Pada zaman Abdul Muththalib bin Hasyim, kakek Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, peristiwa pasukan bergajah terjadi dan bertepatan dengan tahun kelahiran Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ringkasan kisahnya adalah Abrahah yang menjabat sebagai Wakil Raja Habasyah yang berkedudukan di Yaman. Dia menyaksikan orang-orang Arab berbondong-bondong datang ke Mekah setiap tahun untuk menunaikan ibadah haji, maka kemudian dia membangun sebuah gereja besar dan mewah di Yaman dan menamakannya dengan Al-Qulais.
Dia bermaksud mengalihkan tujuan orang-orang Arab yang setiap tahun bepergian ke Mekah menunaikan ibadah haji untuk menuju ke gereja megah yang dibangun di Yaman. Kejadian tersebut didengar oleh seorang laki-laki dari Bani Kinanah. Dia melakukan perjalanan menuju gereja tersebut dan memasukinya pada suatu malam, kemudian melumuri dinding-dindingnya dengan kotoran. Abrahah yang mendengar berita tersebut marah besar dan memutuskan untuk menghancurkan Ka’bah.
Dia kemudian memimpin langsung sebuah pasukan tentara yang berjumlah 60.000 dengan fasilitas pasukan yang dilengkapi oleh beberapa ekor gajah. Mereka berjalan menuju tujuan dan tidak ada satu pun kekuatan yang berani menghadangnya hingga tiba di sebuah tempat bernama Al-Maghmas.
Di tempat itulah, mereka menggiring harta milik orang-orang Quraisy yang di antaranya 200 ekor unta milik Abdul Muththalib. Hal tersebut menyebabkan Abdul Muththalib yang pada waktu itu menjadi tokoh masyarakat Quraisy ating menemui Abrahah. Begitu Abrahah melihat Abdul Muththalib, dia memberikan penghormatan dan memuliakannya. Tatkala Abrahah bertanya apakah maksud kedatangannya, dia berkata, “Maksud kedatangan saya adalah berharap Raja mengembalikan unta-unta saya yang ditawan.”
Abrahah berkata, “Semula saya kagum kepadamu saat melihat kedatanganmu, kemudian saya tidak lagi menghargaimu setelah kamu berbicara kepadaku. Apakah kamu hanya memikirkan untamu dan sama sekali tidak membicarakan tentang Ka’bah yang merupakan agamamu dan agama leluhurmu, padahal kedatanganku kemari adalah untuk menghancurkannya?” Abdul Muththalib berkata, “Saya adalah pemilik unta-unta itu. Adapun Ka’bah, maka Pemiliknyalah yang akan menjaganya.” Abrahah berkata, “Tidak ating yang mampu mencegah saya.”
Abdul Muththalib berkata, “Itu urusan kamu dan Pemiliknya” (maksud pemilik Ka’bah adalah Allah Ta’ala).
Orang-orang Quraisy keluar berlindung ke gunung dan menanti sambil melihat apa yang akan dilakukan oleh tentara Abrahah.”
Abrahah mempersiapkan pasukannya untuk melanjutkan perjalanan menuju Mekah, tatkala pasukan memerintahkan gajah yang bernama Mahmud itu untuk berjalan menuju Mekah, ternyata gajah tersebut duduk (tidak mau jalan). Mereka akhirnya memaksanya dengan memukulinya, tetapi dia tetap enggan untuk berjalan. Namun, ketika mereka mengarahkan ating selain Mekah ternyata gajah itu mau berjalan. Tidak lama kemudian datanglah pasukan burung Ababil (burung yang ating berkelompok) yang membawa batu-batu di moncong mereka dan ketika batu-batu tersebut menimpa seorang di antara mereka, dia menjadi binasa, Allah Ta’ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al-Fiil: 1-5).
Peristiwa pasukan bergajah terjadi pada bulan Muharram bertepatan dengan akhir Februari atau awal bulan Maret tahun 571 Miladiyah, atau sekitar sebulan setengah sebelum kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Hikmah (pelajaran) yang bisa dipetik:
Mari kita berhenti sejenak untuk memetik beberapa hikmah dan pelajaran dari Peristiwa Tentara Bergajah sebagai berikut:
1. Peristiwa tentara bergajah terjadi dengan hikmah untuk mengangkat kedudukan orang-orang Quraisy di tengah-tengah kabilah Arab.
