BAGIAN 1
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Allah Ta’ala berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan AI-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa’: 82)
Allah juga berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad: 24)
Dan, Allah berfirman:
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Atau lebih dari seperdua itu. Dan, bacalah Al-Qur’an itu dengan Perlahan-lahan.” (Al-Muzzammil: 4)
Nabi bersabda:
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : …ما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله و يتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة و غشيتهم الرحمة و حفتهم الملائكة و ذكرهم الله فيمن عنده
“… Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mempelajari Sunnah Nabi mereka, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan (sakinah), dan mereka akan diliputi rahmat Allah, para malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah akan menyebutnyebut mereka kepada malaikat yang berada di sisi-Nya.…”
Beliau bersabda:
خيركم من تعلم القرآن و علمه
“Dan sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari AI-Qur’an dan mengajarkannya.”
Dan beliau bersabda:
الماهر بالقرآن مع السّفرة الكرام البررة والّذي يقرأ القرآن ويتتعتع فيه وهو عليه شاقّ له أجران.
“Seorang yang fasih membaca Al-Qur’an akan bersama para malaikat yang mulia dan berbakti, dan seorang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata serta dia kesulitan dalam membacanya, maka dia memperoleh dua pahala.”
Adab-Adab Membaca Al-Qur’an
1. Memperhatikan Niat Ikhlas Ketika Mempelajari AI–Qur’an dan Membacanya
Membaca Al-Qur’an adalah ibadah yang dengannya bertujuan untuk bertemu dengan wajah Allah, maka setiap amal ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah tanpa disertai dua syarat diterimanya amal-yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syari’at-niscaya amalan tersebut akan tertolak.
Imam an-Nawawi mengatakan, “Yang pertama kali diperintahkan kepada seorang qari’ (pembaca) Al-Qur’an adalah keikhlasan dalam membacanya, dan hanya menginginkan perjumpaan dengan wajah Allah dari bacaan Al-Qur’an tersebut, serta tidak menginginkan sesuatu selainnya.”
Apa yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi ini benar, karena di antara para qari’ ada yang membaca al-Qur’an dengan tujuan agar perhatian manusia tertuju kepadanya, juga agar mereka mendatangi majelisnya, menyanjung dan menghormatinya, kita memohon kepada Allah keselamatan.
Dan, cukuplah sebagai peringatan bagi qari’ tersebut, agar dia mengetahui siksaan bagi seseorang yang mempelajari Al-Qur’an dengan maksud agar dia dikatakan sebagai seorang qari’ Al-Qur’an,
Imam Muslim telah meriwayatkan sebuah hadits di dalam kitab Shahih beliau, dari hadits Abu Hurairah, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali putusannya dijatuhkan pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid.
Lalu dia pun didatangkan, kemudian disebutkan berbagai nikmat yang telah diberikan kepadanya dan dia pun mengakuinya. Allah berfirman kepadanya, ‘Apa yang telah engkau kerjakan atas segala nikmat tersebut?’ Dia menjawab, ‘Aku berperang karena Engkau hingga aku mati syahid.’ Allah berfirman, ‘Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau berperang agar dikatakan sebagai seorang yang gagah berani, dan hal itu telah dikatakan kepadamu.’ Kemudian dia pun diperintahkan agar diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan kedalam Api neraka.
Dan, seseorang yang mempelajari ilmu lalu mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an. Kemudian dia dihadapkan, lalu disebutkanlah berbagai nikmat yang telah diberikan kepadanya dan dia pun mengakuinya. Allah berfirman, ‘Apa yang telah engkau kerjakan atas segala nikmat tersebut?’ Dia menjawab, ‘Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca al-Qur’an karena Engkau.’ Allah berfirman, “Engkau telah berdusta, akantetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan sebagai seorang yang alim, dan engkau membaca Al-Qur’an agar engkau dikatakan sebagai seorang qari’, dan hal itu telah dikatakan kepadamu.’ Kemudian dia pun diperintahkan agar diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan kedalam Api neraka.’” (Al-hadits)
2. Mengamalkan Kandungan Al-Qur’an
Yakni menghalalkan segala sesuatu yang dihalalkan di dalam Al-Qur’an, mengharamkan segala sesuatu yang diharamkannya, berhenti pada setiap apa yang dilarangnya, mengerjakan setiap perintahnya dan mengamalkan setiap ayat-ayatnya yang muhkam dan beriman dengan ayat-ayat yang mutasyabih, serta menegakkan setiap hukum-hukum dan huruf-hurufnya.
Terdapat larangan yang sangat keras bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Qur’an tetapi dia tidak mengamalkannya.
