HUKUM TAKBIRATUL IHRAAM

mountain, rocca la meja, sky, nature, mountain climbing, climbing, piemonte

Takbir terbagi menjadi dua yaitu:

a. Takbiratul Ihram. Akan datang penjelasannya.

b. Takbiratul Intiqal, yaitu takbir yang dilakukan ketika perpindahan rukun sholat. Seperti: Ketika ruku’, ketika mau sujud, ketika bangkit dari sujud, dan ketika bangkit mau berdiri ke rakaat berikutnya.

1. Penjelasan

Takbiratul ihram adalah ucapan (الله أكبر) ketika seseorang memulai shalat, bukan seperti yang difahami oleh sebagian orang bahwasanya takbiratul ihram adalah gerakan mengangkat tangan ketika memulai shalat.

Adapun mengangkat tangan ketika takbir maka hukumnya sunnah, sehingga jika ditinggalkan tidak membatalkan shalat.

Dalil akan wajibnya takbiratul ihram adalah sabda Rasulullah kepada seorang Sahabat yang belum faham tata cara shalat, setelah beliau mengatakannya kepadanya:

ارجِعْ فصَلَّ، فإنَك لم تُصل

“Ulangilah shalatmu, karena engkau belum shalat.”

Setelah ia tidak mampu shalat lagi dengan benar, maka Nabi pun mengajarinya tata cara shalat yang benar seraya berkata:

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ

“Jika engkau hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadaplah ke arah kiblat dan bertakbirlah….”

Ihram” secara bahasa artinya “pengharaman”. Disebut dengan Takbiratul ihram karena dengan melakukannya, seseorang diharamkan melakukan hal-hal yang sebelumnya dibolehkan, karena jika dilakukan maka dapat merusak shalat.

Hikmah dimulainya shalat dengan Takbiratul Ihram adalah mengingatkan bagi orang yang sedang shalat akan tingginya kedudukan orang yang sedang mendirikan ibadah shalat ini. Berhadapan dengan Dzat yang Maha Sempurna, menandakan bahwa segala sesuatu rendah dihadapan-Nya. Hingga membuat hati dan anggota tubuh tunduk, menghilangkan gangguan hati dan memenuhinya dengan cahaya.

2. Hukum-Hukum

a. Hukum Takbiratul Ihram

Takbiratul ihram merupakan rukun dalam shalat, sebagaimana yang telah disepakati oleh Jumhur ulama.

Hal ini berlandaskan hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah bersabda:

مِفتاحُ الصَّلاة الطُّهورُ، وتحريمُها التكبيرُ، وتحليلُها التَّسليم

“Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam.”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa yang mengharamkan dari segala hal yang merusak shalat adalah takbir. Hal ini juga menunjukkan bahwa seseorang belum dianggap masuk ke dalam shalat selama dia belum bertakbir (Takbiratul ihram).

Dan hadits Abu Hurairah, ketika Nabi berkata pada orang yang buruk shalatnya:

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ

“Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah.”

b. Syarat Sah Takbiratul Ihram

Diantara syarat sah dari Takbiratul ihram adalah mengucapkan (الله أكبر) beriringan dengan niat. Hendaknya takbiratul ihram diucapkan dan dibarengkan dengan niat. Ulama tidak berselisih dalam hal keutamaan mengiringi takbiratul ihram dengan niat. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal mendahulukan niat sebelum takbir.

1) Wajib mengiringi niat dengan takbiratul ihram, menurut Syafi’iyyah, Malikiyyah pada pendapatnya yang lain dan Ibnu Mundzir.

Hal ini berdasarkan firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Ayat ini menjelaskan keadaan mereka ketika beribadah. Keadaan tersebut menggambarkan sifat pelaku dan waktu pekerjaan yaitu ikhlas yang merupakan niat. Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya setiap amal bergantung kepada niat. Dan setiap orang tergantung apa yang diniatkannya.”

2) Boleh mendahulukan niat dari takbir, menurut Hanafiyyah, Hanabilah dan salah satu pendapat Malikiyyah. Misalnya jika seseorang ketika wudhu berniat mengerjakan shalat Zhuhur, tidak disibukkan dengan perbuatan apapun setelahnya seperti makan, minum, atau percakapan hingga sampai pada saat shalat belum menghadirkan niat, maka boleh baginya mendirikan shalat dengan niatnya tadi. Karena shalat merupakan ibadah, mendahulukan niat yang dia kerjakan sama halnya mendahulukan niat saat ingin mengerjakan puasa. Dan mendahulukan niat dari suatu perbuatan tidak berarti telah mengeluarkan dari perbuatan tersebut. Inilah yang digambarkan oleh Hanafiyyah dalam hal mengirinai takbiratul ihram dengan niat.

Inilah pendapat yang terkuat. Adapun mengakhirkan niat dari takbiratul ihram, maka takbirnya tidak sah dan tidak sah pula shalatnya.

c. Mengucapkan takbiratul ihram dengan berdiri

Diwajibkan bagi orang yang shalat mengucapkan takbiratul ihram dalam keadaan berdiri, para ulama telah sepakat dalam hal ini.