Mereka adalah kabilah yang terlindungi, walaupun secara tidak langsung karena perlindungan itu datang sebagai konsekuensi dari perlindungan Allah terhadap Ka’bah dan bumi tempat mereka berada adalah bumi yang terjaga, sementara kabilah-kabilah lain yang dilalui oleh Abrahah menuju Mekah sempat dikuasai oleh Abrahah dan bumi mereka menjadi tawanan. Berdasarkan keterangan di atas, kedudukan Quraisy terlihat dan berbeda dengan kabilah-kabilah lainnya.
Kemudian Nabi yang diutus adalah dari Quraisy dan dia hidup di tengah-tengah mereka, kemudian kabilah Quraisy menjadi pengikutnya dan diikuti oleh kabilah-kabilah Arab lainnya. Dengan demikian, kabilah Quraisy adalah ibarat kepala yang dibentuk, kemudian kepala tersebut diikuti oleh seluruh anggota tubuh. Apalah artinya sebuah anggota badan kalau kepalanya tidak ada?
Pengertian seperti ini diperkuat dengan ucapan kabilah-kabilah Arab saat pertempuran antara Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Salam dengan kafir Quraisy berlangsung seimbang. Orang-orang Arab berkata, “Jika Muhammad berhasil mengalahkan Quraisy, maka kita masuk ke dalam agama Muhammad dan jika kepemimpinan tetap dipegang oleh Quraisy, maka kita tidak kehilangan hubungan dengan mereka.”
Setelah terjadi Pembebasan Kota Mekah ketika umat Islam menjadi penguasa Mekah, Kabilah Quraisy takluk dan masuk ke dalam agama Islam, Kabilah-kabilah Arab kemudian mengikuti mereka dengan masuk ke dalam agama Islam secara berbondong-bondong. Setelah Fathu Mekah itulah turun firman Allah:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
“Apabila telah ating pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nashar: 1-3).
Simbol (pimpinan) mereka telah jatuh, kemudian diikuti oleh kabilah-kabilah pengikut setianya. Seandainya tidak ada kabilah yang menjadi kepala bagi suku-suku lainnya, maka dakwah senantiasa menghadapi kabilah Arab lainnya, satu per satu.
Ibnu Hisyam dalam kitab Sirahnya berkata, “Setelah Allah menghalangi pasukan Habasyah dari menyentuh Ka’bah dan menimpakan kepada mereka malapetaka, maka orang-orang Arab menyanjung orang-orang Quraisy dan mereka berkata, “Quraisy adalah keluarga Allah, Allah telah berperang untuk mereka, dan melindungi mereka dari musuh-musuh mereka.”
Allah Ta’ala berfirman,
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut: 67).
Syaikh Muhammad At-Thahir Ibnu Asyur dalam buku tafsirnya berkata, “Ini adalah peringatan khusus untuk penduduk Mekah, mereka diberikan kekhususan di antara Musyrikin Arab karena penduduk Mekah adalah teladan bagi Arab lainnya, bukankah penduduk Arab menanti apa yang akan terjadi dengan Arab Qurasisy? Oleh karena itu, setelah penduduk Mekah masuk Islam pada peristiwa pembebasan Mekah, maka berdatanganlah kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru untuk menyerahkan diri mereka dan masuk ke dalam agama Islam.
2. Perhatikanlah seorang Arab dari kabilah Kinan yang meninggalkan negerinya menuju Yaman, apakah yang menyebabkan mereka meninggalkan negerinya dan melintasi perjalanan yang jauh?
Laki-laki tersebut menempuh perjalanan jauh itu untuk menolong akidahnya, untuk menjaga kehormatan Ka’bah. Dia mengorbankan segalanya demi ideologinya, sebuah fenomena yang semestinya mengingatkan kita tentang hak agama kita ini atas kita, bahwa kita mesti berjalan, berjuang, dan berkorban demi dakwah kepada Allah Ta’ala.
