahasa Arab dan selain bahasa Arab. Karena Allah mengetahui maksud dan keinginan hamba yang berdoa walaupun lisannya tidak dapat dalam menyebut. Allah Maha Mengetahui setiap doa dalam berbagai bahasa dengan macam-macam kebutuhan.”
2) Kapan mulai berdoa
Adapun waktu membaca doanya, berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
يَجُوزُ الدُّعَاءُ فِي صَلَاةِ الِاسْتِخَارَةِ، وَغَيْرِهَا: قَبْلَ السَّلَامِ، وَبَعْدَهُ، وَالدُّعَاءُ قَبْلَ السَّلَامِ أَفْضَلُ؛ فَإِنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَكْثَرُ دُعَائِهِ قَبْلَ السَّلَامِ، وَالْمُصَلِّي قَبْلَ السَّلَامِ لَمْ يَنْصَرِفْ، فَهَذَا أَحْسَنُ، وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ.
“Boleh berdoa dalam shalat Istikharah dan shalat lainnya sebelum salam dan setelahnya, dan berdoa sebelum salam lebih utama, karena Nabi lebih banyak berdoa sebelum salam, dan orang yang shalat sebelum shalat belum beranjak, maka ini lebih baik. Wallahu Ta’alaa A lam.”
3) Melihat mimpi setelah shalat Istikharah
Banyak orang beranggapan bahwa jawaban Istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang sama sekali tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara Istikharah dengan mimpi.
4) Mengulang shalat Istikharah
Para ulama sepakat jika seseorang telah melakukan Istikharah akan tetapi ia belum mendapatkan jawaban atas kebimbangannya maka boleh untuk mengulang shalat Istikharah. Dasarnya adalah perbuatan sahabat ketika ka’bah terbakar saat diserang oleh penduduk Syam, mereka pun silang pendapat dalam renovasi Ka’bah, Ibnu Zubair pun melakukan shalat istikharh sebanyak tiga kali.