6. Sudah Sepantasnya Orang yang Meminta Izin Tidak Mengetuk Pintu Terlalu Keras
Karena, hal ini termasuk adab yang buruk.
عن أنس بن مالك رضي الله عنهما إِنَّ أَبْوَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كانت تقرع بالأظافير.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia berkata, “Pintu rumah Nabi diketuk dengan menggunakan kuku.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Adab ini dilakukan oleh para shahabat sebagai gambaran dari adab yang tinggi. Ini adalah adab terpuji yang hendaknya dilakukan oleh seseorang yang berada di dekat pintu rumah orang lain. Adapun jika jauh dari pintu sehingga suara ketukan pintu dengan kuku tidak terdengar, maka sebaiknya mengetuk pintu dilakukan lebih keras lagi sesuai kebutuhan.”
Al-Maimuni berkata, “Seorang wanita mengetuk pintu rumah Abu Abdillah dengan ketukan yang keras, maka Abu ‘Abdillah keluar dan mengatakan, “Ini adalah ketukan polisi!”.
7. Jika Pemilik Rumah Menyuruh Orang yang Meminta Izin untuk Kembali, Maka la Harus Kembali
Hal ini berdasarkan firman Allah:
(( …وإن قيل لكم ارجعوا فارجعوا هو أزكى لكم …))
Dan, jika dikatakan kepadamu, “Kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu kembali Itu lebih bersih bagimu ….” (An-Nur: 28)
Qatadah mengatakan,
قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ: لَقَدْ طَلَبْتُ عُمْرِي كُلَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ فَمَا أَدْرَكْتُهَا: أَنْ أَسْتَأْذِنَ عَلَى بَعْضِ إِخْوَانِي، فَيَقُولَ لِي: ارْجِعْ، فَأَرْجِعَ وَأَنَا مُغْتَبِطٌ
“Sebagian kaum Muhajirin berkata, “Sungguh seluruh umurku telah tersita pada ayat ini. Dan, tidaklah aku mendapati ayat ini ketika aku meminta izin kepada saudara-saudaraku, lalu mereka berkata kepadaku, “Pergilah maka aku pun pergi dalam keadaan geram…”
8. Tidak Dibolehkan Memasuki Rumah Orang Lain yang Tidak Ada Seorang pun di Dalamnya
Karena, hal itu termasuk sikap sewenang-wenang terhadap hak orang lain. Ibnu Katsir mengatakan, “Hal itu termasuk menggunakan milik orang lain tanpa izinnya. Jika ia mau, maka ia akan mengizinkannya, dan jika tidak maka ia tidak akan mengizinkannya.”
9. Apabila Seseorang Diundang atau Dikirim Kepada Orang Lain Seorang Utusan, Maka la Tidak Perlu Meminta izin
Karena, di dalam undangan dan diutusnya seseorang untuk menjemputnya terkandung permintaan izin. Maka, undangan atau seseorang yang menjemputnya sudah mewakili permintaan izin.
رَوَى أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «رَسُولُ الرَّجُلِ إِلَى الرَّجُلِ إِذْنُهُ»
Diriwayatkan dari Abu Hurairah: bahwa Nabi bersabda; “Utusan seseorang kepada seseorang adalah izin baginya.”
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ قَالَ: «إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَجَاءَ مَعَ الرَّسُولِ فَإِنَّ ذَلِكَ لَهُ إِذْنٌ»
Juga dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila seseorang mengundang kalian untuk makan, kemudian ia mengutus seseorang sebagai utusannya, maka itu merupakan izin baginya.”
Sebagian ulama mengecualikan dalam masalah ini seseorang yang terlambat menghadiri undangan tepat pada waktunya, atau ketika itu ia berada di tempat (waktu) yang mengharuskannya meminta izin, maka ia harus meminta izin.
10. Meminta lzin Ketika Hendak Berdiri dan Meninggalkan Majelis
Ini adalah adab Nabawiyyah yang mulia. Pengunjung diarahkan untuk memiliki adab ketika hendak meninggalkan majelis. Maka, sebagaimana engkau meminta izin ketika hendak masuk, begitu pula hendaknya engkau meminta izin ketika hendak meninggalkan majelis.
