SAKARATUL MAUT DAN KEADAAN ORANG KAFIR KETIKA MENINGGAL

military cemetery, graves, world war, commemorate, grief, pagan, maintained, resting place, tombstones, memory, war graves

سكرات الموت adalah kondisi yang dialami oleh seseorang ketika akan meninggal dunia, berupa kepayahan dan kesulitan. Secara bahasa berasal dari kata السكر “tertutup”. Oleh karenanya khamar disebut dengan المسكر “yang menutup otak”.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Setiap (makanan/minuman) yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.”

Otak manusia tertutup dalam beberapa kondisi, sebagaimana dikatakan oleh Ar-Raghib,

السكر حالة تعرض بين المرء وعقله ، وأكثر ما يستعمل ذلك في الشراب ، وقد يعتري من الغضب والعشق

“As-Sukr adalah keadaan yang dialami oleh seseorang antara dirinya dan akalnya. Kata ini kebanyakan digunakan pada minuman yang memabukkan. Kata ini terkadang digunakan ketika seseorang dalam kondisi marah dan rindu yang dalam.”

Adapun sakaratul maut adalah kondisi setengah sadar bagi seseorang, akibat rasa sakit yang dirasakan menjelang kematiannya. Hal ini pun dialami pula oleh Nabi. Rasulullah ketika hendak meninggal dunia mengalami panas yang sangat tinggi.

Berdasarkan hadits yang dirwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud berkata,

دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا قَالَ: أَجَلْ إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ الرَّجُلَانِ مِنْكُمْ

“Aku masuk menemui Rasulullah dalam keadaan demam yang sangat tinggi, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau mengalami demam sangat berat?” Beliau bersabda, “Benar, sesungguhnya aku mengalami demam sebagaimana demam yang dialami oleh dua orang dari kalian.”

Rasulullah mengalami demam dengan panas yang tinggi seperti demamnya dua orang. Bahkan, seorang sahabat memegang selimut Nabi dan panasnya terasa sampai selimut beliau.

Diriwayatkan dari Aisyah berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ رِكْوَةٌ- أَوْ عُلْبَةٌ- فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ، فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ: (لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ) ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ: (فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى)

“Sesungguhnya di hadapan Rasulullah ada bejana kecil berisi air. Beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air, lalu mengusapkannya ke wajah beliau, seraya bersabda, “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya, kemudian beliau menunjuk ke atas, seraya bersabda, “bersama Ar-Rafiiq Al-A’la.”

Ketika Rasulullah hendak meninggal dunia, beliau diberikan pilihan oleh Allah antara tetap berada dunia atau di sisi Allah. Demikian juga nabi-nabi yang lain, setiap nabi diberikan oleh Allah antara kenikmatan dunia atau apa yang telah Allah janjikan di sisi Allah.

Rasulullah pernah bersabda,

إِنَّ عَبْدًا خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا مَا شَاءَ وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ، فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ

“Sesungguhnya ada seorang hamba yang Allah berikan pilihan kepadanya, antara diberikan keindahan dunia yang dia inginkan atau apa yang disisi-Nya, maka dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.”

Ketika ‘Aisyah melihat nabi menunjuk ke atas, dia tahu bahwa inilah pilihan dari Allah yang telah dikabarkan oleh Nabi. Beliau menunjuk ke atas bermaksud memilih apa yang ada di sisi Allah bersama para nabi dan orang-orang shaleh, sehingga tangan beliau yang mulia jatuh, pertanda bahwa nyawanya telah dicabut oleh malaikat pencabut nyawa.

Sebelum wafat, beliau mengalami sakaratul maut, sedangkan beliau bersabar menghadapi hal itu. Sakaratul maut adalah kondisi yang berat dialami oleh setiap orang. Perkara ini tidak menunjukkan akan rendahnya seseorang. Orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah pun mengalami hal yang demikian.

Diriwayatkan dari Anas, ketika Rasulullah dijenguk oleh Fathimah, Anas berkata,

لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم -؛ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ، فَقَالَتْ فَاطِمَةُ – عَلَيْهَا السَّلاَمُ -: وَا كَرْبَ أَبَاهُ! فَقَالَ: لَهَا: لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ الْيَوْمِ, فَلَمَّا مَاتَ قَالَتْ: يَا أَبَتَاهْ! أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ! مَنْ جَنَّةُ الْفِرْدَوْسِ مَأْوَاهُ، يَا أَبَتَاهْ! إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ

“Ketika sakit nabi semakin berat, menyebabkan beliau tidak sadarkan diri, lalu Fathimah berkata, “Sungguh, penderitaan yang engkau rasakan, wahai Ayahanda”, lalu beliau bersabda, “(Wahai Fathimah,) tidak ada kesulitan yang menimpa ayahmu setelah ini’. Ketika beliau hendak wafat, Fathimah berkata, “Wahai Ayahanda, orang telah memenuhi panggilan Rabb yang telah memanggilnya. Wahai Ayahanda, sesungguhnya surga Firdaus tempat kembalimu. Wahai Ayahanda, kepada Jibril kami kabarkan tentang wafatmu.”