Banyak di antara kita yang merasa malas untuk melakukan pengorbanan demi agama yang mulia ini, sementara laki-laki itu berbuat dengan penuh rintangan dalam perjalanannya semata-mata hanya karena sebuah ungkapan yang dia dengar dan dia ingin melakukan pembelaan terhadap Baitullah (Ka’bah). Keberanian dan pengorbanan seperti itu terpatri pada diri seorang muslim yang memiliki kepedulian untuk menolong agama Allah dan berupaya untuk meaninggikannya.
3. Kondisi Arab pada kejadian pasukan bergajah menunjukkan bahwa mereka terkelompok dan terbagi-bagi, di antara mereka, ada yang tunduk kepada kaisar di Irak.
Di antara mereka, ada yang tunduk kepada kerajaan Romawi di Syam dan di antara mereka ada yang tunduk kepada kekuatan imperium Yaman, dan di antara mereka ada kabilah-kabilah yang selalu melakukan perang saudara, mereka tinggal di tengah-tengah jazirah Arabia.
Namun, tatkala pasukan yang berasal dari luar datang dan melintasi mereka, ternyata mereka tidak mampu melakukan perlawanan. Satu per satu, mereka jatuh ke tangan pasukan bergajah itu.
Jati diri sebagai orang Arab tidak muncul dalam percaturan dunia, kejadian pada kisah pasukan bergajah bisa dijadikan sebagai tolak ukur tentang jati diri orang Arab yang jauh dari cahaya Islam tatkala berhadapan dengan kekuatan luar.
Inilah sesungguhnya kenyataan dari fanatisme kesukuan Arab, kabilah-kabilah yang saling bertarung di antara mereka, ada yang tunduk menghamba kepada kekuatan lainnya, ada yang selalu berperang dengan tetangganya, tidak ada nilai dan harga mereka, kecuali setelah bergabung di bawah bendera Islam. Lembaran baru dalam sejarah Arab dimulai setelah mereka memeluk Islam. Mereka memegang peranan internasional, mereka memilki kekuatan yang sangat diperhitungkan. Ini semua mereka peroleh karena keimanan mereka kepada Allah (dan membela Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam).
Siapa saja yang memiliki pengetahuan tentang Arab sebelum datangnya cahaya Islam dan setelah mereka mendapatkan cahaya tersebut, mereka pasti mengetahui bahwa mereka tidak memiliki nilai yang dikenang dan belum pernah mengibarkan bendera kebanggaan yang ditakuti oleh lawan, kecuali setelah bersama Islam. Bersama Islam, mereka menaklukkan negara-negara lain dan menjadi penguasa atas negerianegeri mereka.
Ajakan kepada Al-Urubah (Arabisme) sebagai sebuah tujuan akhir, jika kita mencari landasannya dalam naungan Islam, kita telusuri ayatayat Al-Qur’an, maka tidak akan pernah ada dalam Al-Qur’an, kata Arabisme atau kata Arab sekalipun; Tidak ada ayat dalam Al-Qur’an yang memanggil mereka dengan kata, ”Wahai orang-orang Arab, yang ada hanyalah, ”Wahai manusia”, “Wahai orang-orang yang beriman” , “Wahai orang-orang yang Kafir”.
Syaikh bin Baz Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ajakan pan-Arabisme adalah sebagaimana dia menjelekkan Islam dan memerangi Islam di negerinya, dia juga menjelekkan orang Arab itu sendiri dan merupakan salah satu bentuk kriminal besar terhadap orang Arab, karena ajakan tersebut adalah ajakan yang akan memisahkan mereka dari Islam, yang merupakan sumber jati diri mereka yang paling besar dan landasan kemuliaan mereka yang paling agung. Islamlah yang menjadi tulang punggung mereka dalam mendapatkan jati diri mereka hingga mampu berkuasa terhadap dunia. Oleh karena itu, orang Arab berakal mana yang rela mengajak ke pan-Arabisme setelah mengetahui keutamaan persaudaraan karena Islam dan mengetahui bahwa tujuan pan-Arabisme adalah untuk menghilangkan jati diri orang Arab?”
Oleh karena itu, peristiwa pasukan bergajah merupakan pelajaran yang sangat besar bagi setiap yang terpesona dengan propaganda pan-Arabisme, karena kapan orang Arab menjauh dari norma agamanya dan kembali kepada fanatisme golongan, maka kekuatan mereka tidak akan beda dengan kondisi kekuatan Arab yang lemah, tidak bisa berbuat apa-apa tatkala diserang oleh Pasukan Abrahah dari Habasyah.
