HUKUM PUASA ORANG YANG TIDAK SHOLAT, ORANG SAKIT, DAN ORANG TUA

beach, chairs, sea, rest, aruba, nature, table, sandy beach, shore, seashore, wooden chairs, sand, seats, coast, tropical island, beach, chairs, chairs, table, table, table, table, table

A. Hukum Puasa Orang yang Tidak Sholat

Meninggalkan sholat adalah kekafiran, dan dosa kekafiran membatalkan semua ibadah termasuk puasa sebagaimana dalil-dalil dalam pembahasan syarat puasa pertama, maka tidak sah puasanya orang yang tidak sholat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” [At-Taubah: 11]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya, batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]

Dan sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ, فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka adalah sholat, barangsiapa meninggalkannya sungguh ia telah kafir.” [HR. At-Tirmidzi dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 564]

Tabi’in yang Mulia Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqaili rahimahullah berkata,

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ

“Dahulu para sahabat Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam tidaklah menganggap ada satu amalan yang apabila ditinggalkan menyebabkan kekafiran, kecuali sholat.” [Riwayat At-Tirmidzi, Shahihut Targhib: 565]

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa meninggalkan sholat adalah kekafiran yang menyebabkan pelakunya murtad keluar dari Islam, dan dosa kekafiran menghapuskan semua ibadah, tidak terkecuali puasa.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan barangsiapa kafir terhadap keimanan maka terhapuslah amalannya dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” [Al-Maidah: 5]

Dan dalil-dalil lain yang telah kami sebutkan dalam pembahasan syarat wajibnya puasa yang pertama. Maka jelaslah bahwa orang yang berpuasa tapi tidak sholat, tidak sah puasanya, karena meninggalkan sholat adalah kekafiran yang menghapuskan seluruh amalan pelakunya. (Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibni Baz rahimahullah, 9/280-281 dan Majmu’ Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 19/87)

Bahkan tidak sah puasa orang yang hanya sholat di bulan Ramadhan dan meninggalkan sholat di selain bulan Ramadhan, karena meninggalkan sholat adalah kufur akbar yang menghapuskan amalan.

Disebutkan dalam kumpulan fatwa ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah masa ini,

أما الذين يصومون رمضان ويصلون في رمضان فقط فهذا مخادعة لله، فبئس القوم الذين لا يعرفون الله إلا في رمضان،

“Adapun orang-orang yang berpuasa Ramadhan dan hanya melakukan sholat di bulan Ramadhan saja maka itu adalah usaha menipu Allah (yang sesungguhnya tidak sanggup mereka lakukan), sungguh jelek suatu kaum yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan,

فلا يصح لهم صيام مع تركهم الصلاة في غير رمضان، بل هم كفار بذلك كفرا أكبر، وإن لم يجحدوا وجوب الصلاة في أصح قولي العلماء

maka tidak sah puasa mereka apabila meninggalkan sholat di selain bulan Ramadhan, karena mereka kafir dengan sebab itu; dengan kekafiran yang besar walau mereka tidak menentang kewajiban sholat, menurut pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 10/140-141 no. 102]

B. Hukum Puasa Orang Sakit dan Orang Tua

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Maka siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya hendaklah membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin.” [Al-Baqoroh: 184]

Macam-macam Orang Sakit

Pertama: Sakit yang Masih Diharapkan Kesembuhannya

Keadaanya ada tiga:

Keadaan Pertama:Sakit yang tidak menyusahkan dan tidak membahayakan apabila seseorang berpuasa, seperti sakit yang sangat ringan, yang apabila ia berpuasa tidak memberikan pengaruh apa-apa, maka wajib berpuasa. Sama dengan orang tua yang tidak merasa berat, tidak pula berpuasa membahayakannya dan masih mampu berpuasa, maka wajib berpuasa.

Keadaan Kedua:Sakit yang menyusahkan apabila seseorang berpuasa tapi tidak membahayakan, maka dimakruhkan baginya berpuasa, dan apabila ia tetap berpuasa maka puasanya sah. Dimakruhkan karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ

“Sesungguhnya Allah mencintai keringanan-keringanan dari-Nya diambil, sebagaimana Allah membenci kemaksiatan kepada-Nya dilakukan.” [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 1886]

Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

واتفقوا على أن المريض إذا تحامل على نفسه فصام أنّه يجزئه واتفقوا على أنّ من آذاه المرض وضعف على الصوم فله أن يفطر

“Para ulama sepakat bahwa orang sakit yang memberatkan dirinya apabila ia berpuasa maka puasanya sah, dan mereka juga sepakat bahwa orang yang menderita karena suatu penyakit dan merasa lemah untuk berpuasa maka boleh baginya berbuka.” [Maraatibul Ijma’, hal. 40 dan Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 120]

Keadaan Ketiga:Sakit yang membahayakan seseorang apabila berpuasa, seperti tertundanya kesembuhan atau memperparah penyakit, maka wajib atasnya berbuka, tidak boleh berpuasa.

