HADITS 10 ADAB BERSIN KITAB AL JAMI’

flower, dandelion, seeds, asteraceae, plant, bunga, alam, flora, spring, nature, garden, bunga, alam, alam, alam, alam, alam

وَعَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ اَللَّهُ, فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اَللَّهُ, فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اَللَّهُ, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ. أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Ali Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah mengucapkan alhamdulillah, dan hendaknya saudaranya mengucapkan untuknya yarhamukallah. Apabila ia mengucapkan kepadanya yarhamukallah, hendaklah ia (orang yang bersin) mengucapkan yahdii kumullah wa yushlihu balaakum (artinya = Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki hatimu).” HR. Bukhari No. 6224.

Pertama, berkaitan dengan orang yang bersin.

Orang yang bersin sebenarnya telah mendapatkan nikmat dari Allah sehingga dengan bersinnya itu keluarlah kotoran dari tubuhnya. Dia akan merasakan lebih ringan daripada jika besin tersebut tertahan dalam dirinya. Bahkan, Sebagian orang menyatakan bahwasanya bersin jtu menunjukkan sehatnya seseorang. Karena itu, hendaknya dia mengucapkan “Alhamdulillah.”

Yang dimaksud di sini bukan orang yang bersin terus menerus yang menunjukkan bahwa dia sedang sakit, Tetapi kita berbicara tentang bersin yang kadang dialami oleh seseorang. Bersin seperti ini adalah nikmat yang menunjukkan tubuhnya sehat sehingga keluar dari tubuhnya bersin tersebut, sehingga dia mengucapkan “Alhamdulillah.”

Hal ini juga merupakan peringatan bagi kita, kalau sekedar bersin saja kita dianjurkan untuk memuji Allah atas nikmat tersebut dengan mengucapkan “Alhamdulillah,” maka bagaimana lagi dengan nikmat-nikmat yang lain?

Oleh karena itu, hendaknya kita sering memuji Allah. Ketika kita mengucapkan “Alhamdulillah” pada saat zikir setelah shalat, hendaknya kita merenungkan dalam-dalam makna “Alhamdulillah” itu. Betapa banyaknya nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada kita, yang terkadang kita lupa untuk bersyukur kepada Allah dan lupa untuk memuiji Allah yang memudahkan nikmat tersebut kepada kita.

Berikut ini adalah adab yang dicontohkan Rasulullah ketika bersin:

1. Ketika bersin, beliau meletakkan tangan beliau di mulutnya atau meletakkan bajunya sehingga apa yang dikeluarkan ketika bersin itu tidak tersebar ke mana-mana.

2. Ketika bersin, beliau melemahkan suaranya.

Abu Hurairah berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ

“Bahwasanya Rasulullah jika bersin maka beliau menutup wajahnya dengan tangannya atau dengan bajunya dan beliau merendahkan suaranya.” HR. Tirmizi No. 2745 dan dihasankan oleh al-Albani (Lihat: al-Misykah No. 4738 dan Shahih al-Jami’ No. 685].

Dengan demikian, ketika seseorang bersin, hendaknya jangan menggelegarkan suaranya sekeras-kerasnya, Adapun jika dia tidak mampu menahan atau tidak menyengaja, maka itu tidak mengapa. Selain itu, ketika bersin hendaknya ia tidak memalingkan kepalanya ke arah kanan atau ke arah kiri tanpa menutupinya sehingga tersebarlah virus-virusnya.

Dengan mengikuti adab di atas, maka bersin kita tidak akan mengganggu orang lain baik suaranya maupun kotorannya, sehingga mengurangi pula potensi penularan penyakit terhadap orang lain.

Kedua, Adab orang yang mendengar seorang muslim bersin

Jika seorang muslim bersin kemudian mengucapkan “Alhamdulillah”, maka orang yang mendengarnya hendaklah menaucapkan, 

يَرْحَمُكَ اَللَّهُ

“Semoga Allah memberi rahmat kepada engkau.”

Maksudnya, Engkau telah mendapatkan nikmat, maka semoga Allah menambah rahmat kepada engkau.

