BAB 1 HADITS 1 TENTANG ADAB
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)”. Riwayat Muslim.
“Hak muslim terhadap muslim yang lain”. Ungkapan ini bersifat umum, maka ia mencakup setiap individu muslim, baik muslim yang baik keislamannya, maupun muslim yang kurang baik keislamannya. Sekalipun muslim tersebut sering melakukan dosa-dosa besar, ia tetap termasuk dalam hadis ini, selama dosa besar tersebut bukan berupa kekufuran yang mengeluarkannya dari Islam. Selama seseorang masih masuk kategori muslim, maka hukum asalnya ia berhak mendapatkan haknya sebagai seorang muslim. Inilah hukum asal yang berlaku bagi setiap muslim.
Akan tetapi hak yang merupakan hukum asal tersebut dapat gugur (tidak dipenuhi) jika terdapat penghalang. Misalnya, seorang muslim mengundang muslim lainnya untuk menghadiri acara walimah pernikahannya yang sarat akan hal-hal berbau maksiat. Maka muslim yang diundang diperbolehkan untuk tidak memenuhi undangan itu, bahkan wajib baginya untuk tidak menghadiri acara-acara semacam itu. Hukum asal mendatangi undangan sesama muslim yang semula wajib, menjadi gugur karena adanya kemaksiatan dalam acara yang dilaksanakan.
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam”. Bilangan enam yang disebutkan dalam hadits bukanlah sebagai suatu pembatasan, melainkan semata penegasan dan perhatian lebih dari Rasulullah terhadap enam hak tersebut. Artinya, masih ada hak-hak sesama muslim lainnya, selain enam hak yang disebutkan dalam hadits ini.
Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud “hak” dalam hadits ini adalah perkara-perkara yang semestinya tidak ditinggalkan. Maksudnya, ada di antara enam hak di atas yang wajib dipenuhi, dan ada pula yang mustahab (sunnah) dan sangat ditekankan, sehingga, karena urgensinya, dimiripkan dan disebutkan dalam satu untaian dengan perkara-perkara yang diwajibkan. Lihat Subul as-salam II/611.
Hak yang pertama:
إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ
“…Jika engkau bertemu sesama muslim maka berilah salam kepadanya…”
Memberi salam adalah merupakan salah satu amalan sangat mulia.
Rasulullah bersabda:
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga kecuali jika kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman dengan sempurna hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu hal yang dengan melakukannya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian.” HR. Muslim No. 54.
Abdullah bin Amr mengisahkan, suatu ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah perihal amalan terbaik dalam Islam. Rasulullah pun menjawab:
أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
“Memberi makan, dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.” HR. Bukhari No. 12 dan Muslim No. 39.
Salam merupakan amalan yang indah karena di dalamnya terdapat doa keselamatan kepada sesama muslim. Dengan membiasakan menyebarkan salam. maka akan timbul rasa cinta di antara kaum muslimin. Dengan demikian, jalinan ukhuwwah islamiyyah akan semakin erat.
Setiap muslim berhak untuk mendapatkan ucapan salam meskipun muslim tersebut merupakan ahli maksiat. Justru, kita berharap Allah akan menjadikan salam yang kita ucapkan dengan tulus kepada muslim pelaku maksiat dapat menyadarkan jiwanya yang selama ini tersesat, serta membukakan pintu hatinya untuk segera bertaubat, berbuat kebaikan, dan meninggalkan kemaksiatan yang selama ini ia lakukan. Jika seorang yang shaleh malah bermuka masam dan enggan mengucapkan salam ketika melewati saudaranya sesama muslim yang ahli maksiat, bisa jadi sikapnya tersebut malah memicu kejengkelan, amarah, dan kebencian si muslim pelaku maksiat tersebut terhadapnya dan orang-orang shaleh lainnya, sehingga ia semakin tidak tergerak untuk bertaubat, dan malah semakin dekat dengan teman-teman sesama pelaku maksiat.
Perhatikan bahwa menyebarkan salam bukanlah perkara sepele dan remeh. Nilainya sangat besar, bahkan ia adalah salah satu nasihat pertama yang Rasulullah sampaikan sejak awal menginjakkan kaki beliau di kota Madinah untuk berdakwah.