Sikap Abdul Muththalib padahal dia adalah seorang musyrik, memberikan pelajaran bagi seorang muslim tentang pentingnya bergantung kepada Allah Ta’ala, bertawakkal kepada-Nya, dan yakin akan datangnya pertolongan dari Allah. Jika Abdul Muththalib saja bisa berkata, “Ka’bah memiliki pelindung yang akan menjaganya”, Dia katakan itu dengan penuh keyakinan bahwa Ka’bah dilindungi oleh Pemilik-Nya, lalu apakah yang pantas dikatakan kepada seorang muslim yang lalai dari memahami makna seperti itu bahwa Allah Ta ‘ala akan menolong agama-Nya, Nabi-Nya, dan hamba-Nya yang shalih?
Alangkah perlunya umat Islam dewasa ini kepada ketegaran seperti itu, dalam kondisi mereka selalu bergantung pada sebab. Banyak di antara mereka larut dalam mencari sebab-sebab kemenangan. Padahal, seharusnya mereka menanamkan keyakinan yang kuat kepada Allah datangnya pertolongan. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7).
Dialah Allah yang berfirman tentang peristiwa Gajah:
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
“Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?” (QS. Al-Fiil: 2).
5. Abdul Muththalib tatkala melontarkan perkataannya yang terkenal itu, “Dan Ka’bah memiliki Pelindung yang akan menjaganya”, bukanlah semata-mata karena ingin berlepas tangan dari tanggung jawab sebagai seorang pemimpin, karena mereka adalah orang-orang Arab yang dikenal dengan jati dirinya dan keberaniannya. Dia mengatakannya dengan maksud memberikan peringatan kepada Abrahah.
Untaian kata tersebut memang terkesan lemah dan kalah serta terkesan hanya dikatakan oleh orang yang lemah, tetapi pada hakikatnya, tidak seperti itu. Kata tersebut mengandung peringatan yang tegas kepada seorang lelaki beragama Nashrani bernama Abrahah. Dia mengingatkan bahwa Abrahah tidak memerangi penduduk Mekah, tetapi memerangi Allah karena dia bermaksud menghancurkan rumah yang telah dibangun oleh kekasih Allah dan atas perintah Allah, sebuah peringatan yang dikatakan oleh Abdul Muththalib, sementara dia adalah seorang musyrik. Sikap seperti itu seharusnya selalu dimiliki oleh muslim yang yakin bahwa pertolongan Allah pasti datang. Kata-kata tersebut adalah genderang perang yang belum dikenal manusia sebelumya dan siapakah yang mampu melakukan perang melawan Allah?
6. Peristiwa Tentara Bergajah adalah pelajaran bagi setiap yang tergoda jiwanya untuk melakukan perlawanan terhadap Haramillah (Tanah yang disucikan Allah). Allah sendiri yang menjaga Rumah–Nya walaupun waktu itu masih dikelilingi oleh orang musyrikin dan kesyirikannya.
Kemudian bagaimana lagi dengan sekarang, saat Rumah Allah itu telah dikelilingi oleh orang-orang mukmin yang bertawaf, i’tikaf, ruku, dan bersujud?
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Adapun Ka’bah, maka Allah telah memuliakan, mengagungkan, serta menjadikannya sebagai tempat yang haram (suci). Dengan demikian, Allah tidak memberikan kesempatan kepada seorang untuk merendahkannya, baik sebelum Islam maupun setelah Islam, dan tatkala tentara bergajah bermaksud jahat terhadap Baitullah itu, maka Allah mengazabnya dengan siksaan yang sudah masyhur itu.”
7. Pada peristiwa Pasukan Bergajah dapat memberikan kemantapan iman bagi setiap mukmin yang berjuang untuk melawan makar musuh Allah, karena kalau Allah menjaga dan menyelamatkan Rumah–Nya, maka pastilah Dia akan menjaga dan menyelamatkan orang yang berjuang untuk agama-Nya, membela Rasul-Nya, dan hamba-hamba–Nya yang beriman, karena martabat seorang mukmin lebih besar dari martabat Ka’bah.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa suatu saat dia memandang Ka’bah sambil berkata, “Alangkah agungnya kehormatanmu dan alangkah agungnya keharamanmu (kesucianmu), tetapi kehormatan dan harga diri seorang muslim lebih besar di sisi Allah daripada kamu.” Kalau saja kehormatan seorang mukmin lebih mulia, maka tidak diragukan lagi bahwa Allah lebih menjaga dan membelanya, karena Dialah yang berfirman dalam Al-Qur’an:
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
“Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?” (QS. Al-Fil: 2).