Fathimah tidak berteriak-teriak ketika mengatakan itu kepada Nabi, dia merasa kasihan dengan apa yang dirasakan oleh ayahnya. Beliau merasakan kesakitan yang luar biasa. Nabi menenangkan putri beliau bahwa sakit yang beliau derita merupakan ujian terakhir yang diberikan oleh Allah kepada beliau.

Inilah kondisi nabi, sehingga diambil kesimpulan bahwasanya sakaratul maut bisa dialami oleh siapa saja. Rasulullah pernah bersabda,

أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاء، ثمَّ الصالحون، ثمَّ الأمثل فالأمثل

“Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shaleh, kemudian orang yang semisal mereka, lalu orang-orang seperti mereka.”

Sakaratul maut seperti musibah sakit pada umumnya. Terkadang seseorang diberikan ujian yang berat, terkadang dia menghadapi ujian yang ringan. Maka demikian juga, terkadang seseorang menghadapi sakaratul maut yang berat, dan terkadang seseorang menghadapi sakaratul maut yang lebih ringan.

Allah lebih mengetahui mana saja dari makhluk-Nya yang perlu diberikan ujian berupa sakaratul maut dengan berat maupun ringan. Adapun Nabi Allah memilih baginya sakaratul maut yang berat, sebagaimana beliau merasakan sakit yang berlipat dibandingkan orang biasa.

Sakaratul maut berfungsi untuk mengangkat derajat seseorang atau mengurangi dosa-dosanya. Seperti yang dialami oleh Nabi dan dialami juga oleh umat beliau. Analoginya adalah seperti sakit. Sakit bisa dialami oleh orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.

Apabila seorang mukmin mengalami sakit, maka dia melewatinya dengan sabar dan ketenangan, sehingga hal itu dapat meninggikan derajatnya dan mengurangi dosa-dosanya. Sementara, apabila orang kafir sakit dan melewatinya dengan tidak sabar dan banyak mengeluh, maka sejatinya perbuatannya semakin memperburuk kondisinya di sisi Allah.

Meskipun mengalami kondisi yang berat, Nabi bersabar. Bahkan, ketika Fathimah melihat nabi dengan kondisi yang demikian, beliau tetap berusaha menenangkan Fathimah.

Intinya orang yang meninggal dunia dalam kondisi sakaratul maut yang berat bukan berarti menunjukkan rendahnya orang tersebut. Akan tetapi, yang penting bagaimana dia menghadapi sakaratul maut tersebut. Apabila dia meronta-ronta dan mengeluh kepada Allah dan memakimaki agama, tentunya ini adalah musibah.

Namun, apabila dia sabar dan tenang menghadapi itu semua, maka itu sejatinya kondisi saat dia ditinggikan oleh Allah dan dihapuskan dosa-dosanya.

KETIKA RUH DICABUT (الاحتضار) DAN KEMATIAN

al-Ihtidhar adalah kondisi proses seseorang akan wafat dimana ruhnya sedang dicabut oleh malaikat maut. Jika ruhnya telah terlepas dari jasadnya berarti ia telah mengalami kematian.

Setan datang menggoda

Tatkala seseorang menghadapi kematian maka ia akan mengalami ujian yang sangat berat. Para ulama menyebutkan bahwa setan datang kepada orang yang sedang sakaratul maut untuk menggodanya semaksimal mungkin. Karena setan hadir di dalam setiap kondisi manusia untuk mencelakakan kehidupannya, khususnya seorang mukmin yang akan meninggal.

Diriwayatkan dari Jabir berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ، فَإِذَا أُسْقِطَتْ مِنْ أَحَدِكُمُ اللُّقْمَةُ فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى، ثُمَّ يَأْكُلُهَا، وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ، فَإِذَا فَرَغَ، فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ

“Sesungguhnya setan mendatangi salah satu dari kalian dalam setiap kondisinya, bahkan saat dia sedang makan. Apabila ada makanan yang jatuh dari kalian, maka hendaklah dia mengambilnya dan membersihkan kotorannya, kemudian memakannya, jangan membiarkannya untuk setan. Apabila sudah selesai, hendaklah dia menjilat jari-jarinya, karena dia tidak tahu dari mana keberkahan yang akan dia dapatkan.”

Hadits ini merupakan dalil bahwa setan datang di setiap kondisi manusia untuk menggodanya. Terutama ketika menjelang kematiannya.

