BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH

sea, horizon, cloudy, boat, sailing, seascape, ocean, sky, blue sky, cumulonimbus, skyline, scenery, scenic, idyllic, picturesque, sea, ocean, sky, sky, nature, sky, sky, sky

Sesungguhnya di antara ibadah yang sangat agung yang merupakan ibadah hati adalah berhusnuzan kepada Allah, berbaik sangka kepada Pencipta yang telah memberikan rezeki kepada kita, yang telah memudahkan segala urusan kepada kita.

Allah berfirman,

وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Ibnu Jarir ath-Thabari di dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ikrimah ketika menafsirkan ayat ini, bahwa maksudnya adalah,

أحسنوا الظن بالله

“Berprasangka baiklah kepada Allah.”

Nabi Muhammad telah bersabda,

لا يموتون أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز وجل

“Janganlah sampai salah seorang dari kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.”

Di dalam hadits qudsi Allah berfirman,

أنا عند ظن عبدي بي فليظن ما شاء

“Sesungguhnya aku tergantung persangkaan hamba-Ku. Oleh karenanya, hendaknya hamba-Ku berprasangka apa yang dia mau terhadap diri-Ku.”

إن ظن بي خيرا فله وإن ظن شرا فله

“Jika dia berbaik sangka berupa kebaikan, maka kebaikan baginya. Jika dia berprasangka buruk, maka keburukan pula baginya.”

Sungguh, tatkala seorang hamba senantiasa berprasangka baik kepada Allah, maka dia telah mendapatkan kebaikan yang sangat besar.

Ibnu Mas’ud pernah berkata,

ما أعطي عبد مؤمن شيئا قط بعد الإيمان بالله عز وجل أفضل من أن يحسن ظنه بالله

“Tidaklah seorang hamba mukmin diberikan kebaikan yang lebih baik setelah iman kepada Allah dari pada berbaik sangka kepada Allah.”

Oleh karenanya, sebagai seorang muslim hendaknya kita berbaik sangka kepada Rabb kita, terutama pada kondisi-kondisi berikut:

Pertama: Tatkala seseorang melakukan dosa.

Hendaknya seseorang yang berbuat dosa segera bertobat kepada Allah dan berbaik sangka kepada-Nya bahwa Allah akan menerima tobatnya.

Allah berfirman,

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya), dan bahwa Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang?” (QS. At-Taubah: 104)

Para ulama mengatakan bahwa selama seseorang berbuat dosa kemudian bertobat, kemudian berdosa lagi, kemudian bertobat dan memenuhi persyaratan tobat, maka selama itu pula Allah akan senantiasa mengampuni dosa-dosanya. Oleh karenanya, ketika seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan, janganlah menunda-nunda tobatnya. Yakinlah bahwa Allah akan menerima tobatnya dan mengampuni dosa-dosanya ketika dia bertobat.

Ingatlah sabda Nabi Muhammad,

لله أرحم بعباده من هذه بولدها

“Sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya dari pada kasih sayang seorang ibu kepada anaknya sendiri.”

Kedua: Tatkala kita berdoa kepada Allah.

Hendaknya kita berdoa dengan kondisi yakin bahwasanya Allah akan mengabulkan doa-doa kita. Bagaimana tidak? Sementara Allah telah berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu’.” (QS. Ghafir: 60)

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat, Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Rasulullah bersabda,

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

“Berdoalah kalian kepada Allah dalam kondisi yakin bahwasanya Allah akan mengabulkan doa kalian. Dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan doa seseorang yang hatinya lalai.”

Artinya, Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang tidak berhusnuzan kepada-Nya, yaitu orang yang tidak yakin doanya akan dikabulkan. Akan tetapi, jika seseorang berbaik sangka kepada Allah dan meyakini bahwasanya Allah akan mengabulkan doanya, maka Allah akan mengabulkan doanya.

Bagaimana mungkin Allah tidak mengabulkan permintaan seorang mukmin yang bertakwa kepada-Nya? Sedangkan Iblis saja telah dikabulkan doanya oleh Allah.