Ath-Thufail bin Ubay bin Ka’ab pernah menyertai Abdullah bin Umar ke pasar. Ternyata Abdullah bin Umar tidak putus-putusnya menebarkan salam kepada siapa saja yang berpapasan dengannya, baik kaya atau pun miskin, pedagang besar atau pun kecil, kepada semuanya beliau memberikan salam. Suatu ketika Abdullah bin Umar kembali mengajak ath-Thufail untuk menyertainya ke pasar. Kali ini ath-Thufail pun memberanikan diri untuk bertanya, “Bukankah sebaiknya kita duduk berbincang-bincang saja di sini? Toh Anda tidaklah berniat membeli apa-apa di pasar, dan tidak pula berniat untuk duduk-duduk di sana?”
Abdullah bin Umar pun menjawab: “Wahai ath-Thufail, kita ke pasar hanyalah untuk menyebarkan salam. Kita hendak memberi salam kepada siapa saja yang kita temui.”
Hak kedua:
وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ
“…jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya…”
Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang wajib dipenuhi hanyalah undangan walimah pernikahan. Adapun memenuhi undangan-undangan yang lain maka hukumnya mustahab (sunnah) dan tidak sampai diwajibkan.
Rasulullah bersabda,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ، يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا، وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّعْوَةَ، فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُولَهُ
“Seburuk-buruk jamuan makan adalah jamuan walimah (acara pernikahan) yang hanya mengundang orang-orang yang tidak membutuhkannya (orang-orang kaya), sementara mengabaikan orang-orang yang membutuhkannya (orang-orang miskin). Barang siapa yang tidak memenuhi undangan walimah (pernikahan), maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” HR. Muslim No. 1432.
Para ulama, berdasarkan beberapa arahan umum dalam syariat serta sejumlah kejadian yang dialami para sahabat Nabi Muhammad, menyebutkan beberapa syarat yang harus terpenuhi pada sebuah walimah pernikahan, sehingga hukum menghadirinya menjadi wajib.
Syarat-syarat wajibnya memenuhi undangan walimah adalah:
Pertama: Yang mengundang adalah seorang muslim
Apabila yang mengundang adalah orang kafir, maka tidak wajib untuk menghadirinya.
Kedua: Yang mengundang adalah orang yang sedang tidak di-hajr (diboikot)
Seandainya yang mengundang adalah orang yang di-boikot oleh pemerintah lantaran kemaksiatan atau kebidahan yang dilakukannya dengan tujuan menyadarkannya untuk segera bertaubat, maka sebaiknya ia tidak memenuhi undangan tersebut, guna memberi efek jera kepada Si pengundang. Demikian pula halnya jika si pengundang adalah pelaku bidah vang sangat parah kerusakannya -seperti pengikut sekte Syiah Rafidhah-, terlebih lagi seorang tokoh besar kebidahan, bahkan terlebih lagi jika ia khawatir akan terpengaruhi oleh kebidahannya, maka sebaiknya ia tidak memenuhi undangan tersebut.
Ketiga: Undangan tersebut bersifat khusus
Seperti undangan yang disampaikan secara lisan, melalui kartu undangan khusus, atau melalui media elektronik, baik secara langsung ataupun melalui perantara.
Namun, seandainya undangan tersebut bersifat umum, seperti ketika seseorang mengundang jemaah masjid secara umum, jama’ah majelis taklim, atau angaota grup-grup media sosial, maka hukum memenuhi undangan yang seperti ini tidaklah wajib, melainkan hanya disunahkan saja.
Keempat: Undangan pada hari pertama walimah
Jika ada seseorang yang mengadakan walimah selama beberapa hari, dan kita diundang pada hari kedua atau yang seterusnya, maka tidak wajib untuk memenuhinya.
Kelima: Tidak memberatkan
Yang dimaksud memberatkan, adalah jika untuk menghadiri undangan tersebut seseorang harus bepergian jauh, atau mengeluarkan biaya besar.