Berdasarkan hadits Imran bin Hushain dan hadits Abu Humaid As-Sa’idiy

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ اعْتَدَلَ قَائِمًا، وَرَفَعَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ

“Rasulullah jika mendirikan shalat, maka beliau berdiri dengan tegak, mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan: “Allahu Akbar.”

Yaitu dengan menegakkan tulang punggung. Tidak diperbolehkan mengucapkan takbiratul ihram dalam keadaan duduk atau merunduk (membungkuk).

3. Gerakan

a. Takbir yang benar, yaitu bertakbir sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan Pundak atau telinga dalam kondisi berdiri tegak.

b. Takbir yang salah, yaitu

b.1 mengangkat kedua tangan dalam kondisi membungkuk atau ruku’.

b.2 bertakbir sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan dadanya atau tidak mengangkat kedua tangannya.

b.3 bertakbir sambil memutar kedua tangan.

b.4 bertakbir dengan lafadz-lafadz berikut:

       1) memanjangkan hamzah pada lafadz jalalah آلله jadi artinya apakah Allah mahabesar

       2) tidak memanjangkan lafadz jalalah

       3) tidak juga terlalu panjang lebih dari 7 ketukan

       4) memanjangkan huruf ba’ sehingga menjadi أَكبار atau إِكبار (nama haid) adapun أَكبار bentuk jamak dari كبر artinya drum besar, dikatakan juga أَكبار nama dari anak iblis

       5) menghilangkan huruf ra’ pada أكبر

       6) menambahkan huruf wawu pada 2 kata الله و أكبر

       7) menambahkan pada takbir dengan kata yang lain, seperti الله أكبر من كل شيء atau الله أكبر وأعظم وأجل.

b.5 bertakbir dengan cara menarik tangan kebelang, padahal yang benar mengangkat kedua tangan ke atas.

b.6 bertakbir dengan cara telapak tangan tidak menghadap kiblat.

4. Bacaan

Diantara syarat takbiratul ihram adalah mengucapkan lafadz (الله أكبر) dengan bahasa Arab. Tidak diperbolehkan ketika takbiratul ihram mengucapkan selain bahasa Arab bagi yang mampu mengucapkan bahasa Arab. Adapun bagi yang tidak mampu mengucapkan bahasa Arab, maka dibolehkan baginya mengucapkan takbir dengan bahasanya. Karena takbir merupakan bentuk dzikir kepada Allah.

Dan termasuk syarat sah yang berkaitan dengan takbir adalah hendaknya yang diucapkan adalah lafadz (الله أكبر) bukan dengan lafazh yang selainnya. Dan hendaknya mendahulukan lafadz “Allah” sebelum mengucapkan lafadz أكبر “Akbar” dengan menjaga lafadz takbir dari kesalahan pengucapan dengan menambah atau mengurangi lafadz tersebut yang menyebabkan perubahan arti.

Seperti: الله وكبر، الله أكبار، الله الأكبر، الله كبير

Hal ini berdasarkan:

a. Hadits Al bin Abi Thalib

مِفتاحُ الصَّلاة الطُّهورُ، وتحريمُها التكبيرُ، وتحليلُها التَّسليم

“Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam.”

b. Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib.

أن النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام إلى الصلاة قال: الله أكبر

“Sesungguhnya Nabi jika berdiri untuk shalat, maka beliau mengucapkan: “Allahu Akbar.”

c. Hadits Abu Humaid As-Sa’idiy.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ اعْتَدَلَ قَائِمًا، وَرَفَعَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ

“Rasulullah jika mendirikan shalat, maka beliau berdiri dengan tegak, mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan: “Allahu Akbar.”

d. Hadits Rifa’ah bin Rafi’

إنه لا تَتِمُ صلاة لأحدِ من الناس حتَى يَتَوضأ فيَضَعَ الوضوءَ، ثم يقولَ: الله كبرُ

“Tidak sempurna shalat seseorang sampai ia berwudhu, lalu ia membasuh air wudhu pada tempat-tempatnya, lalu ia berkata “Allahu Akbar”

e. Dan sabda Nabi berkata pada orang yang buruk shalatnya:

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ

“Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah.”

f. Hadits Abu Sa’id Al-Khudry, Nabi berkata

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ: اللَّهُ أَكْبَرُ فَقُولُوا: اللَّهُ أَكْبَرُ

“Apabila imam mengucapkan: Allahu Akbar, maka ucapkanlah: Allahu Akbar.”

Yang diajarkan oleh Nabi adalah dengan mengucapkan lafadz “Allahu Akbar” tidak dengan yang lain. Para sahabat pun tidak ada satu pun yang mengucapkan selain dari itu. Seandainya shalat tersebut sah dengan mengucapkan selain lafadz tersebut, pasti Rasulullah akan melakukannya meskipun hanya sekali seumur hidup, namun beliau tidak melakukannya. Dan tidak ada yang meriwayatkan satu pun hingga beliau meninggal dunia. Dan ini menunjukkan bahwa shalat tidak sah kecuali dengan lafadz ini.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top