MAKNA DAN SYARAT LA ILAHA ILLALLAH

The Prophet's Mosque in Madinah with its iconic green dome, a significant Islamic landmark.

 A. Makna لا إله إلا الله

Makna kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah) adalah لا معبود بحق إلا الله “Tidak ada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah.

Ada beberapa penafsiran yang salah tentang makna kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah), dan kesalahan tersebut telah menyebar luas. Di antara kesalahan yang dimaksud adalah:

1. Menafsirkan kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah) dengan لا معبود إلا الله (tidak ada yang diibadahi kecuali Allah), padahal makna tersebut rancu. Karena jika demikian, maka setiap yang diibadahi, baik benar maupun salah, berarti Allah.

2. Menafsirkan kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah) dengan لاَ خَالِقَ إِلاَّ اللَّهُ (tidak ada pencipta kecuali Allah), padahal makna yang demikian merupakan bagian dari makna kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah). Dan penafsiran ini masih berupa Tauhid Rububiyyah saja, sehingga belum cukup. Inilah yang diyakini juga oleh orang-orang musyrik.

3. Menafsirkan kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah) dengan لاَ حَاكِمِيَّةَ إِلاَّ اللَّهُ (tidak ada hakim (penguasa) kecuali Allah), sebab pengertian ini pun tidak mencukupi. Apabila mengesakan Allah hanya dengan pengakuan atas sifat Allah Yang Maha Penguasa saja namun masih berdoa kepada selain Allah atau menyelewengkan tujuan ibadah kepada sesuatu selain-Nya, maka hal ini belum termasuk definisi yang benar.

B. Syarat-Syarat لا إله إلا الله

Kalimat لا إله إلا الله memiliki beberapa syarat, sebagai berikut.

Syarat Pertama: العلم (al-Ilmu atau Mengetahui)

Yaitu mengetahui arti dari kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah).

Allah berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ …

“Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah ….” (QS. Muhammad (47): 19)

… إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“… Kecuali orang yang mengakui kebenaran (Tauhid) dan mereka mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf (43): 86)

Yang dimaksud dengan “mengakui kebenaran” adalah kebenaran kalimat La ilaha illallah. Sedangkan maksud “dan mereka mengetahui” adalah mereka meyakini dengan hati tentang apa yang diucapkan dengan lisan.

Dalam hadits yang shahih, dari Utsman, bahwasanya Rasulullah bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, maka ia masuk Surga.” Shahih: HR. Muslim (no. 26), Ahmad (I/65, 69), dan Abu Awanah (1/7), dari Utsman.

Syarat Kedua: اليقين (al-Yaqin atau Meyakini)

Maksudnya yakin serta benar-benar memahami kalimat لا إله إلا الله (La ilaha illallah) tanpa ada keraguan dan kebimbangan sedikit pun.

Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat (49): 15)

Rasulullah bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah dan bahwasanya aku (Muhammad) adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba menjumpai Allah (dalam keadaan) tidak ragu-ragu terhadap kedua (syahadat)nya tersebut, melainkan ia masuk Surga.” Shahih: HR. Muslim (no. 27) dari Abu Hurairah.

Rasulullah bersabda kepada Abu Hurairah:

… اذْهَبْ بِنَعْلَيَّ هَاتَيْنِ فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

“… Pergilah dengan membawa kedua sandalku ini, maka siapa saja yang engkau temui di belakang kebun ini yang ia bersaksi bahwa tidak ada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berikanlah kabar gembira kepadanya dengan masuk Surga …” Shahih: HR. Muslim (no. 31) dari Abu Hurairah.

Dengan demikian, syarat untuk masuk ke Surga bagi orang yang mengucapkannya, yaitu hatinya harus yakin dengannya (kalimat Tauhid) serta tidak ragu-ragu terhadapnya. Apabila syarat tersebut tidak ada maka yang disyaratkan (masyruth), yaitu masuk Surga, juga tidak ada.

Ibnu Mas’ud pernah berkata:

الْيَقِينُ الْإِيمَانُ كُلُّهُ وَالصَّبْرُ نِصْفُ الإيْمَانِ.

“Yakin adalah iman secara keseluruhan (dan sabar merupakan sebagian dari iman).” Shahih: HR. Al-Bukhari secara muallaq dan jazm (pasti). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Riwayat ini di-maushul-kan (disambungkan) oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir (no. 8544), dari Abdullah bin Mas’ud, dengan sanad shahih” (Fat-hul Bari (I/48)).