Akan tetapi, jika seseorang merasa mampu untuk menghadiri undangan yang demikian, maka hendaklah ia menghadirinya, demi membuat senang hati saudaranya yang mengundang. Terlebih lagi jika yang mengundang adalah kerabat atau teman dekat kita, maka sebaiknya kita berusaha menghadirinya.
Keenam: Tidak ada kemungkaran pada acara walimah
Seperti adanya ikhtilath (campur-baur antara laki-laki dengan wanita), sementara kita tahu, kebiasaan para wanita di tempat kita jika menghadiri acara walimah, mereka berhias dengan seindah-indahnya dan bersolek secantik-cantiknya. Belum lagi banyak di antara para wanita tersebut yang tidak memakai jilbab, terbuka auratnya, dan lain-lain. Maka dalam kondisi seperti ini, seseorang tidak lagi berkewajiban menghadiri undangan walimah.
Begitu pula halnya dengan adanya pertunjukan alat musik, baik bergenre dangdut atau pun genre-genre lainnya, terlebih lagi apabila sang biduan atau lainnya berbusana menampakkan auratnya. Walimah yang berisi hal seperti ini juga tidak wajib dihadiri.
Hak ketiga:
وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ
“…bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah…”
Jarir bin Abdillah berkata:
بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Saya membai’at Rasulullah untuk selalu menegakkan shalat, membayar zakat, dan memberi nasihat bagi setiap muslim.”
Para ulama menyebutkan bahwa hukum menasihati seorang muslim apabila tanpa diminta adalah sunah. Akan tetapi jika seorang muslim datang meminta nasihat kepada kita, maka wajib hukumnya bagi kita untuk menasihatinya.
Misalnya, seseorang datang pada kita dengan mengatakan, “Akhi, ada orang ingin melamar putri saya, bagaimana menurut antum? Antum kan mengenal orang tersebut.”
Sebagai orang yang mengenal pribadi orang yang ditanyakan, maka kita wajib berusaha untuk menjelaskan hakikat kepribadian orang tersebut Sepanjang pengetahuan kita, seakan-akan yang akan dilamar adalah putri kita sendiri.
Hak keempat:
وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ
“Jika dia bersin, kemudian dia mengucapkan ‘alhamdulillah’, maka jawablah dengan ‘Yarhamukallah’…”
Hak kelima:
وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ
“Jika dia sakit maka jenguklah dia…”
Hukum menjenguk saudara muslim yang sakit adalah fardhu kifayah. Artinya, jika salah seorang muslim sakit, tidak semua muslim lainnya harus menjenguk, akan tetapi cukup sebagian dari mereka saja yang menjenguknya. Namun, jangan sampai tidak seorang muslim pun yang menjenguk saudara muslim yang sakit tersebut.
Hadits Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah bersabda,
أَطْعِمُوا الجَائِعَ، وَعُودُوا المَرِيضَ، وَفُكُّوا العَانِيَ
“Berilah makanan orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit, dan bebaskanlah tawanan.”
Dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah bersabda,
عُودُوا الْمَرِيضَ، وَامْشُوا مَعَ الْجَنَائِزِ تُذَكِّرْكُمُ الْآخِرَةَ
“Jenguklah orang yang sakit dan iringilah jenazah, hal itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat.”
Al-A’masy pernah berkata,
كُنَّا نَقْعُدُ فِي الْمَجْلِسِ، فَإِذَا فَقَدْنَا الرَّجُلَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ سَأَلْنَا عَنْهُ، فَإِنْ كَانَ مَرِيضًا عُدْنَاهُ
“Kami duduk di majelis, jika kami kehilangan seseorang selama tiga hari maka kami akan bertanya tentangnya, jika dia sakit maka kami akan menjenguknya.”
Para ulama menjelaskan bahwa menjenguk orang yang sakit memberikan beberapa faedah untuk orang yang menjenguk, orang yang sakit, dan faedah yang kembali kepada keduanya.