Allah berfirman,

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Ia (Iblis) berkata, “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka berilah penangguhan kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.” (QS. Al-Hijr: 36)

Allah mengabulkan permintaannya dengan berfirman,

قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ

“Allah berfirman, “(Baiklah) maka sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan.” (QS. Al-Hijr: 37)

Bagaimana kita bisa berburuk sangka kepada Allah, sementara Allah mengabulkan doa-doa orang kafir?

Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman,

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut: 65)

Bagaimana dengan seseorang yang beriman, bertakwa, sujud dan merendahkan dirinya karena Allah, disertai dengan mengalirkan air mata dengan penuh pengharapan dan meminta kepada Allah tidak dikabulkan doanya? Terlebih lagi, dengan orang-orang yang berdoa di sepertiga malam yang terakhir, tatkala semua orang sedang tertidur. Bagaimana orang yang seperti ini tidak akan dikabulkan doanya oleh Allah? Sementara Allah mencari hamba-hamba-Nya yang berdoa di sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman,

هل من سائل فأعطيه؟ هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من داع فأجيبه؟

“Apakah ada di antara hamba-hamba-Ku yang meminta, maka Aku akan mengabulkan permintaannya. Dan apakah ada di antara hamba-hamba-Ku yang beristigfar, maka Aku akan mengampuni dosanya. Dan apakah ada di antara hamba-Ku yang berdoa, maka Aku kabulkan.”

Ketiga: Tatkala dia mencari rezeki.

Di antara kondisi seseorang hendaknya berhusnuzan kepada Allah adalah ketika mencari rezeki. Hendaknya dia selalu berbaik sangka bahwa Allah akan memberi rezeki kepadanya.

Sungguh, perkara yang menakjubkan seorang manusia yang berburuk sangka kepada Allah dalam masalah rezeki, sementara tatkala dia masih berupa janin di dalam perut ibunya, Allah telah memberikan rezeki kepadanya melalui ibunya, tatkala dia dilahirkan dalam keadaan masih kecil, tidak bisa berbuat apa-apa, Allah memberikan rezeki kepadanya sampai dia tumbuh besar.

Kemudian, setelah dia duduk di bangku sekolah hingga dewasa, memiliki ijazah, gelar, dan kekuatan, ternyata dia suuzan kepada Allah bahwasanya Allah tidak akan memberikan rezeki kepadanya. Ini merupakan bentuk suuzan kepada Allah yang tidak pada tempatnya. Tatkala seseorang yang masih berupa janin dan masih kecil Allah telah memberikannya rezeki, maka bagaimana mungkin setelah dia memiliki kekuatan Allah tidak memberikan rezeki kepadanya?

Oleh karenanya, hendaknya dia berusaha untuk bertawakal kepada Allah dan mencari sebab-sebab rezeki, baik sebab-sebab rezeki yang zahir maupun sebab-sebab ukhrawi.

Kebanyakan orang tatkala mereka mencari rezeki, mereka hanya bersandar kepada sebab-sebab yang zahir, padahal di balik itu semua ada sebab-sebab ukhrawi yang harus diperhatikan bagi orang-orang yang mengharapkan rezeki dari Allah di antaranya:

1. Bertakwa kepada Allah.

Allah berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Oleh karenanya, jika seseorang tatkala mencari rezeki mendapati seluruh pintu tertutup hingga mengakibatkan sulit baginya untuk mencari rezeki, usaha telah dilakukan namun rezeki tak kunjung datang, maka hendaknya dia memperbaiki dirinya. Jangan terlalu percaya diri, karena bisa jadi dia telah terjerumus di dalam berbagai macam kemaksiatan.

Bisa jadi dia tidak menjaga lisannya atau pandangannya ataupun hatinya. Maka dari itu, hendaknya dia memperbaiki ketakwaannya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak dia sangka-sangka.

Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwa apabila seseorang telah dimudahkan rezekinya dari arah yang tidak dia sangka-sangka, maka bisa jadi itu adalah tanda bahwa dia telah bertakwa kepada Allah.

2. Menyambung silaturahmi.

Di antara sebab rezeki adalah menyambung silaturahmi, sebagaimana sabda Nabi Muhammad

من أحب أن يبسط له في رزقه وينسأ له في أثره فليصل رحمه

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah silaturahmi.”

