Allah berfirman:
(( يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا))
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya….” (QS. An-Nur: 27)
Allah berfirman:
((… فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً… ))
“… Maka, apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik ….” (QS. An-Nur: 61)
Dan, Allah berfirman:
((وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا))
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)…” (QS. An-Nisa’: 86)
Rasulullah bersabda,
خَلَقَ اللهُ آدَمَ، وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ، فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ مِنَ الْمَلائِكَةِ، فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ: تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ، فَقَالَ: السَّلامُ عَلَيْكُمْ، فَقَالُوا: السَّلامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللهِ
“Allah telah menciptakan Adam dengan tinggi 60 hasta, kemudian Dia berfirman, “Pergilah kamu, berikan salam kepada para malaikat dan dengarkan jawaban mereka atas salammu. Salammu dan salam seluruh anak keturunanmu. Maka, Adam mengucapkan, ‘Assalaamu ‘alaikum!’ Maka para malaikat menjawab, ‘Assalaamu ‘alaika wa rahmatullaah.” Para malaikat menambahkan kalimat wa rahmatullaah.” (HR. Al-Bukhari no. 3326 dan Muslim no. 2841).
Rasulullah juga bersabda:
لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Ketahuilah, aku mengabarkan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian saling mencintai. Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.”
Dan, Nabi bersabda,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ…
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya itu ada enam.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika kalian saling bertemu, maka ucapkanlah salam kepadanya …” (Al-hadits).
Di Antara Adab Mengucapkan Salam
1. Di Antara Perkara yang Disunnahkan Adalah Membiasakan Diri untuk Saling Memberi dan Menyampaikan Salam Serta Kewajiban untuk Menjawabnya
Dalil disunnahkannya hal ini sangatlah banyak, di antaranya adalah sabda Nabi di atas. Demikian pula yang dilakukan oleh Nabi dan para shahabatnya, dan dalil-dalil yang telah populer tersebut sudah mencukupi dari nash-nash lainnya. Adapun menjawab salam, maka hukumnya adalah wajib. Seorang muslim diwajibkan menjawab salam, jika tidak maka ia berdosa.
Dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya menjawab salam sangatlah banyak, di antaranya adalah firman Allah,
((وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا…))
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balas penghormatan itu (dengan yang serupa) ….” (An-Nisa’: 86)
Ibnu Hazm, Ibnu ‘Abdil Barr dan Syaikh Taqiyyuddin telah mengutip ijma’ tentang wajibnya menjawab salam.
Pertanyaan: Jika seseorang mengucapkan salam kepada jama’ah, apakah setiap orang dari jama’ah tersebut diwajibkan menjawab salamnya atau cukup salah seorang dari mereka saja?
Jawab: Seseorang yang mengucapkan salam kepada jama’ah, jika setiap orang dari jama’ah tersebut menjawab, maka itulah yang lebih utama. Akan tetapi, jika satu orang saja dari mereka yang menjawab salamnya sedangkan yang lainnya diam, maka yang lainnya sudah tidak lagi diwajibkan menjawabnya.
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata,
يجزئ عن الْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ، وَيُجْزِئُ عَنِ الْجُلُوسِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ
“Salam salah seorang dari jama’ah sudah mewakili jama’ah lainnya jika mereka lewat di depan orang lain dan jawaban salam salah seorang di antara semua yang duduk sudah mewakili yang lainnya.” (HR. Abu Daud no. 5210. Syaikh al-Albani berkata, “Hadits Shahih”)
2. Sifat Salam
a. Ucapan salam yang paling utama:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
b. Kemudian berikutnya:
السلام عليكم ورحمة الله
c. Dan, yang terakhir:
السلام عليكم
وَدليل ذلك: ما رواه أبو هُرَيْرَة أَن رجلا مر على رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وَهُوَ فِي مجْلِس فَقَالَ: سَلام عَلَيْكُم فَقَالَ: عشر حَسَنَات
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seseorang melewati Rasulullah sedangkan beliau sedang duduk di dalam majelis, maka laki-laki itu berkata, “Assalaamu ‘alaikum!” Maka Rasulullah bersabda, “Dia telah mendapat sepuluh kebaikan.”
فَمر رجل آخر فَقَالَ: السَّلَام عَلَيْكُم وَرَحْمَة الله فَقَالَ: عشرُون حَسَنَة
Kemudian seorang lainnya melintas sambil berkata, “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah.” Rasulullah bersabda, “Dia telah mendapat dua puluh kebaikan.”
فَمر رجل آخر فَقَالَ: السَّلَام عَلَيْكُم وَرَحْمَة الله وَبَرَكَاته فَقَالَ: ثَلَاثُونَ حَسَنَة
Kemudian seorang lainnya lagi melintas dan berkata, “Assalamu’alaikum wa rahmatullaah wa barakaatuh.” Maka Rasulullah bersabda, “Dia telah mendapat tiga puluh kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi no. 2689, dan ia berkata, “Hadits ini hasan shahih gharib dari jalan ini.” Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 986, dan Syaikh al-Albani berkata, “Hadits shahih.”)
Adapun sifat menjawab salam sama seperti ucapan orang yang memberi salam, atau dengan ucapan yang lebih baik, berdasarkan firman Allah:
((وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا))
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu pengharmatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (QS. An-Nisa’: 86)
Dan, hendaklah jawaban salam itu dalam bentuk jamak (banyak), meskipun hanya kepada satu orang saja, yaitu dengan mengucapkan, “Wa’alaikumus salaam wa rahmatullaah wa barakaatuh.”
