KEDUDUKAN ILMU TENTANG ASMA DAN SIFAT ALLAH

sun, sky, blue, sunlight, sunbeam, sun rays, atmosphere, nature, warm, hot, summer, blue sky, clear sky, daylight, day, sun, sun, sun, sun, sun, sky, sky, sky, sky, blue sky, blue sky, blue sky

Fiqih atau pemahaman tentang asma Allah yang indah, Asmaul Husna, merupakan bahasan yang mulia dalam khazanah ilmu keislaman. Bahkan dia adalah ilmu fiqih yang paling agung (al-fiqhul akbar). Adapun fiqih Asmaul Husna ini termasuk kategori paling awal dan terdepan dalam cakupan sabda Nabi:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Siapa yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan kebaikan, Dia memberikan kepadanya kepahaman dalam masalah agama Islam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Pengetahuan tentang Asmaul Husna ini merupakan objek termulia yang digandrungi jiwa manusia. Dan dia merupakan sebaik-baik ilmu yang harus diraih mereka yang mendapat petunjuk dan hidayah-Nya. Bahkan dia merupakan tujuan utama dan terakhir yang hendak diraih oleh mereka yang berlomba dan saling bersaing memperebutkannya.

Ilmu ini bagaikan tiang pancang menuju Allah. Inilah pintu utama meraih kecintaan dan keridhaan-Nya, jalan lurus bagi siapa saja yang dicintai Allah dan dipilih-Nya kelak.

Jika setiap bangunan itu memiliki fondasi, maka fondasi agama Islam adalah beriman kepada Allah berikut asma dan sifat-sifat-Nya. Semakin kokoh sebuah fondasi, maka dia semakin kuat menopang bangunan tersebut. Sehingga tidak akan runtuh dan hancur.

Ibnul Qayyim berkata: “Siapa yang ingin membangun gedung yang tinggi, maka dia harus mengukuhkan fondasinya. Dan dia juga harus selalu terus memantau pembangunannya. Sesungguhnya bangunan yang tinggi menjulang bertumpu pada kekuatan dan kekokohan fondasinya. Amal perbuatan dan derajat kemuliaan seseorang ibarat satu bangunan, sedang fondasinya adalah iman. Setelah fondasi bangunan ini kuat dan kokoh, dia akan menopang bangunan itu menjulang tinggi. Jika salah satu bagian bangunan ini rusak, perbaikannya pun akan mudah dilakukan.

Namun, jika fondasi bangunan tersebut tidak kokoh, maka bangunan tersebut tidak mungkin dapat berdiri dengan kokoh, tidak ada kekuatan. Jika nanti salah satu bagian dari fondasi ini rusak, bangunan ini pasti akan rentan roboh.

Seorang ahli konstruksi pasti akan selalu memikirkan peletakan fondasi yang benar dan kokoh. Sebaliknya, orang yang bukan ahlinya meninggikan bangunan tanpa fondasi yang kokoh, sehingga bangunan yang didirikannya itu pasti tidak berapa lama akan runtuh.

Allah telah menjelaskan mengenai hal tersebut dengan firman-Nya:

أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim.” (QS. At-Taubah [9]: 109)

Posisi fondasi sebuah gedung yang akan dibangun laksana tenaga bagi tubuh manusia. Jika tenaga dalam dirinya itu kuat, tenaga itu pasti akan mampu menopang tubuh manusia dan mencegahnya dari berbagai kendala. Namun, jika tenaga dalam tubuhnya lemah, tentu dia tidak akan mampu menopang tubuhnya, dan akan mengalami banyak kendala.

Maka itu, jadikanlah bangunan dirimu bertumpu pada kekuatan fondasi iman. Jika suatu ketika di atapnya ada bagian yang retak, akan lebih mudah untuk mengetahuinya daripada mengetahui bagian fondasi yang rusak.

Fondasi yang dimaksudkan pada bahasan di sini terdiri atas dua perkara penting.

 Pertama, Shahihnya ma’rifah (pengenalan) kepada Allah, perintah-Nya, asma-asma, serta sifat-sifat-Nya.

Kedua, hanya tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak kepada yang lain.