Lantas bagaimana kalau ada orang yang bersin tetapi tidak mengucapkan “Alhamdulillah”? Maka kita yang mendengar bersinya tidak mengucapkan “Yarhamukallah” kepadanya.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang menyebutkan,

عَطَسَ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا – أَوْ سَمَّتَ – وَلَمْ يُشَمِّتِ الْآخَرَ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَطَسَ عِنْدَكَ رَجُلَانِ فَشَمَّتَّ أَحَدَهُمَا وَلَمْ تُشَمِّتِ الْآخَرَ، فَقَالَ: إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ، وَإِنَّ هَذَا لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ

Ada 2 orang yang bersin di sisi Rasulullah maka Rasulullah mengucapkan “Yarhamukallah” kepada satunya dan Rasulullah tidak mengucapkan “Yarhamukallah” kepada yang satunya lagi Maka orang yang tidak diucapkan Yarhamukallah protes, seraya berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ شَمَّتَ هَذَا وَلَمْ يُشَمِّتْنِيْ

“ya Rasulullah, engkau mengucap Yarhamukallah kepada si fulan adapun kepada aku tidak?”

Maka Rasulullah mengatakan,

إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ، وَإِنَّ هَذَا لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ

“Si fulan tadi tatkala bersin mengucapkan Alhamdulillah, adapun engkau tidak mengucapkan Alhamdulillah.” HR. Bukhari No. 6225 dan Muslim No. 2991.

Oleh karenanya, kalau orang yang bersin tidak mengucapkan “Alhamdulillah” maka kita tidak menjawab “Yarhamukallah.”

Diriwayatkan dari al-Auza’i, tatkala ada seseorang bersin di hadapan Ibnul Mubarak dan dia tidak mengucapkan “Alhamdulillaah” maka al-Auza’i bertanya pada dia, “Apa yang diucapkan oleh orang yang bersin?” Orang ini pun mengatakan, “Alhamdulillah.” Maka al-Auza’i kemudian mengucapkan “Yarhamukallah.” Seakan-akan al-Auza’i mengingatkan kepada orang tersebut.

Terkadang seseorang lupa mengucapkan “Alhamdulillah” atau karena saking sibuknya dia lupa mengucapkan “Alhamdulillah”.  Maka, boleh bagi kita mengingatkannya untuk mengucapkan “Alhamdulillah” sehingga kita pun mengucapkan “Yarhamukallah” kepadanya.

Mengenai hukum mengucapkan “Yarhamukallah” itu sendiri, terdapat ikhtilaf di antara para ulama.

1. Sebagian ulama ada yang mengatakan hukumnya fardhu ‘ain. Dengan demikian, setiap orang yang mendengar orang bersin yang mengucapkan “Alhamdulillah” wajib mengucapkan “Yarhamukallah.”

2. Ada sebagian ulama yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Dengan demikian, cukup sebagian orang yang mengucapkan “Yarhamukallah.”

3. Sebagian ulama ada yang mengatakan hukumnya sunnah secara mutlak, maksudnya baik ada yang telah menjawab maupun belum,

Terlepas dari perbedaan hukum yang ada di kalangan para ulama, hendaknya kita berusaha menghidupkan sunnah ini. Fokusnya tidak ditujukan kepada apakah hukumnya sunnah atau fardu ain. Namun yang lebih penting bagi kita adalah kita berusaha mengucapkan “Yarhamukallah” kepada saudara kita yang bersin jika telah mengucapkan hamdalah.

Timbul pertanyaan lain, “Bagaimana dengan orang yang bersin berulang-ulang karena sakit?”

Maka jawabannya, yang wajib bagi kita adalah mengucapkan “Yarhamukallah” sekali saja. Ada juga yang mengatakan disunnahkan sampai tiga kali dan lebih dari itu tidak perlu.

Disebutkan dalam hadits Salamah ibnul Akwa’, bahwasanya dia mendengar ada seorang yang bersin di sisi Rasulullah, maka Rasulullah mengatakan, “Yarhamukallah.”

ثُمَّ عَطَسَ أُخْرَى

Kemudian orang ini bersin lagi. Kemudian Rasulullah mengatakan:

الرَّجُلُ مَزْكُوْمٌ

“Si lelaki ini sedang sakit flu.” HR. Muslim no. 2993.

Hal ini merupakan isyarat dari Rasulullah, jika tampak seseorang bersinnya tidak wajar dan mengindikasikan dirinya sakit atau mengalami gejala sakit, maka kita ubah doanva. Doanya bukan lagi “Yarhamukallah” tapi kita mendoakannya dengan doa,

شَفَاكَ اللهُ

“Semoga Allah menyembuhkanmu.”

atau doa-doa yang berkaitan dengan orang yang sakit.

Setelah didoakan dengan “Yarhamukallah,” maka orang yang bersin tadi disunnahkan mengucapkan:

يَهْدِيكُمُ اَللَّهُ, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Semoga Allah memberi hidayah kepadamu dan semoga Allah memperbaiki urusanmu.”