Karena Allah ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” [Al-Baqoroh: 195]

Kewajiban Orang yang Berbuka karena Sakit

Kewajibannya adalah meng-qodho’ setelah bulan Ramadhan, di hari-hari yang tidak terlarang untuk puasa, sejumlah hari-hari puasa yang ia tinggalkan tersebut. Apabila sakitnya berlanjut sampai Ramadhan tahun berikutnya dan masih tetap diharapkan kesembuhannya atau apabila berpuasa di tahun tersebut masih dikhawatirkan penyakitnya akan kambuh maka tidak apa-apa ia menunda qodho’ setelah Ramadhan berikutnya. (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/185 no. 2433)

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan Orang Sakit

1) Apabila seseorang sakit maka boleh baginya tidak berpuasa sejak awal hari.

2) Apabila sakitnya di pertengahan hari ketika sedang berpuasa maka boleh baginya berbuka.

3) Apabila sakitnya sembuh di pertengahan hari setelah sebelumnya tidak berpuasa atau telah berbuka maka ia tidak perlu melanjutkan puasanya dan tidak sah apabila ia berpuasa.

Akan tetapi bolehkah ia makan dan minum atau berhubungan suami istri?

Pendapat yang benar insya Allah adalah boleh, karena ia tidak wajib berpuasa atau ia berbuka karena sebab yang dibolehkan oleh syari’at. Sahabat yang Mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,

من أفطر أول النهار فليفطر آخره

“Barangsiapa dibolehkan berbuka di awal hari maka boleh baginya berbuka di akhirnya.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, 3/54]

4) Apabila sembuh dari sakitnya, seperti orang yang gagal ginjal kemudian melakukan operasi pencangkokkan ginjal, lalu menjadi sehat, dan dokter spesialis yang terpercaya mengatakan bahwa walau ia sudah sehat namun berpuasa akan menyebabkan sakitnya kambuh, maka ia boleh berbuka.

5) Atau ia diharuskan minum air di siang hari jika tidak maka sakitnya akan kambuh, maka wajib baginya berbuka, tidak boleh berpuasa. Dan apabila ia tidak bisa berpuasa berkepanjangan maka termasuk sakit dalam bentuk yang kedua berikut ini.

Kedua:Sakit Berkepanjangan yang Tidak Dapat Diharapkan Kesembuhannya dan Orang Tua yang Sudah Tidak Mampu Berpuasa

Orang sakit berkepanjangan yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya menurut persaksian para dokter yang terpercaya maka tidak wajib berpuasa. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/175)

Demikian pula;

– Orang tua yang merasa berat berpuasa,

– Orang tua yang apabila berpuasa akan membahayakannya menurut persaksian dokter yang terpercaya,

– Orang tua yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka boleh bagi mereka berbuka, tidak berpuasa.

Adapun orang tua yang tidak merasa berat, tidak pula membahayakannya dan masih mampu berpuasa, maka wajib berpuasa. Allah ta’ala berfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu.” [Ath-Thagaabun: 16]

Dan firman Allah ta’ala,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” [Al-Baqoroh: 286]

Al-Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

وأجمعوا على أنّ للشيخ الكبير والعجوز العاجزين عن الصوم أن يفطرا

“Para ulama sepakat bahwa orang tua dan orang yang tidak mampu berpuasa, boleh berbuka.” [Al-Ijma’, 60, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 123]

Kewajiban Orang Sakit Berkepanjangan yang Tidak Dapat Diharapkan Kesembuhannya dan Orang Tua yang Sudah Tidak Mampu Berpuasa Allah ta’ala berfirman,

 وَعَلَى الذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya hendaklah membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin.” [Al-Baqoroh: 184]

Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,

ليست بمنسوخة هو الشيخ الكبير والمرأة الكبيرة لا يستطيعان أن يصوما فيطعمان مكان كلّ يوم مسكينا

“Ayat ini tidak di-mansukh (tidak dihapus hukumnya) bagi laki-laki tua dan wanita tua yang tidak mampu berpuasa, hendaklah memberi makan untuk setiap hari puasa satu orang miskin.” [Riwayat Al-Bukhari]

Tiga Cara Mengetahui Macam-macam Sakit

Pertama: Dengan pengalaman, apabila seseorang telah pernah mencoba berpuasa dan terbukti bahwa puasa memberatkannya atau memperlambat kesembuhannya, maka hendaklah ia berbuka.

Kedua: Dengan pengabaran seorang dokter muslim yang ahli dan terpercaya.

Ketiga: Dengan persangkaan yang kuat bahwa penyakitnya tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya maka hendaklah ia berbuka dan membayar fidyah.35 35 Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/183 no. 2143.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top