Inilah fondasi terkuat bangunan Islam. Keduanya harus dijadikan sebagai fondasi bangunan yang didirikan oleh tiap hamba Allah. Dengan fondasi ini, sudah cukup baginya untuk meninggikan bangunan sesuai keinginannya.” Demikianlah penjelasan Ibnul Qayyim dalam kitab Al-Fawaid hlm. 175.

Oleh karena itu, begitu banyak dalil di dalam al-Qur-an al-Karim yang mengokohkan dan juga menguatkan fondasi dan landasan ini. Bahkan, hampir tidak ada satu pun ayat dalam al-Qur-an al-Karim yang tidak menyebutkan asma-asma Allah yang baik (al-Asma-ul Husna) dan sifat-Nya yang mulia (ash-shifatul ‘Ula). Hal ini menjadi bukti konkret betapa urgennya pengetahuan tentang Asmaul Husna dan semangat untuk mengetahuinya. Tingginya kedudukan pengetahuan mengenai Asmaul Husna, karena dia merupakan tujuan utama diciptakannya manusia dan perwujudan eksistensinya.

Karena itu, ketauhidan yang diciptakan Allah bagi makhluk-Nya agar mentauhidkan-Nya, terbagi menjadi dua bagian:

1. Tauhid al-ma’rifah wal itsbat (tauhid yang bersifat pengenalan dan penetapan). Ketauhidan ini mencakup keimanan kepada rububiyah Allah, asma, dan sifat-sifat-Nya.

2. Tauhid al-iradah wa ath-thalab (tauhid yang bersifat kehendak dan permintaan), yaitu tauhid yang terkait dengan ibadah.

Tauhid yang pertama, yang dia bersifat pengenalan dan penetapan, didasarkan pada firman-Nya:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 12)

Tauhid yang kedua, yang dia bersifat kehendak dan permintaan, didasarkan pada firman-Nya;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)

Pada ayat yang pertama (Ath-Thalaq: 12) dijelaskan bahwasanya penciptaan itu bertujuan agar manusia memiliki pengetahuan tentang tujuan tauhid tersebut. Adapun pada ayat yang kedua (Adz-Dzariyat: 56) dijelaskan bahwa penciptaan bertujuan agar manusia hanya beribadah kepada Allah. Dengan demikian, hakikat tauhid itu terdiri atas ilmu dan perbuatan.

Di dalam al-Qur-anul Karim bisa dijumpai banyak sekali ayat yang mengandung perintah kepada kita untuk mempelajari ilmu tentang Asmaul Husna yang mulia ini, di samping memberikan perhatian yang serius terhadap landasan tauhid yang agung ini.

Allah berfirman:

… فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“… Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]: 209)

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“… Ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 231)

…وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“… Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233)

…وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“… Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah [2]: 235)

…وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“…Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” (QS. Al-Baqarah [2]: 244)

…وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“… Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah [2]: 267)

اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Ketahuilah, bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya dan bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma-idah: [5]: 98)

…فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَوْلَاكُمْ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

“. .. Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (QS. Al-Anfal [8]: 40)

…وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“… Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 194)

…وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ…

“… Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya…” (QS. Al-Baqarah [2]: 235)

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ…

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah…” (QS. Muhammad [47]: 19)

Ayat yang memiliki makna serupa dengan ayat di atas tidak kurang ada 30 ayat.

Firman Allah di dalam al-Qur-anul Karim yang secara khusus menyebutkan asma-asma dan sifat-sifat Allah tak terhitung jumlahnya. Amat banyak jumlah ayat tersebut sehingga tidak dapat dibandingkan dengan penyebutan perkara lainnya. Betapa tidak, penyebutan asma dan sifat-sifat Allah merupakan ungkapan yang paling agung dan mulia di dalam al-Qur-an.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “Ayat di dalam al-Qur-anul Karim yang menyebutkan asma, sifat, dan perbuatan Allah jumlahnya sangat banyak. Apalagi jika dibandingkan dengan penyebutan tentang makanan, minuman, dan pernikahan di dalam Surga.

Ayat-ayat yang menyebutkan asma serta sifat-sifat-Nya mendapat kedudukan lebih mulia daripada ayat-ayat yang menceritakan tentang hari Kiamat. Dan ayat yang paling mulia di dalam al-Qur-an karena menyebutkan asma dan sifat Allah adalah ayat Kursi.