Jadi orang yang bersin ini membalas doa orang yang mendoakannya dengan mendoakannya pula.

Demikianlah indahnya adab yang diajarkan oleh Rasulullah. Seorang muslim diajarkan untuk saling mendoakan dengan muslim lainnya. Hal ini jika dipraktikkan dan dipahami tentu akan menimbulkan kasih sayang di antara sesama muslim serta menghilangkan rasa hasad dan dengki di antara mereka. Dengan demikian tali ukhuwah di antara kaum muslimin akan menjadi semakin erat dan kuat.

Tidak diragukan lagi bahwa setiap muslim dituntut untuk mempererat tali ukhuwah dan dituntut juga untuk menghilangkan segala sebab yang bisa menimbulkan perpecahan, perselisihan, saling berburuk sangka, dan sejenisnya.

Peringatan:

Pertama: Disyariatkan tetap mendoakan “Yarhamukallahu” bagi orang yang bersin jika diketahui ia telah memuji Allah dengan “Alhamdulillah” meskipun tidak terdengar suaranya.

Ibnu Hajar berkata:

يُشْرَعُ التَّشْمِيتُ لِمَنْ حَمِدَ إِذَا عَرَفَ السَّامِعُ أَنَّهُ حَمِدَ اللَّهَ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْهُ كَمَا لَوْ سَمِعَ الْعَطْسَةَ وَلَمْ يَسْمَعِ الْحَمْدَ بَلْ سَمِعَ مَنْ شَمَّتَ ذَلِكَ الْعَاطِسَ فَإِنَّهُ يُشْرَعُ لَهُ التَّشْمِيتُ لِعُمُومِ الْأَمْرِ بِهِ لِمَنْ عَطَسَ

“Disyariatkan untuk tetap mendoakan ‘Yarhamukallahu’ bagi orang yang bersin dan memuji Allah jika diketahui ia telah memuji Allah meskipun tidak terdengar suaranya. Seperti jika seseorang mendengar suara bersin namun ia tidak mendengarnya memuji Allah (mengucapkan “alhamdulillah”), akan tetapi ia mendengar ada orang lain yang mendoakan ‘Yarhamukallahu’. maka disyariatkan bagi orang tersebut untuk tetap mendoakan “Yarhamukallahu” berdasarkan keumuman perintah mendoakan “Yarhamukallahu” bagi orang yang bersin.”

Kedua: Disukai untuk mendoakan “Yarhamukallahu” bagi orang yang bersin meskipun jauh jika tidak ada orang lain yang mendoakan “Yarhamukallahu” kepadanya.

Ibnu Hajar lalu berkata juga:

فَإِنْ عَطَسَ وَحَمِدَ وَلَمْ يُشَمِّتْهُ أَحَدٌ فَسَمِعَهُ مَنْ بَعُدَ عَنْهُ اسْتُحِبَّ لَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ حِينَ يَسْمَعُهُ وَقد أخرج بن عَبْدِ الْبَرِّ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ عَنْ أَبِي دَاوُدَ صَاحب السّنَن أَنه كَانَ فِي سَفِينَةٍ فَسَمِعَ عَاطِسًا عَلَى الشَّطِّ حَمِدَ فَاكْتَرَى قَارِبًا بِدِرْهَمٍ حَتَّى جَاءَ إِلَى الْعَاطِسِ فَشَمَّتَهُ ثُمَّ رَجَعَ فَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ لَعَلَّهُ يَكُونُ مُجَابَ الدَّعْوَةِ فَلَمَّا رَقَدُوا سَمِعُوا قَائِلًا يَقُولُ يَا أَهْلَ السَّفِينَةِ إِنَّ أَبَا دَاوُدَ اشْتَرَى الْجَنَّةَ مِنَ اللَّهِ بِدِرْهَمٍ

Jika seseorang bersin dan mengucap Alhamdulillah, namun tidak seorang pun yang mendoakannya (dengan ucapan “Yarhamukallahu”, lantas seorang yang berada di kejauhan mendengar bersinnya, maka disunnahkan bagi yang mendengarnya untuk mendoakannva (dengan Yarhamukallahu) tatkala ia mendengar ucapannya Alhamdulillah. Ibnu Abdil Barr telah meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abu Daud: penulis kitab Sunan (Abi Daud) bahwasanya Beliau sedang berada di sebuah kapal, lalu ia mendengar ada orang yang bersin di pinggir pantai dan mengucap Alhamdulillah. Maka Abu Daud pun menyewa perahu kecil dengan membayar satu dirham lantas pergi hingga mendatangi orang yang bersin tersebut lalu beliau mendoakan orang yang bersin tersebut dengan “Yarhamukallahu”. Setelah itu beliau kembali lagi ke kapal yang ditumpanginya. Kemudian beliau ditanya tentang perbuatan beliau tersebut, maka beliau berkata, Bisa jadi orang yang bersin tersebut termasuk orang yang dikabulkan doanyat. Tatkala orang-orang di atas kapal tidur mereka mendengar seruan berbunyi, ‘Wahai penghuni kapal, sungguh Abu Daud telah membeli surga dari Allah dengan satu dirharn’.” Fath al-Bari (10/610-611).