Ibnu Taimiyah berkata:

وَلَكِنْ وَقْتُ الْمَوْتِ أَحْرَصُ مَا يَكُونُ الشَّيْطَانُ عَلَى إغْوَاءِ بَنِي آدَمَ؛ لِأَنَّهُ وَقْتُ الْحَاجَةِ. وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ: {الْأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا}

“Akan tetapi waktu akan mati merupakan kondisi yang setan paling semangat untuk menyesatkan anak keturunan Adam, karena itu adalah waktu yang sangat penting, sementara Nabi bersabda, “Sesungguhnya amal tergantung akhirnya.”

Inilah kesempatan terakhir bagi setan untuk mengerahkan segala tenaganya untuk menggelincirkan manusia dari jalan yang lurus ketika menjelang kematiannya. Dia menggodanya agar kufur terhadap Allah, ragu terhadap agamanya, berburuk sangka kepada Allah, dibuat bimbang dengan agamanya dan seterusnya. Ini merupakan salah satu dari fitnah kehidupan dan kematian yang kita diperintahkan berdoa untuk meminta perlindungan Allah darinya dalam shalat kita dengan berdoa.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahanam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari buruknya fitnah Al-Masih Dajjal.”

Di antara fitnah kehidupan dan kematian adalah saat menjelang kematiannya. Dengan doa tersebut seseorang menjadi tegar tatkala meninggal dunia, di saat setan sedang menggodanya.

Diriwayatkan dari imam Ahmad, anak Abdullah bin Ahmad bercerita,

حضرت وفاة أبي أحمد، وبيدي الخرقة لأشدّ لحييه، فكان يغرق ثم يفيق ويقول بيده: لا بعد، لا بعد. فعل هذا مرارا، فقلت له: يا أبت أي شي ء ما يبدو منك؟ فقال: إن الشيطان قائم بحذائي، عاضّ على أنامله، يقول: يا أحمد فتّني، وأنا أقول: لا، بعد لا، حتى أموت

“Aku menghadiri wafatnya ayahku, Ahmad, sedangkan di tanganku ada kain untuk mengikat rahangnya. Terkadang dia pingsan, kemudian sadar, dia berkata, “Tidak, setelah ini, tidak, setelah ini. Dia melakukan ini berkali-kali, lalu aku bertanya kepadanya, “Wahai Ayahku, apa yang tampak darimu?”, dia menjawab, “Sesungguhnya setan sedang berdiri di sisiku, sambil menggigit jari-jemarinya (seakan-akan dia dalam kondisi putus asa), dia berkata, Wahai Ahmad engkau telah lolos dariku. Aku berkata, “Tidak, setelah ini (belum, aku belum lulus darimu) sampai aku meninggal dunia.”

Artinya setan menginginkan imam Ahmad agar dia merasa ‘ujub, bangga ketika itu, karena merasa sudah bisa lolos dari godaan setan. Setan berusaha sebisa mungkin untuk menjatuhkan keimanan seseorang. Sampai-sampai imam Ahmad didatangi setan menjelang wafatnya dan hendak digelincirkan olehnya. Namun, imam Ahmad merupakan seorang ulama yang cerdas, sehingga bisa menolak godaan setan darinya.

Kondisi orang kafir menjelang kematian.

Adapun orang-orang kafir ketika menjelang kematiannya, mereka berangan-angan, meminta kepada Tuhannya agar dikembalikan ke dunia, tetapi permintaan mereka tidak dihiraukan.

Berdasarkan firman Allah,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ …(100)

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al-Mukminun: 99-100)

Orang-orang kafir meminta agar ditunda kematiannya untuk beramal shaleh, akan tetapi orang-orang yang berada di sampingnya tidak mendengar dan tidak tahu sama sekali. Pertanda ini adalah perkara yang gaib, ruhnya berbicara, namun tidak terdengar sama sekali oleh orang-orang di sekelilingnya.

Selain itu, ternyata dia bertobat, namun tobatnya tidak ada artinya saat itu.

Allah berfirman,

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertobat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa: 18)

Namun, ternyata taubatnya tidak ada faedahnya, karena nyawa sudah berada di kerongkongan. Oleh karenanya, ini adalah hal yang gaib. Yang tidak bisa dilihat manusia, dan itulah yang disebut dengan sakaratul maut. Saat itu orang kafir berangan-angan untuk beriman.

Allah berfirman:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ

“Orang-orang yang kafir itu seringkali menginginkan, kiranya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim (QS. Al-Hijr: 2)

Ibnu Katsir berkata:

وَقِيلَ: الْمُرَادُ أَنَّ كُلَّ كَافِرٍ يَوَدُّ عِنْدَ احْتِضَارِهِ أَنْ لَوْ كَانَ مُؤْمِنًا.

“Dikatakan: Maksud dari ayat ini bahwasanya setiap orang kafir ketika dalam kondisi al-ihtidhoor (mau meninggal dunia) berangan-angan seandainya ia dahulu beriman.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top