3. Anjuran untuk Selalu Mengingat al-Qur’an dan Selalu Menjaganya
Mengingat-ingat al-Qur’an adalah dengan membiasakan diri membaca Al-Qur’an dan selalu berupaya mengingatnya. Adapun menjaganya adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjaganya dengan tetap konsisten mempelajari dan membacanya.
Apabila seseorang yang telah memfokuskan diri untuk menghafal Kitabullah yang mulia dan yang telah menghafalkannya, dia tidak menjaganya dengan mempelajari dan mengingat-ingatnya kembali, maka hafalannya akan mudah terlupakan. Al-Qur’an sangatlah mudah lepas dari dada seseorang, oleh karena itu dia harus memfokuskan perhatian dan lebih sering mempelajari dan membacanya.
Rasulullah telah memberikan sebuah pemisalan kepada kita tentang seorang penyandang Al-Qur’an yang memperhatikan Al-Qur’an dan seseorang yang melalaikannya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya pemisalan seorang penyandang al-Qur’an bagaikan pemilik unta yang sedang terikat Jika dia menjaganya dengan baik tentu dia akan memegangnya dengan erat, namun jika dia melepaskannya maka unta tersebut akan lari darinya.”
Dan, diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Nabi bersabda:
تعاهدوا القرآن فوالّذي نفسي بيده لهو أشدّ تفصّيا من الإبل في عقلها
“Jagalah Al-Qur’an, demi Rabb yang mana jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya Al-Qur’an sangatlah mudah lepas dibanding seekor unta yang berada dalam ikatannya.”
4. Janganlah Engkau Mengatakan, “Saya Telah Lupa-Ayat atau Surat Al-Qur’an”-Akan Tetapi Katakanlah, “Saya Telah Dibuat Lupa, Hafalanku Hilang, atau Telah Dibuat Lupa.”
Dalilnya adalah apa yang tercantum dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah, dia berkata, “Rasulullah telah mendengar seseorang yang membaca sebuah surat dalam Al-Qur’an di waktu malam, lalu beliau bersabda, “Semoga Allah merahmatinya, sungguh dia telah mengingatkanku akan ayat ini dan ayat ini yang sebelumnya aku telah dibuat lupa bahwa ayat tersebut tercantum dalam surat ini dan surat ini.
Dan, dalam hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Alangkah buruknya seseorang di antara mereka yang mengatakan, “Aku telah lupa ayat ini dan ayat ini,” tetapi sesungguhnya dia telah dibuat lupa.”
Imam an-Nawawi mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat celaan terhadap perkataan, “Lupa akan ayat ini,” dan celaan ini bersifat makruh yang harus dijauhi, sedangkan perkataan, ‘Saya dibuat lupa’ bukanlah sesuatu yang tercela. Dilarangnya mengatakan, “Saya lupa ayat ini,” dikarenakan mengandung sikap memudah-mudahkan dan melalaikan ayat-ayat tersebut.
Allah berfirman:
قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (Thaha: 126)
Al-Qadhli ‘Iyadh mengatakan, “Penafsiran paling tepat terhadap hadits tersebut bahwa maknanya adalah celaan yang ditujukan pada keadaan si pengucap, bukan pada ucapannya, yakni saya lupa keadaan tersebut, keadaan dalam menjaga hafalan Al-Qur’an, lalu dia pun lalai hingga melupakannya.”
5. Wajibnya Menghayati (Memperhatikan) Kandungan Al-Qur’an
Sekian banyak nash (dalil) mengharuskan penghayatan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an al-‘Aziz. Beberapa di antaranya telah dikemukakan sebelumnya. Dan, juga pada firman Allah
أفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Sekiranya AI-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa’: 82)
Setiap kali seorang hamba menelaah kandungan Al-Qur’an, maka akan bertambahlah ilmu, amal dan keyakinannya. Oleh’ karena itulah Allah memeritahkannya, menganjurkanya, dan Allah telah mengabarkan bahwa inilah maksud diturunkannya Al-Qur’an, sebagaimana Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad: 29)
Ulama salaf dari generasi shahabat dan generasi setelahnya telah mempraktekkannya dalam amal perbuatan mereka. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu ‘Abdirrahman, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami salah seorang shahabat Nabi yang membacakan Al-Qur’an kepada kami, bahwa mereka-para shahabat-mengambil bacaan Al-Qur’an dari Rasulullah sebanyak sepuluh ayat, dan mereka tidak mengambil sepuluh ayat berikutnya sebelum mereka mengetahui kandungan ilmu dari sepuluh ayat tersebut kemudian mengamalkannya. Mereka berkata, “Maka kami mempelajari ilmu Al-Qur’an dan mengamalkannya.…”