Maksudnya Abu Daud mengamalkan sunnah Rasulullah mendoakan orang yang bersin tersebut, dan ia juga berharap didoakan oleh orang yang bersin terebut. Karena orang yang bersin tadi akan mendoakannya dengan “yahdikumullahu wa yushlihu balakum”.

Ketiga: Jika seseorang bersin dalam shalat maka disunnahkan baginya untuk tetap memuiji Allah (mengucap “Alhamdulillah”) akan tetapi dengan suara yang lirih. Dan bagi orang lain yang sedang shalat yang mendengarnya tidak boleh menjawab dengan “Yarhamukallahu” sementara mereka sedang shalat. Karena dalam shalat dilarang berbicara dengan orang lain, dan dalam ucapan “Yarhamukallahu” (semoga Allah merahmatimu) ada bentuk mengajak berbicara dengan orang lain. Berbeda dengan orang bersin yang mengucapkan “alhamdulillah” karena sesungguhnya ia sedang memuii Allah dan tidak sedang berbicara dengan orang lain.

Dalam sebuah riwayat:

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ، قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ، فَقُلْتُ: وَاثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ قَالَ: فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصْمِتُونِي، لَكِنِّي سَكَتُّ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ، وَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا شَتَمَنِي وَلَا ضَرَبَنِي قَالَ: إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ هَذَا، إِنَّمَا هِيَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ

“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam As-Sulamiy dia berkata, ‘Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari jamaah shalat yang bersin, lalu aku mengucapkan, “Yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu). Maka seluruh jamaah mengarahkan pandangannya kepadaku. Aku berkata, “Ada apa gerangan dengan kalian? kenapa kalian melihat kepadaku?” Mereka pun menepukkan tangan-tangan mereka pada paha mereka. Tatkala aku tahu mereka menginginkan agar aku diam, lantas aku pun diam. Tatkala Rasulullah selesai shalat, maka sungguh -Ayah dan Ibuku sebagai tebusan untuk menebus Rasulullah-, aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelumnya maupun sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya shalat ini, tidak dibolehkan di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an’”.

Hadits ini menunjukkan hahwa Rasulullah tidaklah menegur sahabat yang bersin dan memuiji Allah dalam shalat, akan tetapi yang ditegur adalah: sahabat Mu’awiyah bin al-Hakam As-Sulami yang menjawab dengan mengucapkan “Yarhamukallahu”.

Dalam hadits lain dari sahabat Rifa’ah bin Rofi’:

صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ، فَقُلْتُ: الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ، فَقَالَ: مَنِ المُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟، فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ: مَنِ المُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟، فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ: مَنِ المُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟ فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ عَفْرَاءَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: كَيْفَ قُلْتَ؟، قَالَ: قُلْتُ: الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ ابْتَدَرَهَا بِضْعَةٌ وَثَلَاثُونَ مَلَكًا، أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا

“Aku pernah shalat di belakang Rasulullah lalu aku bersin dan mengucapkan, ‘Alhamdulillaahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi, mubarakan ‘alaih, kamaa yuhibbu rabbuna wa yardha’ (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagaimana Rabb kami mencintai dan meridainya).” Ketika Rasulullah selesai shalat, beliau berpaling ke arah kami seraya bertanya, siapa yang berbicara waktu shalat?” Tidak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau lalu bertanya lagi untuk yang kedua kalinya, ‘Siapa yang berbicara waktu shalat?’ Tidak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau lalu bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, ‘Siapa yang berbicara waktu shalat?’ Maka aku menjawab, “Aku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya, “Apa yang engkau ucapkan tadi?’ Aku menjawab, “Aku mengucapkan, Alhamdulillaahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi, mubarakan ‘alaihi, kama yuhibbu rabbuna wa yardha.” Maka Rasulullah pun bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh ada tiga puluh lebih malaikat saling berebut untuk membawa naik kalimat tersebut’”.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top