8. Penjagaan Allah terhadap Ka’bah menunjukkan posisi dan keistimewaan khusus, dan menambah keyakinan bagi yang selama ini memendam kecintaan dan penghormatan terhadap Ka’bah.
Oleh karena itu, bukanlah merupakan hal yang aneh jika muncul dari tempat yang mulia ini orang berseru kepada Allah, karena dia adalah bumi yang dijaga oleh Allah. Terutama kejadian tentara bergajah itu bertepatan dengan tahun kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Syaikhul Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziah Rahimahullah berkata, “Kejadian pada tentara bergajah adalah pengantar kelahiran seorang Nabi dan pengembalian jati diri Ka’bah. Cobalah renungkan para tentara bergajah itu adalah orang yang beragama Nashrani dan memiliki kitab suci, dan agama mereka pada dasarnya lebih baik dari agama penduduk Mekah pada waktu itu, karena penduduk Mekah adalah penyembah berhala. Kemudian Allah memenangkan penduduk Mekah atas Ahlul kitab, tanpa ada rekayasa manusia. Semua itu untuk menjadi pengantar datangnya seorang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang akan lahir di bumi Mekah dan sebagai penghormatan terhadap Baitul Haram.
9. Bahwa kabilah yang telah diberikan pertolongan oleh Allah pada kejadian tentara bergajah, hal yang menjadi pembeda dengan kabilah-kabilah lainnya karena telah mendapatkan penjagaan dari Allah, kemudian setelah itu, diutus Nabi pilihan dari kabilah yang sama, maka saatnya kita berhenti sejenak untuk merenungkan dengan untaian kata, apa yang menjadi rahasia semua itu? Kenapa harus dari kabilah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bukankah banyak kabilah Arab lainnya?
Mengedepannya sebuah kabilah kemudian dilanjutkan dengan terpilihnya seorang Rasul dari Kabilah yang sama memberikan hikmah dan pelajaran bahwa dalam berdakwah, mesti memberikan prioritas kepada tokoh dan orang-orang penting. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diutus untuk pertama kalinya kepada tuannya kabilah Arab dan itu adalah tugas beliau yang pertama, dan begitulah semestinya aang da’i memulai dakwahnya. Jika di rumah, maka sang da’i memulai dari bapaknya dan kalau di sekolah, dimulai dari pimpinannya, serta kalau di kampung, maka dimulai dari kepala sukunya, dan begitulah seterusnya. Tokoh dan yang memiliki jabatan penting, mestinya diberikan haknya dan di antara haknya adalah memulai dari mereka karena mereka memiliki peranan besar dalam mempengaruhi yang lain.
10. Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, “Allah ‘Azza wa Jalla melindungi Ka’bah dari gajah itu -walaupun nantinya pada akhir zaman (sebelum kiamat) akan ada orang dari Habasyah yang akan mengahancurkan Ka’bah dengan membongkar batu-batanya satu per satu hingga rata dengan tanah,karena kisah itu menjadi pengantar lahirnya seorang Nabi bernama Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang dengan sendirinya memberikan penghormatan kepada Ka’bah yang terletak di lingkungan tempat Nabi itu akan diutus.
Adapun pada akhir zaman, maka tatkala pemilik Ka’bah dan yang tinggal di sekitarnya mulai menghinakan dan menyepelekan kehormatan Ka’bah dengan melakukan kemaksiatan secara zhalim, maka pada saat itulah, Allah memunculkan orang yang menguasai mereka hingga menghancurkan Ka’bah sampai rata dengan tanah. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi penduduk Mekah pada khususnya untuk menghindari dosa, maksiat dan kemusyrikan agar kehormatan Ka’bah tidak terinjak-injak yang menyebabkan mereka terhinakan.