PENJELASAN DALIL KEDUA, KETIGA, KEEMPAT, DAN KELIMA BAB 1 KEUTAMAAN TAUHID DAN BAHWA TAUHID ADALAH PENGGUGUR DOSA

strawberries, bowl, summer, fruits, fresh, harvest, ripe, breakfast, table, dining table, nature, cream, still life, breakfast, breakfast, breakfast, table, table, table, table, table, dining table, still life, still life, still life

Dalil Kedua,

Ubadah bin Shamit menuturkan: Rasulullah bersabda,

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَالنَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كان من العَملِ

“Barang siapa yang bersyahadat bahwa tidak ada sembahan yang hak (benar) selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, dan kalimat-Nya (yaitu kalimat كن —pent) yang disampaikan kepada Maryam, serta Ruh dari-Nya dan Surga itu benar adanya, Neraka juga benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam Surga, bagaimana pun atau sesuai kondisi amal perbuatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syarah:

Apa yang dimaksud dengan alaa maa kaana minal amal?

Ada dua kemungkinan makna yang disebutkan oleh para ulama.

Pertama, maknanya adalah Allah pasti akan memasukkan seorang yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam hadits di atas ke dalam Surga, bagaimanapun kondisi amal perbuatannya. Yakni, kesudahannya adalah Surga, walau ada beberapa kalangan dari mereka yang akan disiksa terlebih dahulu di Neraka sebagai penghapusan atas dosa-dosanya. Atau dengan kata lain, seorang yang memenuhi kriteria di atas tidak akan kekal di Neraka, sekalipun ia bisa jadi sempat disiksa di dalamnya lantaran dosa-dosanya.

Kedua, yang dimaksud adalah Allah pasti memasukkannya ke dalam Surga, berdasarkan kondisi amal perbuatannya, yakni ia akan masuk Surga, namun kedudukannya di Surga sesuai dengan amalannya, karena Surga itu bertingkat-tingkat.

Nabi Muhammad bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

“Sesungguhnya di Surga ada 100 derajat yang Allah siapkan untuk para mujahidin fi sabilillah. Jarak antara dua derajat sebagaimana antara langit dan bumi. Jika kalian memohon kepada Allah maka mohonlah Surga Firdaus, karena ia adalah Surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya ada Arasy Allah, dan dari Surga tersebutlah mengalir sungai-sungai Surga.”

Allah menyediakan Surga bertingkat-tingkat bagi kaum mujahidin, demikian pula Surga bertingkat-tingkat yang lain bagi selain mujahidin.”

Hadits ini membantah seluruh aliran kekufuran.

1. Membantah Yahudi yang menyatakan Isa adalah anak zina,

2. Nasrani yang menyatakan bahwa Isa adalah Allah atau anak Allah,

3. Sebagian filusuf yang mengingkari adanya Surga dan Neraka,

4. Kaum musyrikin penyembah berhala,

5. Jahmiyyah dan Asya’irah yang mengingkari Allah berbicara secara hakiki,

6. Serta kaum Sufi ekstrem yang berlebihan dalam mengkultuskan Nabi Muhammad hingga mengangkat beliau kepada derajat ketuhanan.

Dalil Ketiga,

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari Itban bahwa Rasulullah bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan Neraka bagi orang-orang yang mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ dengan ikhlas dan hanya mengharapkan (pahala melihat) wajah Allah”.

Syarah:

Hadits ini juga menguatkan kandungan hadits yang sebelumnya. Jika pada hadits sebelumnya dinyatakan bahwa barangsiapa yang bertauhid dengan benar, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam Surga, bagaimana pun atau sesuai dengan kondisi amal perbuatannya, maka pada hadits ini Rasulullah menyatakan bahwa orang yang demikian akan diharamkan bagi Neraka untuk menyentuhnya.

Namun, sebagaimana yang telah dijelaskan pula pada penjelasan hadits sebelumnya, seorang yang bertauhid bisa saja akan masuk Surga tanpa hisab maupun azab, dan bisa pula sebelum masuk Surga ia terlebih dahulu diazab dalam Neraka, sebagai pembersihan atas dosa-dosanya, keduanya sesuai dengan kehendak Allah dan kebijaksanaan-Nya.

Maka, dapat kita simpulkan bahwa pengharaman atas Neraka yang disinggung dalam hadits di atas terbagi menjadi dua, yaitu:

Pertama, at-tahrim al-muthlaq, yakni pengharaman secara mutlak, sehingga hamba yang bertauhid tersebut langsung masuk Surga tanpa tersentuh oleh Neraka sedikit pun, sesuai kehendak Allah.

Kedua, muthlaq at-tahrim, yakni hamba yang bertauhid tersebut dijamin tidak akan kekal di Neraka, walau ia sempat memasukinya terlebih dahulu sebelum dimasukkan oleh Allah ke dalam Surga, sesuai kehendak Allah.

Perhatikan pula bahwa hadits ini menegaskan suatu poin penting, yakni keikhlasan dalam mengucapkan kalimat tauhid, laa ilaaha illalilah. Adapun sekedar mengucapkannya tanpa memahami maknanya dan tanpa mengharapkan wajah Allah dengannya, maka kalimat tersebut sama sekali tidak akan memberi manfaat kepadanya.