Faedah/manfaat untuk orang yang menjenguk:
1. Dia akan mendapatkan pahala yang banyak.
2. Dia akan menjadi orang yang pandai bersyukur. Dia akan mensyukuri kesehatan yang dia rasakan. Kesehatan adalah kenikmatan yang sering kita lupakan. Nabi Muhammad bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu pada keduanya: nikmat sehat dan waktu luang.”
Banyak orang yang memiliki kesehatan dan waktu luang akan tetapi tidak dimanfaatkan. Nabi Muhammad bersabda,
وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ قَبْلَ سَقَمِكَ
“Dan manfaatkanlah sehatmu sebelum datang sakitmu.”
Faedah/manfaat yang kembali kepada orang yang sakit
Hal ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyah. Beliau berkata,
مُصِيْبَةٌ تُقْبلُ بِهَا عَلىَ اللهِ، خَيْرٌ لكَ مِنْ نِعْمَةٍ تُنْسِيْكَ ذِكْرَ اللهِ
“Musibah yang menimpamu yang membuatmu kembali kepada Allah lebih baik daripada kenikmatan yang membuatmu lupa berzikir/ mengingat kepada Allah.”
Faedah yang kembali kepada kedua belah pihak
Yaitu orang yang menjenguk dan dijenguk akan saling mencintai. Segala hal yang bisa menumbuhkan kasih sayang di antara kaum muslimin maka ini disyariatkan oleh Islam. Nabi Muhammad bersabda,
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukan kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi. Sebarkanlah salam di antara kalian.”
Hadits-hadits tentang pahala yang akan diraih oleh orang yang menjenguk orang sakit.
Pertama: dari Tsauban Maula Rasulullah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda,
مَنْ عَادَ مَرِيضًا، لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ
“Barang siapa yang menjenguk saudaranya yang sakit, maka dia senantiasa memetik buah-buah di surga sampai dia kembali pulang.”
Ini merupakan sebab utama untuk masuk ke dalam surga.
Kedua: dari Ali bin Abu Thalib, ia mendengar Rasulullah bersabda,
مَنْ أَتَى أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، عَائِدًا، مَشَى فِي خَرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ، فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً، صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً، صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ
“Barang siapa mengunjungi saudaranya sesama muslim maka seakan ia berjalan sambil memetik buah-buahan di surga hingga ia duduk, jika telah duduk maka rahmat akan melingkupinya. Jika mengunjunginya di waktu pagi, maka tujuh puluh ribu malaikat akan mendoakannya hingga sore hari, dan jika ia mengunjunginya di waktu sore, maka tujuh puluh ribu malaikat akan mendoakannya hingga pagi hari.”
Ini menunjukkan bahwa ketika kita menjenguk saudara kita yang sakit maka argo pahala telah berjalan sejak kita keluar dari rumah hingga kita kembali. Tidaklah Rasulullah menjelaskan besarnya pahala suatu amalan kecuali menunjukkan amalan tersebut adalah amalan yang sangat mulia.
Ketiga: dari Abu Hurairah,
مَنْ عَادَ مَرِيضًا، نَادَى مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: طِبْتَ، وَطَابَ مَمْشَاكَ، وَتَبَوَّأْتَ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا
Barang siapa yang menjenguk yang sakit, maka seorang penyeru akan menyeru, ‘Engkau telah berbuat baik dan berjalanmu pun baik serta engkau telah memesan sebuah tempat di surga.”
Penduduk surga ketika masuk ke dalam surga maka akan dikatakan kepada mereka,
وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
“Dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (diimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu, maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zumar: 73)
Karena surga adalah tempat yang baik maka tidak boleh dimasuki oleh orang yang kotor.
Adab-adab menjenguk orang yang sakit
1. Mencari waktu yang pas, karena terkadang orang yang sakit butuh waktu untuk istirahat
2. Bertanya tentang kondisinya sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits
Seperti ketika Saad bin Muadz sakit karena terkena panah dalam perang Khandaq, beliau dirawat oleh seorang wanita bernama Rufaidah yang saat itu bertugas merawat orang-orang yang terluka. Rasulullah jika melewati Saad di waktu sore maka beliau akan bertanya kepadanya, “Bagaimana kondisimu di sore hari ini?” Jika melewatinya di waktu pagi hari maka beliau akan bertanya, “Bagaimana kondisinya di pagi hari ini?”