Hal ini ditegaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dari Rasulullah. Beliau pernah bertanya pada Ubay bin Ka’ab:

أتدري أي آية في كتاب الله أعظم ؟ قال : { اللّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ } [ البقرة : 255 ]، فضرب بيده في صدره وقال : (لِيَهَنك العلم أبا المنذر)

“Tahukah kamu, ayat yang paling mulia di dalam al-Qur-an?’ Ubay membaca: ‘(Artinya) Allah tiada tuhan selain Dia Yang Maha Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).’ Lantas Nabi menepuk dada Ubay dengan tangan beliau seraya berkata: ‘Selamat atas ilmu yang kamu miliki, wahai Abul Mundzir!’”

Adapun surah yang paling mulia dalam al-Qur-an al-Karim adalah surah Ummul Qur-an (yakni Al-Fatihah). Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id bin al-Mu’alla dalam Shahih al-Bukhori. Nabi berkata kepadanya:

أنه لم ينزل في التوراة ولا في الإنجيل ولا في الزبور ولا في القرآن مثلها وهي السبع المثانى والقرآن العظيم الذي أوتيته

“Sesungguhnya tidak pernah diturunkan, baik di dalam Taurat, Injil, maupun dalam Kitab Zabur, bahkan di dalam al-Qur-an itu sendiri surah yang serupa dengannya (Al-Fatihah). Dialah as-Sab’u al-Matsani dan al-Qur-anul ‘Azhim (dua nama lain untuk surah Al-Fatihah) yang diturunkan kepadaku.” (Al-Bukhori no. 4474)

Di dalam surah Al-Fatihah disebutkan asma dan sifat Allah yang lebih utama daripada penyebutan tentang hari Kiamat.

Di dalam Shahih al-Bukhori disebutkan riwayat dari Nabi melalui jalur lainnya bahwa firman Allah: Qul huwallahu Ahad (surah Al-Ikhlash) setara derajatnya dengan sepertiga al-Qur-an.

Di dalam Shahih al-Bukhori juga diterangkan bahwa Nabi memberi kabar gembira bagi orang yang membaca surah Al-Ikhlash ini seraya mengatakan: “Aku sungguh sangat mencintai surah ini, karena di dalamnya terkandung sifat ar-Rahman”, Nabi pun mengabarkan: “Bahwa, Allah mencintai orang yang membacanya.” Nabi menjelaskan bahwasanya Allah mencintai para hamba yang suka berdzikir dengan menyebut sifat-sifat Allah. Dan bahasan ini sangat luas?

Dalil-dalil yang disebutkan sangat jelas memperlihatkan urgensi mengetahui asma dan sifat Allah yang mulia ini. Di sisi lain, dalil dalil tersebut juga menunjukkan betapa mulianya ilmu ini dan banyaknya kebaikan yang terkandung di dalamnya. Ilmu ini juga menjadi pokok keimanan dan salah satu rukun dari rukun Islam. Di samping, menjadi salah satu fondasi dari fondasi-fondasi Islam yang di atasnya dibangun harkat dan martabat Islam yang sangat mulia. Akankah segala urusan manusia dapat sesuai dengan syariat, dan akankah kondisi masyarakat dapat menjadi lebih baik jika mereka tidak mengetahui siapa Pencipta dan Pemberi rezeki mereka selama ini? Terlebih lagi manakala mereka sama sekali tidak mengetahui seluruh asma Allah yang indah, sifat-Nya yang tinggi nan sempurna yang semua itu menunjukkan kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan-Nya.

Sesungguhnya hanya Allah yang wajib disembah, tidak ada sesuatu pun yang wajib disembah selain Dia. Namun, kebanyakan manusia justru disibukkan dengan dunia yang diciptakan untuk mereka, bukan menyibukkan diri dengan Allah yang menciptakan semua itu. Allah telah mengingatkan hamba-Nya dari kelalaian ini melalui firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 9)

Hanyalah kepada Allah, kita memohon pertolongan dan Dialah Pemberi petunjuk kepada segala kebaikan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top