Dalil Keempat,

Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah bersabda,

قَالَ مُوْسَى: يَا رَبِّ، عَلِّمْنِي شَيْئًا أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوْكَ بِهِ. قَالَ: قُلْ يَا مُوْسَى: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، قَالَ: كُلُّ عِبَادِكَ يَقُوْلُوْنَ هَذَا؟ قَالَ: يَا مُوْسَى! لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَعَامِرَهُنَّ غَيْرِي؛ وَالأَرَضِيْنَ السَّبْعَ فِي كِفَّةٍ؛ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ فِي كِفَّةٍ؛ مَالَتْ بِهِنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

“Musa berkata, “Ya Rabb, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu”, Allah berfirman:” ucapkan hai Musa لا إله إلا الله Musa berkata, “ya Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan itu”, Allah menjawab: “Hai Musa, seandainya ketujuh langit serta seluruh penghuninya selain Aku dan ketujuh bumi diletakkan dalam satu piringan timbangan, sementara kalimat لا إله إلا الله diletakkan pada piringan lainnya, niscaya kalimat لا إله إلا الله akan jauh lebih berat timbangannya.” (HR. Ibnu Hibban, dan Hakim sekaligus menyatakan shahih hadits ini). (HR. Ibnu Hibban, dan Hakim sekaligus menshahihkan-nya)

Syarah:

Meskipun ada beberapa kelemahan dalam sanad periwayatan hadits di atas’, namun statusnya dapat terkuatkan dengan syawahid (hadits-hadits lainnya yang semakna dengannya).

Salah satu syawahid tersebut adalah sebuah kisah yang di kenal dengan hadits al-bithaqah. Rasulullah bersabda:

يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤوسِ الْخَلَائِقِ، فَيُنْشَرُ علَيه تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلًّا، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا؟ فَيَقُولُ: لَا يَا رَبِّ.

“Pada Hari Kiamat kelak, salah seorang hamba dari umatku akan dipanggil dengan suara yang keras di tengah kerumunan manusia. Lalu dibukakan untuknya 99 catatan, yang setiap catatan tersebut panjangnya sejauh mata memandang. Lalu Allah berkata kepadanya, “Apakah ada sesuatu yang kau ingkari dari catatan ini? Ia pun menjawab, “Tidak wahai Rabbku”.

فَيَقُولُ: أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ؟ [فيقول: لا، يا رب]، ثُمَّ يَقُولُ: أَلَكَ عذر، ألِكَ حَسَنَةٌ؟ فَيَهَابُ الرَّجُلُ، فَيَقُولُ: لَا.

Allah kembali berkata, “Apakah para malaikat pencatat amal telah menzalimimu (dalam catatan ini)?” Ia pun menjawab, “Tidak wahai Rabbku.” Lalu Allah berkata lagi kepadanya, Apakah engkau punya uzur? Apakah engkau memiliki kebaikan?” Orang itu pun ketakutan, dan lantas menjawab, “Tidak ada, wahai Rabbku.”

فَيَقُولُ: بَلَى، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ، وَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ، فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ، فِيهَا: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ،

Allah kemudian berkata, Ada! Sesungguhnya kebaikan-kebaikanmu tercatat di sisi Kami. Sungguh engkau tidak akan dizalimi pada hari ini! Lalu dikeluarkan untuknya sebuah bithaqah (kartu) yang bertuliskan Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan abduhu wa rasuluh‘.

قَالَ: فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ. فَيَقُولُ: إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ، فَطَاشَتْ السِّجِلَّاتُ، وَثَقُلَتْ الْبِطَاقَةُ

Orang itu pun spontan berkata, Ya Rabbku, apalah artinya sebuah kartu ini jika dibandingkan dengan catatan-catatan keburukanku itu?” Allah berkata kepadanya, “Kau tidak akan dizalimi.” Lalu diletakkanlah kartu tersebut di satu daun timbangan, dan diletakkanlah catatan-catatan keburukan di daun timbangan yang lain. Dan ternyata catatan-catatan keburukan tadi terlontar ke atas, akibat beratnya bithaqah tersebut.”

Ibnu Katsir juga menyebutkan hadits penguat lainnya, yaitu sabda Rasulullah,

وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah: Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa Huwa ala kulli syai’in Qadiir.“ HR. At-Tirmidzi no. 3585.

Kesimpulannya, status hadits ini minimal adalah hasan, atau shahih li ghairihi.

Faidah-faedah hadits ini:

Pertama, Nabi Musa perlu untuk diingatkan oleh Allah akan keagungan kalimat tauhid.

Kedua, Allah berada di atas langit sebagaimana para malaikat di langit. Hanya saja malaikat membutuhkan langit adapun Allah tidak membutuhkan langit, justru langit yang membutuhkan Allah.

إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap: dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.” (QS. Fathir: 41)

Dalil Kelima,

Tirmidzi meriwayatkan hadits (yang dinyatakan hasan oleh beliau) dari Anas bin Malik, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

قالَ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا؛ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا؛ لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Allah berfirman: “Hai anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, dan engkau ketika mati dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula.”

Syarah:

Hadits penutup bab ini secara khusus menjelaskan kepada kita akan luasnya rahmat Allah. Ia memberikan kabar gembira kepada para hamba bahwa selain telah membuka pintu taubat seluas-luasnya sebelum nyawa sampai di kerongkongan, Allah juga membuka pintu-pintu lainnya selain taubat yang dapat menghapuskan dosa seorang hamba, dan salah satu yang paling agungnya adalah pintu tauhid.

Tauhid yang benar kokoh, nan tulus, dapat menghapuskan dosa-dosa seorang hamba atas izin Allah, walau ia tidak sempat bertaubat darinya semasa hidupnya. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan ada sekitar 10 sebab digugurkannya dosa-dosa.

Hadits ini juga merupakan bantahan telak atas sekte Khawarij yang mengkafirkan setiap muslim yang terjerumus dalam dosa besar. Hadits ini menegaskan bahwa seseorang yang membawa dosa sebesar dan seberat bumi pun, bisa saja kelak akan diampuni oleh Allah, selama ia tidak kafir, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top