Jika Anda telah menyambung silaturahmi, memberikan hadiah kepada kerabat, terutama menyambung silaturahmi kepada ayah dan ibu dan menyenangkan hati keduanya, maka yakinlah bahwasanya segala kesuksesan akan mendatangi Anda, tatkala telah menyambung silaturahmi kepada orang yang paling berhak Anda sambung dengan silaturahmi, yaitu kedua orang tua.

3. Bersedekah.

Nabi Muhammad bersabda,

ما نقصت صدقة من مال

“Sesungguhnya sedekah tidak akan mengurangi rezeki (sama sekali).”

Allah juga berfirman dalam hadits qudsi,

يا ابن آدم أنفق عليك

“Wahai anak Adam, berinfaklah! Maka, Aku akan berinfak untukmu.”

Semakin sering seseorang sering bersedekah, maka yakinlah bahwasanya Allah akan menambahkan rezekinya. Bagaimana caranya? Itu menjadi urusan Allah.

Keempat: Di antara kondisi yang sangat dituntut bagi seorang hamba untuk berhusnuzan kepada Allah yaitu tatkala dia hendak meninggal dunia. Kondisi ini adalah kondisi yang sangat penting. Di dalam Shahih Muslim Rasulullah bersabda,

لا يموتون أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز وجل

“Janganlah sampai salah seorang dari kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.”

Tatkala seorang hamba hendak meninggal dunia, maka hendaknya dia kuatkan sisi pengharapannya kepada Allah. Hendaknya dia ingat tentang janji Allah bahwasanya Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, bahwasanya Allah adalah Al-Ghafur yang Maha Pengampun, Ar-Rahman Ar-Rahim “Yang Maha Penyayang”.

Allah berfirman di dalam hadits qudsi,

إن رحمتي سبقت غضبي

“Sesungguhnya kasih sayangku mengungguli kemarahanku.”

Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an,

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156)

Berhusnuzan kepada Allah tidaklah mudah, terutama bagi orang-orang yang bergelimang dalam kemaksiatan. Hati mereka telah terbungkus dengan warna hitam, sehingga membuat hati mereka selalu suuzan kepada Allah. Jika demikian, begitu buruk tatkala orang seperti itu akan meninggal dunia, dia tidak mampu berhusnuzan kepada Allah. Dia akan menyangka Allah akan menyiksanya, menyangka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam. Sebab prasangka buruknya, Allah akan menyikapinya sesuai dengan prasangkanya kelak.

Kelima: Di antara kondisi yang kita juga perlu untuk berhusnuzan kepada Allah adalah tatkala kita tertimpa musibah.

Seorang mukmin yang bertakwa kepada Allah, yang berusaha menjauhi kemaksiatan dan menjauhi larangan-larangan Allah, meskipun terkadang terjerumus di dalam kemaksiatan dan melanggar perintah Allah, namun dia senantiasa berusaha untuk kembali kepada Allah, maka jika kemudian tiba-tiba musibah datang menimpanya, yakinlah bahwasanya apa pun yang diberikan oleh Allah adalah yang terbaik.

Allah berfirman,

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Allah yang menciptakan kita, gan Allah pula yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita dan yang lebih banyak membawa maslahat bagi kita. Seorang hamba boleh beranganangan, bercita-cita, dan mempunyai harapan-harapan, namun terkadang keputusan Allah bertentangan dengan cita-cita dan harapannya. Ketika itu, yakinlah bahwasanya apa yang diputuskan oleh Allah itu yang terbaik baginya dan masa depannya, karena Allah lebih mengetahui tentang masa depan dan kemaslahatannya.

Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim bahwa terkadang Allah menurunkan anugerah kepada seorang hamba dalam bentuk musibah, Allah telah memberikan contohnya di dalam Al-Qur’an.

Kisah nabi Yusuf, tentang bagaimana bisa beliau menjadi seorang Al-Aziz, seorang menteri yang mulia di negeri Mesir. Setelah melalui berbagai macam musibah, ternyata musibah-musibah yang datang beruntun tersebut merupakan anugerah dari Allah, sehingga beliau bisa menjadi seorang menteri.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top