3. Mengingatkannya akan keutamaan orang yang sakit
Kita jelaskan bahwa orang yang sakit akan diampuni dosa-dosanya, Hal ini sebagaimana perkataan Rasulullah kepada orang yang sakit,
لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Tidak mengapa, thahur insya Allah.”
Yang artinya, semoga kamu bersih dari dosa-dosa. Karena sakit menghapuskan dosa-dosa.
4. Mendoakannya dengan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah
Contohnya,
أَذْهِبِ البَاسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkanlah sakit ini wahai Tuhan seluruh manusia, sembuhkanlah, Engkaulah As-Syafi (Sang Penyembuh) tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.”
Kita boleh mendoakan dihadapannya agar dia tahu bahwasanya kita perhatian kepadanya. Juga boleh untuk kita meruqyahnya dengan meletakkan tangan kita di bagian tubuh orang yang sakit lalu mendoakannya. Hal ini agar dia tahu bahwasanya kita memperhatikannya.
Lafal mendoakan orang yang sakit dan rukyah sangat banyak. Hendaknya kita berusaha untuk menghafalnya sebelum menjenguknya.
Contoh bacaan rukyah,
بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ
“Dengan menyebut hanya seluruh nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Yang Maha Penyayang, aku merukyahmu, dari setiap yang menyakitimu, dari keburukan setiap jiwa atau keburukan pandangan mata yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan menyebut hanya seluruh nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Yang Maha Penyayang.”
5. Membawa oleh-oleh untuk menyenangkannya
Hendaknya kita membawa makanan yang diperbolehkan dokter untuk dikonsumsi oleh orang yang sakit. Jika kita tidak mampu untuk datang maka tidak mengapa kita kirim lewat orang lain.
6. Tidak mengobrol terlalu lama jika ini mengganggunya
7. Jangan bosan menjenguk orang yang sakit di saat orang lain sudah bosan dan tidak ada yang menjenguknya.
Terkadang orang sakit bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sedangkan, yang menjenguknya hanya ramai datang di awal-awal dia sakit. Sebisa mungkin kita jangan melupakannya di saat banyak orang yang melupakannya. Juga jangan lupa untuk memperhatikan keluarga yang ditinggalkannya. Jika kita tidak memiliki uang kita bisa mengumpulkan teman-teman lain untuk mengumpulkan bantuan sosial untuknya.
Menjenguk saudara yang sakit tidak dibatasi hanya sekali saja. Bahkan jika saudara kita sakitnya lama, kita disunahkan untuk mengunjunginya berulang-ulang. Terlebih lagi banyak orang yang sakitnya lama, maka semakin lama semakin sedikit orang yang menjenguknya dan semakin terlupakan oleh sahabat-sahabatnya. Selama mengunjunginya kita dapat bercengkerama dengan Saudara kita yang sakit tersebut, menghiburnya, menghilangkan kesedihannya, menghilangkan kebosanannya, membawakan oleh oleh, dan yang paling penting kita mendoakannya agar sakit yang diderita menggugurkan dosa-dosanya dan juga mendoakan agar ia segera diberi kesembuhan.
8. Memberikan harapan sehat
Terdapat sebuah hadits yang menjelaskan bahwa orang yang menjenguk dianjurkan meminta doa kepada orang yang sakit. Akan tetapi, sanad hadits ini lemah, yaitu sabda Rasulullah:
إِذَا دَخَلْتَ عَلَى مَرِيضٍ، فَمُرْهُ أَنْ يَدْعُوَ لَكَ؛ فَإِنَّ دُعَاءَهُ كَدُعَاءِ الْمَلَائِكَةِ
“Jika kamu menjenguk orang yang sakit maka perintahkan lah dia untuk mendoakanmu, karena doanya seperti doa malaikat.”