Mungkin alasan diharuskannya hal itu karena ditakutkan mata akan melihat hal-hal yang tidak halal untuk dilihat, atau minimal hal-hal yang tidak disukai.
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ – رضي الله عنهما – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: “إِذَا زَارَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَجَلَسَ عِنْدَهُ، فلَا يَقُومَنَّ حَتَّى يَسْتَأذِنَهُ”
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan, “Nabi bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengunjungi saudaranya kemudian duduk di dekatnya, maka janganlah berdiri hingga ia meminta izin kepadanya.”
Dalam hadits tersebut terkandung peringatan agar beradab dengan adab yang mulia, bahwa orang yang berkunjung sepantasnya tidak berdiri hingga ia diberi izin oleh tuan rumah. Kebanyakan manusia di sebagian negeri Arab telah mengabaikan adab-adab Nabawiyyah yang mulia ini. Engkau akan dapati mereka keluar dari majelis tanpa meminta izin, tidak sebatas ini saja, bahkan tanpa salam. Hal ini jelas-jelas telah menyelisihi adab-adab Islam lainnya. Demikian yang dikatakan oleh Syaikh al-Albani
11. Meminta Izin Kepada Ibu, Saudara Perempuan, dan Orang-Orang yang Memiliki Hukum yang Sama dengan Keduanya (Dalam Kekerabatan)
Hal ini dimaksudkan agar pandangan tidak melihat hal-hal yang dilarang, seperti aurat, atau hal-hal lainnya yang tidak disukai oleh kaum wanita jika diketahui oleh selain mereka.
عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عَبْدِ الله قال: أأستأذن عَلَى أُمِّي؟ فَقَالَ: مَا عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهَا تحب أن تراها.
Diriwayatkan dari ‘Alqamah, ia berkata, “Seorang laki-laki mendatangi Abdullah dan mengatakan, “Apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?” Maka ‘Abdullah mengatakan, ‘Tidak setiap keadaan ibumu engkau sukai jika melihatnya?”.
عن مُسْلِمَ بْنَ نَذِيرٍ يَقُولُ: سَأَلَ رَجُلٌ حُذَيْفَةَ فَقَالَ: أَسْتَأْذِنُ عَلَى أُمِّي؟ فَقَالَ: إِنْ لَمْ تستأذنْ عليها رأيتَ ما تُكرَهُ.
Diriwayatkan dari Muslim bin Nadzir, ia mengatakan, “Seorang laki-laki bertanya kepada Hudzaifah, “Apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?’ Hudzaifah menjawab, ‘Jika engkau tidak meminta izin kepadanya, engkau akan melihat hal yang engkau tidak suka.…
عَنْ عَطَاءٍ قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ: أَسْتَأْذِنُ عَلَى أُخْتِي؟ فَقَالَ: نَعَمْ، فَأَعَدْتُ فَقُلْتُ: أُخْتَانِ فِي حِجْرِي، وَأَنَا أُمَوِّنُهُمَا وَأُنْفِقُ عَلَيْهِمَا، أَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِمَا؟ قَالَ: نَعَمْ، أَتُحِبُّ أَنْ تَرَاهُمَا عُرْيَانَتَيْنِ؟
Diriwayatkan dari ‘Atha’,” ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, “Apakah aku harus meminta izin kepada saudara wanitaku?” Maka ia menjawab, “Ya.” Aku mengulanginya lagi, lalu mengatakan. “Aku memiliki dua saudara wanita di dalam rumahku. Aku menjaga dan memberikan nafkah kepada keduanya, apakah aku juga harus meminta izin kepada keduanya? Ibnu ‘Abbas menjawab, “Ya, apakah engkau senang jika melihat keduanya telanjang?!”
12. Disunnahkan Memberi Kabar Terlebih Dahulu Kepada Istri Ketika akan Masuk Rumah
Tujuannya agar suami tidak melihat istrinya dalam keadaan yang bisa membuatnya marah, atau istri sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh suaminya.