Pertanyaan: Apabila seorang mengucapkan salam dengan sempurna, yakni hingga kalimat “wabarakaatuh,” apakah disyari’atkan memberikan tambahan setelahnya ketika menjawab salam untuk memenuhi zhahir ayat
((بِأَحْسَنَ مِنْهَا))
(“Dengan yang lebih baik darinya”) seperti dengan menambahkan kalimat “Wa magfiratuhu wa ihsaanuhu …?”
Jawab: Tidak ada tambahan sedikit pun setelah kalimat “wa barakaatuh” ketika menjawab salam meskipun orang yang memberi salam mengucapkannya hingga kalimat “wa barakaatuh. ”
lbnu Abdil Barr berkata, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar mengatakan, Ucapan salam itu cukup sampai kalimat wa barakaatuh, sebagaimana Allah menyebutkan hamba-hamba-Nya yang shalih.
Allah berfirman:
(( … رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ … ))
“… (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! ….” (QS. Huud: 73)
Keduanya tidak menyukai seseorang menambahkan ucapan salam setelah kalimat “wa barakaatuh.”
3. Dimakruhkan Mengucapkan Salam Hanya dengan Kalimat ‘Alaikassalaam
Beberapa hadits shahih menjelaskan perkara ini, di antaranya adalah hadits yang telah diriwayatkan dari Jabir bin Salim al-Hujaimi, bahwa dia berkata,
“Aku mendatangi Nabi dan mengucapkan ‘Alaikas salaam.’ Maka beliau bersabda, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikas salaam, akan tetapi ucapkanlah as-salaamu ‘alaika.”
Dan Abu Dawud meriwayatkan dengan lafazh,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ فَقَالَ: ” لَا تَقُلْ: عَلَيْكَ السَّلَامُ، وَلَكِنْ قُلْ: السَّلَامُ عَلَيْكَ فإن عليك السلامَ تحيةُ الميت
“Aku mendatangi Nabi dan mengucapkan, ‘Alaikas salaam wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, ‘Jangan engkau mengucapkan ‘alaikas salam, karena sesungguhnya ucapan seperti itu untuk orang yang telah mati…”
Hadits-hadits di atas menunjukan makruhnya mengucapkan salam dengan kalimat ‘alaikas salaam. Dan, sebagian ulama merinci masalah ini, sementara kami telah merasa cukup dengan keterangan hadits yang sudah terang dan jelas.
4. Disunnahkan Mengulangi Salam Hingga Tiga Kali Apabila Salam Itu Disampaikan Kepada Jama’ah yang Banyak, atau Ketika Ragu Apakah Mereka Mendengar Salamnya atau Tidak
Diriwayatkan dari Anas bahwa apabila Nabi berbicara dengan sebuah kalimat, beliau mengulanginya hingga tiga kali, dan jika beliau mendatangi sekelompok kaum, beliau mengucapkan salam hingga tiga kali.…
Imam an-Nawawi berkata-setelah hadits ini-, “Hal ini dilakukan ketika jama’ahnya sangat banyak.” Dan lbnu Hajar menambahkan, Juga apabila disangka bahwa salam itu belum didengar, maka dibolehkan mengulanginya dua atau tiga kali, dan tidak boleh lebih dari tiga kali.
5. Disunnahkan Mengeraskan Suara Ketika Memberi Salam, Begitu Pula Sebaliknya
Sungguh Nabi telah memberikan petunjuk tentang mengucapkan salam dengan suara yang keras, begitu juga bagi orang yang menjawabnya Orang yang mengucapkan salam dengan suara pelan tidak akan mendapatkan pahala, kecuali dalam keadaan yang memang dikecualikan sebagaimana yang akan disebutkan.
Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab al-Adab sebuah atsar lbnu ‘Umar dari jalan Tsabit bin ‘Ubaid, ia berkata,
أتيت مجلساً فيه عبد الله بن عمر فقال: إذا سلَّمت فأسمع فإنها تحية مباركة طيبة
“Aku mendatangi sebuah majelis yang di dalamnya terdapat Ibnu ‘Umar, dan ia berkata, ‘Jika mengucapkan Salam maka perdengarkanlah, karena sesungguhnya salammu akan mendatangkan keberkahan dan kebaikan.”
Ibnul Qayyim menjelaskan, “Bahwa di antara petunjuk Nabi beliau senantiasa memperdengarkan jawaban salam kepada orang yang mengucapkan salam kepada beliau.”
Ibnu Hajar berkata, “Perintah menyebarkan salam merupakan dalil yang menunjukkan bahwa salam dengan suara lirih (pelan) tidaklah cukup, akan tetapi disyaratkan mengeraskannya. Batas minimal adalah memperdengarkan awal salam dan juga jawabannya. Tidak cukup hanya sebatas isyarat dengan tangan atau selainnya.
Imam an-Nawawi berkata, “Ucapan salam minimal sehingga dikatakan telah menunaikan Sunnah mengucapkan salam adalah dengan mengeraskan suara, sehingga yang diberi salam mendengarnya. Jika orang yang diberi salam tersebut tidak mendengarnya, maka ia tidak dikatakan telah mengucapkan salam, dan orang yang diberi salam tidak diwajibkan menjawabnya. Dan, kewajiban menjawab salam yang paling minimal adalah dengan mengeraskan suara sehingga terdengar oleh orang yang mengucapkan salam. Apabila dia tidak mendengarnya, maka kewajiban menjawab salam belum terpenuhi.”