Hal ini dikarenakan doanya orang yang sakit dianggap seperti doa orang yang terdesak. Sementara doa orang yang terdesak mudah dikabulkan, sebagaimana firman Allah,
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” (QS. An-Naml: 62)
9. Mengingatkan shalatnya
Hendaknya kita mengingatkan orang yang sakit (bukan dengan Cara mengajari) agar tetap menjaga shalatnya. Dikhawatirkan ada shalat yang terlupakan ketika sakit, karena sebagian orang ketika sakit malah meninggalkan shalat. Ini perkara yang sangat berbahaya, karena bisa jadi dia meninggal setelah itu.
Kita gunakan cara yang lembut dalam mengingatkan shalatnya agar dia tidak tersinggung. Mungkin bisa dengan cara menyebutkan fikih kemudahan shalat bagi orang yang sakit seperti boleh dijamak atau bertayamum. Semua ini agar dia tetap beribadah kepada Allah walaupun dia dalam kondisi sakit yang berat.
Hak keenam:
وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
“Jika dia meninggal, maka ikutilah jenazahnya.”
Seorang muslim adalah makhluk yang mulia dan harus dimuliakan, baik semasa hidupnya atau pun setelah wafatnya. Oleh karenanya, menyelenggarakan jenazah adalah salah satu amalan yang sangat besar pahalanya. Rasulullah bersabda:
مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ
“Barang siapa yang menghadiri jenazah hingga usai dishalatkan, maka baginya pahala seukuran qirath. Dan barang siapa yang menghadirinya hingga dikuburkan, maka baginya pahala seukuran dua qirath.”
Lalu ditanyakan kepada Rasulullah, “Apa itu dua qirath?” Rasulullah bersabda:
مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ
“Seperti dua gunung yang besar.”
PERHATIAN
Pernyataan Rasulullah “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim” menunjukkan bahwa hak-hak tersebut pada asalnya tidak berlaku bagi seorang kafir (non-muslim). Artinya, seorang kafir tidak berhak untuk diberi salam, tidak berhak untuk dipenuhi undangannya, tidak berhak untuk dikunjungi tatkala sakit, tidak berhak untuk diberi nasihat, dan tidak berhak untuk dilayati jenazahnya. Demikianlah hukum asalnya secara umum. Namun, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan detailnya terkait hak seorang kafir akan keenam hal tersebut.
Adapun memulai salam terhadap non-muslim, maka Rasulullah telah melarangnya dengan tegas. Akan tetapi, jika mereka yang memulai memberi salam, maka kita diperbolehkan menjawab salam mereka. Akan tetapi kita menjawab, “wa’alaikum”.
Adapun menjenguk non-muslim yang sakit, maka hukum asalnya adalah tidak dianjurkan karena hal itu merupakan hak orang muslim Akan tetapi jika kunjungan tersebut mengandung maslahat baik maslahat duniawi maupun ukhrawi, seperti kesempatan berdakwah, maka tidak mengapa kita menjenguknya. Terutama apabila orang tersebut adalah tetangga atau kerabat kita, karena kita secara khusus telah diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga dan kerabat, meskipun ia seorang non-muslim.
Rasulullah pernah mengunjungi seorang Yahudi yang sedang sakit dalam rangka mendakwahinya. Anas bin Malik, mengisahkan,
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: «أَسْلِمْ»، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: «الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ»
“Seorang pemuda Yahudi yang biasa melayani Rasulullah jatuh sakit. Lalu Rasulullah pun menjenguknya dan duduk di sisi kepalanya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya, “Masuk Islamlah!” Pemuda tersebut lalu memandang kepada ayahnya yang sedang hadir di sisinya. Maka sang ayah pun berkata, “Patuhilah Abul Qasim (yakni Rasulullah).” Maka pemuda Yahudi tersebut pun masuk Islam. Lalu Rasulullah pun keluar sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari Neraka.”
Adapun menghadiri undangan pernikahan bukan muslim, maka ia tidak wajib. Namun, diperbolehkan selama ada padanya kemaslahatan dakwah, dan acara tersebut tidak mengandung bermacam kemungkaran, juga tidak mengandung dari ritual-ritual keagamaan mereka. Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, barulah seorang muslim diperbolehkan menghadiri undangan pernikahan seorang bukan muslim.