عن زينبَ امرأةِ ابنِ مسعودٍ-رضي الله عنها- قالت: كان عبدُ الله إذا جاء من حاجة تنحنح وبزق كراهة أن يهجم منا على أمر يكرهه
Diriwayatkan dari Zainab, istri lbnu Mas’ud, ia berkata, “Jika ‘Abdullah pulang setelah menyelesaikan suatu keperluan, maka ia berdehem karena khawatir kami berada dalam keadaan yang tidak ia sukai.”
ال أحمد: إذا دخل على أهله يتنحنح
Ahmad berkata, “Jika ia masuk ke rumah keluarganya, maka ia berdehem terlebih dahulu.”
وقال منها: سألت أحمد عن الرجل يدخل منزله، ينبغي له أن يستأذن؟ قال: يحرك نعله إذا دخل
Dan beliau mengatakan, “Ahmad ditanya tentang seseorang yang masuk ke rumahnya, apakah ia harus meminta izin? Maka Ahmad menjawab, “Hendaklah ia mengeraskan suara sandalnya jika ia masuk”
13. Para Pembantu dari Kalangan Budak dan Anak-Anak yang Belum Baligh Diharuskan Meminta Izin Dalam Tiga Keadaan
Pertama: Sebelum shalat Fajar
Kedua: Waktu tidur siang sebelum Zuhur
Ketiga: Setelah shalat Isya’
Dan, selain ketiga waktu tersebut maka tidak ada dosa lbnu Katsir berkata, “Maksudnya, apabila mereka masuk selain dari tiga waktu di atas, maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian membolehkan mereka, dan mereka pun tidak berdosa jika melihat sesuatu selain di tiga waktu tersebut.
Karena, mereka telah diberi izin untuk masuk dan mereka adalah orang-orang yang selalu hilir mudik di tengah-tengah kalian, yakni sebagai pembantu dan lain sebagainya…(kemudian beliau menyebutkan atsar lbnu ‘Abbas): Diriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas bahwa dua orang laki-laki bertanya kepada beliau tentang adab meminta izin pada tiga aurat yang telah dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur’an.
Maka, Ibnu ‘Abbas berkata,
إِنَّ اللَّهَ سِتِّيرٌ يُحِبُّ السِّتْرَ، كَانَ النَّاسُ لَيْسَ لَهُمْ سُتُورٌ عَلَى أَبْوَابِهِمْ وَلا حِجَالٌ فِي بُيُوتِهِمْ فَرُبَّمَا فَاجَأَ الرَّجُلَ خَادِمُهُ أَوْ وَلَدُهُ أَوْ يَتِيمُهُ فِي حِجْرِهِ وَهُوَ عَلَى أَهْلِهِ،
“Sesungguhnya Allah Maha menutupi aurat hamba-Nya dan Dia menyukai jika hamba-Nya menutup aurat. Sedangkan kaum muslimin saat itu tidak mempunyai penutup di depan pintu-pintu rumah mereka, dan tidak juga penghalang di rumah mereka. Terkadang seseorang dikejutkan oleh pembantu, anaknya atau anak angkat yang diasuhnya, sementara ia tengah bercengkerama dengan istrinya.
فَأَمَرَهُمُ اللَّهُ أَنْ يَسْتَأْذِنُوا فِي تِلْكَ الْعَوْرَاتِ الَّتِي سَمَّى اللَّهُ، ثُمَّ جَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَعْدُ بِالسُّتُورِ فَبَسَطَ عَلَيْهِمْ فِي الرِّزْقِ فَاتَّخَذُوا السُّتُورَ وَاتَّخَذُوا الْحِجَالَ، فَرَأَى النَّاسُ أَنَّ ذَلِكَ قَدْ كَفَاهُمْ مِنَ الاسْتِئْذَانِ الَّذِي أُمِرُوا بِهِ
Maka, Allah memerintahkan kepada mereka untuk meminta izin pada tiga waktu aurat yang telah disebutkan oleh Allah. Kemudian Allah memerintahkan untuk membuat penghalang, lalu Dia memudahkan rizki bagi mereka. Mereka pun lantas menjadikan penghalang (tirai) dan juga membuat dinding penghalang. Kemudian kaum muslimin menganggap hal itu sudah cukup bagi mereka dari permintaan izin yang sebelumnya telah diperintahkan kepada mereka.”