Tidak ada keraguan lagi bahwasanya orang yang yakin terhadap makna لا إله إلا الله (La ilaha illallah), seluruh anggota tubuhnya akan patuh beribadah kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, dan akan mentaati Rasulullah. Oleh karena itulah Ibnu Mas’ud memohon ditambahkan iman dan keyakinan dengan berdoa:

اللَّهُمَّ زِدْنَا إِيمَانًا وَيَقِينًا وَفِقْهًا

“Ya Allah, tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan, dan pemahaman (tentang agama).” Atsar shahih: Atsar ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam Kitab as-Sunnah (no. 774) dan al-Lalika-i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (no. 1704). Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Bari (I/48) menyatakan bahwa sanadnya shahih.

Syarat Ketiga: الإخلاص (al-Ikhlash atau Ikhlas)

Yaitu memurnikan amal perbuatan dari segala kotoran-kotoran syirik, dan mengikhlaskan segala macam ibadah hanya kepada Allah.

Allah berfirman:

… فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2) أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ … (3)

“… Maka beribadahlah kepada Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Ingatlah, hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik) …” (QS. Az-Zumar (39): 2-3)

Allah juga berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ …

“Padahal mereka hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas mentaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama ….” (QS. Al-Bayyinah (98): 5)

Rasulullah bersabda:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan La ilaha illallah dengan ikhlas dari hati atau jiwanya.” Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 99, 6570), Ahmad (II/373) atau (no. 8858), dan an-Nasa-i di dalam as-Sunnanul Kubra (no. 5811) dari Abu Hurairah.

Syarat Keempat: الصدق (ash-Shidqu atau Jujur)

Maksudnya adalah mengucapkan kalimat ini dengan jujur disertai pembenaran oleh hatinya. Barangsiapa lisannya mengucapkan namun hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.

Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9)

“Dan di antara manusia ada yang berkata: Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir, padahal sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah (2): 8-9)

Juga firman Allah tentang orang munafik:

… قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ …

“… Mereka berkata: “Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah ….” (QS. Al-Munafiqun (63): 1)

Kemudian Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya:

… وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“… Dan Allah mengetahui bahwa engkau adalah Rasul-Nya dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (QS. Al-Munafiqun (63): 1)

Rasulullah bersabda:

أَبْشِرُوا وَبَشِّرُوا النَّاسَ. مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ صَادِقًا بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Bergembiralah dan berilah kabar gembira kepada manusia bahwa barangsiapa yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah dengan jujur dari hatinya, maka ia akan masuk Surga.” Shahih: HR. Ahmad (IV/411) atau (no. 19689), dari Abu Musa. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (no. 1314).

Rasulullah juga bersabda:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah dengan jujur dari hatinya, melainkan Allah akan mengharamkannya masuk Neraka.” Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 128) dan Muslim (no. 32), dari Mu’adz bin Jabal. Lafazh ini milik al-Bukhari.

Syarat Kelima: المحبة (al-Mahabbah atau Cinta)

Yaitu mencintai kalimat Tauhid ini, mencintai makna yang terkandung di dalamnya, dan segala sesuatu yang ditunjukkan atasnya.

Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ …

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah ….” (QS. Al-Baqarah (2): 165)

Allah juga berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah (Muhammad): Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (OS. Ali Imran (3): 31)

Rasulullah bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُوقَدَ لَهُ نَارٌ فَيُقْذَفَ فِيهَا

“Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman: (1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, (2) apabila mencintai seseorang, ia mencintainya karena Allah, dan (3) ia tidak suka jika kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam api.” Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 16, 21, 6041) dan Muslim (no. 43 (67)) dari Anas bin Malik.

Syarat Keenam: الانقياد (al-Inqiyad atauTunduk dan patuh)

Seorang muslim harus tunduk dan patuh terhadap apa-apa yang ditunjukkan oleh kalimat لا إله إلا الله (La ilha illallah), hanya beribadah kepada Allah, mengamalkan syariat-syariat-Nya, juga beriman kepada-Nya, dan berkeyakinan bahwasanya hal itu adalah haq (benar).

Allah berfirman:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong.” (QS. Az-Zumar (39): 54)

Allah juga berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisa (4): 125)

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“Siapa yang berserah diri kepada Allah dan dia seorang yang berbuat kebaikan, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman (31): 22)

Syarat Ketujuh: القبول (al-Qabul atau Menerima)

Yaitu menerima kandungan dan konsekuensi kalimat syahadat ini, beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Barangsiapa yang mengucapkan tetapi tidak menerima dan mentaati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ (36)

“Sungguh, dahulu apabila dikatakan kepada mereka: La ilaha illallah (Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah), mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: Apakah kami harus meninggalkan sembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS. Ash-Shaffat (37): 35-36)

Ini sama seperti halnya para penyembah kubur di zaman sekarang. Mereka mengikrarkan kalimat Ia ilaha illallah, tetapi mereka tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian, berarti mereka belum menerima makna la ilaha illallah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top