Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin ….” (An-Nur: 27)
Allah juga berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu ….” (An-Nur: 58)
Dan Allah berfirman:
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin ….” (An-Nur: 59)
Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الِاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ
“Sesungguhnya meminta izin itu ditujukan untuk menjaga pandangan.” (Muttafaq ‘alaih)
Di Antara Adab-Adab Meminta Izin
1. Disunnahkan Mendahuluinya dengan Salam Sebelum Meminta lzin
أَنَّ صَفْوَانَ بْنَ أُمَيَّةَ بَعَثَهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بلبن وجداية وضغا بيس وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَعْلَى مَكَّةَ، فَدَخَلْتُ وَلَمْ أُسَلِّمْ فَقَالَ: (ارْجِعْ فَقُلِ السَّلَامُ عليكم) وذلك بعد ما أَسْلَمَ صَفْوَانُ بْنُ أُمَيَّةَ
Diriwayatkan dari Kaladah bin Hanbal, dia mengatakan bahwa Shafwan bin Umayyah mengutusnya untuk menjumpai Rasulullah dengan membawa susu, beberapa za’faran dan anak rubah. Nabi ketika itu berada di dataran tinggi Makkah, lalu aku pun masuk tanpa memberi salam. Maka, Rasulullah bersabda, “Kembalilah, dan ucapkan, ‘Assalaamu ‘alaikum.” Hal ini terjadi setelah Shafwan bin Umayyah memeluk Islam.
أَنَّهُ اسْتَأذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ فِي بَيْتٍ, فَقَالَ: أَأَلِجُ؟, فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِخَادِمِهِ: “اخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الِاسْتِئْذَانَ, فَقُلْ لَهُ: قُلْ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ, أَأَدْخُلُ؟ “, فَسَمِعَهُ الرَّجُلُ , فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ , أَأَدْخُلُ؟) (فَقَالَ: ” وَعَلَيْكَ، ادْخُلْ”)
Diriwayatkan juga dari Rib’iy, dia berkata, “Telah menyampaikan kepada kami seseorang dari Bani ‘Amir bahwa dia meminta izin kepada Nabi sementara beliau berada di rumahnya. ia berkata, “Boleh aku masuk?” Maka Nabi bersabda kepada pelayan beliau, ‘Keluarlah dan ajarkan kepadanya adab meminta izin.’ Maka ia mengatakan, “UcaPkanlah, ‘AssaIaamu ‘alaikum, bolehkah aku masuk?”
عَن ابْن عَبَّاس رَضِي الله عَنْهُمَا قَالَ: اسْتَأْذن عمر على النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فَقَالَ: السَّلَام على رَسُول الله السَّلَام عَلَيْكُم أَيَدْخُلُ عمر؟
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “’Umar meminta izin kepada Nabi, ia mengucapkan, ‘Assalaamu ‘alaa Rasuulillaah, Assalaamu ‘alaikum, apakah ‘Umar dibolehkan masuk?”
2. Hendaklah Orang yang Meminta Izin Berdiri di Sebelah Kanan atau Sebelah Kiri Pintu
Hal ini dimaksudkan agar ia tidak mengarahkan pandangannya ke tempat-tempat yang tidak dihalalkan baginya di rumah orang yang dikunjunginya tersebut, atau sesuatu yang dibenci oleh si pemilik rumah jika ia melihatnya. Sesungguhnya meminta izin itu disyariatkan untuk memelihara pandangan.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى بَابَ قَوْمٍ، لَمْ يَسْتَقْبِلِ الْبَابَ مِنْ تِلْقَاءِ وَجْهِهِ، وَلَكِنْ مِنْ رُكْنِهِ الْأَيْمَنِ أَوِ الْأَيْسَرِ، وَيَقُولُ: “السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ”. وَذَلِكَ أَنَّ الدُّورَ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا يَوْمئِذٍ سُتُورٌ. تَفَرد بِهِ أَبُو دَاوُدَ
Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr, ia berkata, “Apabila Rasulullah mendatangi kediaman suatu kaum, beliau tidak menghadap ke arah pintu rumah dengan wajahnya, akan tetapi beliau memalingkan wajahnya ke arah kanan atau kiri dan mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum, assalaamu ‘alaikum.’ Hal itu karena rumah-rumah di saat itu belum memiliki penghalang,”
عَنْ هُزَيْلٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ فَوَقَفَ عَلَى بَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُ، فَقَامَ عَلَى الْبَابِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَكَذَا عَنْكَ وَهَكَذَا، فَإِنَّمَا الِاسْتِئْذَانُ مِنَ النَّظَرِ»
Dari Huzail, ia berkata, “Seseorang datang dan berdiri di tengah pintu rumah Nabi untuk meminta izin, maka Nabi bersabda kepadanya, “Hendaklah yang engkau lakukan adalah begini dan begini, karena disyari’atkannya meminta izin itu untuk menjaga pandangan.”
3. Seseorang Diharamkan Memandang (Mengintip) ke Dalam Rumah Orang Lain Tanpa Izin Pemiliknya
Meminta izin tidak disyariatkan jika bukan karena pandangan. Barangsiapa yang telah melampaui batas dan melihat (mengintip) apa-apa yang tidak dihalalkan baginya tanpa izin, lalu kedua matanya dicungkil, maka tidak ada qishash dan denda karenanya.
Dalilnya sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi bahwa beliau bersabda.
مَنِ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَفْقَئُوا عَيْنَهُ
“Barangsiapa yang dengan sengaja mengintip atau memandang ke dalam rumah orang lain tanpa izin pemiliknya, maka dihalalkan bagi mereka untuk mencungkil matanya.”
Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
لَوْ أَنَّ رجلًا اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
“Apabila seseorang mengawasi (mengintip) ke dalam rumahmu tanpa izin darimu, lalu engkau melemparnya dengan batu kerikil hingga matanya tercungkil, maka tidak ada dosa bagimu.”
أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ مِنْ بَعْضِ حُجَرِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِمِشْقَصٍ أَوْ بِمَشَاقِصَ، فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَخْتِلُ الرَّجُلَ لِيَطْعَنَهُ
Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa seseorang melihat ke sebagian kamar Nabi, maka beliau menghampirinya dengan membawa anak panah atau beberapa anak panah, dan aku melihat kepada beliau seolah-olah hendak menikamnya.
4. Meminta Izin Itu Hanya Tiga Kali
Jika seseorang meminta izin dan ia diberi izin maka ia boleh masuk, akan tetapi jika tidak maka hendaklah ia kembali. Abu Musa al-Asy’ari berkata, “Rasulullah bersabda:
إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلَاثًا فلم يؤذنْ له فاليرجعْ
Jika salah seorang dari kalian meminta izin hingga tiga kali dan ia tidak diberi izin (tidak dijawab), maka hendaklah ia pulang!”
Masalah: Jika kita sudah tiga kali meminta izin dan belum ada jawaban dan kita menyangka mungkin pemilik rumah belum mendengarnya, maka apa yang harus kita lakukan ketika itu?
Jawab: Para ulama mengatakan, “Sebaiknya ia kembali dalam rangka mengamalkan zhahir hadits di atas.” Dan ada yang mengatakan, “Hendaklah ia lebih mengeraskan suaranya hingga suaranya itu benar-benar terdengar.”
قَالَ مَالِكٌ: الِاسْتِئْذَانُ ثَلَاثٌ، لَا أُحِبُّ أَنْ يَزِيدَ أَحَدٌ عَلَيْهَا، إِلَّا مَنْ عَلِمَ أَنَّهُ لَمْ يَسْمَعْ، فَلَا أَرَى بَأْسًا أَنْ يَزِيدَ إِذَا اسْتَيْقَنَ أَنَّهُ لَمْ يَسْمَعْ.
Imam Malik berkata, “Meminta izin itu batasnya tiga kali. Tidak disunnahkan bagi seseorang menambahnya walau hanya sekali, kecuali bagi orang yang benar-benar yakin bahwa orang yang dimintai izin itu belum mendengar suaranya, maka aku berpendapat ia boleh menambahnya.”
5. Tidak Dibolehkan Hanya Mengatakan, “Saya” (Tanpa Menyebutkan Nama) Ketika Meminta Izin Jika la Ditanya, “Siapa Itu?”
Karena, jika orang yang meminta izin hanya mengatakan, “Saya,” tidak akan diketahui siapa yang meminta izin. Dengan begitu ia akan tetap tersamar bagi pemilik rumah. Dan, perkataan, “Saya,” tidak berarti apa-apa.
Hukum makruh ini diambil dari hadits Jabir, ia berkata,
أتيتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دَينٍ كَانَ عَلَى أَبِي، فَدَقَقْتُ الْبَابَ، فَقَالَ: “مَنْ ذَا”؟ قُلْتُ: أَنَا. قَالَ: “أَنَا، أَنَا” كَأَنَّهُ كَرِهَهُ
“Aku mendatangi Nabi untuk membayarkan hutang ayahku, kemudian aku mengetuk pintu rumah beliau, beliau bertanya, “Siapa itu?” Aku menjawab, “Aku.” Maka Rasulullah bersabda, “Aku, aku!” Sepertinya beliau tidak menyukai jawaban tersebut.”
Dan, tidak mengapa orang yang meminta izin mengatakan, “Saya Fulan.” Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ – وَأَبُو مُوسَى يَقْرَأُ – فَقَالَ: (مَنْ هَذَا؟) فَقُلْتُ: أَنَا بُرَيْدَةُ جُعِلْتُ فِدَاكَ قَالَ: (قَدْ أُعْطِيَ هَذَا مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ)
“Nabi keluar menuju masjid, sedangkan Abu Musa sedang membaca, maka beliau bertanya, “Siapa itu?” Aku menjawab “Aku, Buraidah yang dijadikan tebusanmu.” Maka beliau bersabda, “Sungguh orang ini telah diberi senandung seperti senandung keluarga Dawud.”
Dibolehkan pula orang yang meminta izin mengatakan, “Saya Abu Fulan,” sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ummu Hani’ mendatangi Nabi di tahun Fat-hu Makkah. Ketika itu beliau sedang mandi, dan Fatimah anak beliau menutupinya. Ummu Hani’ mengatakan, “Maka aku mengucapkan salam kepada Rasulullah” Beliau bertanya, “Siapa itu?” Ummu Hani’ menjawab, “Aku, Ummu Hani’ binti Abi Thalib …” (Al-hadits).
Dan, dibolehkan pula mengatakan, “Saya Qadhi Fulan,” atau “Syaikh Fulan,” jika hanya dengan menyebut nama tidak cukup untuk mengenalkannya karena kesamarannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi.
Catatan penting:
Jika nama orang yang meminta izin tidak dikenal karena adanya kesamaan nama dengan orang lain dan sulit dibedakan jika sekadar mendengar suaranya saja, maka dianjurkan bagi orang yang meminta izin untuk menghilangkan kesamaran agar ia bisa dikenal.
Hal ini akan semakin jelas dengan hadits berikut: Setelah Nabi berkhutbah di hadapan para wanita pada hari ‘Id, beliau pun kembali menuju ke arah rumah beliau (pulang). Perawi hadits ini mengatakan,
ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ، جَاءَتْ زينت امْرَأَةُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ، فقيل: يا رسول الله هذه زينت تَسْتَأْذِنُ عَلَيْكَ، فَقَالَ: “أَيُّ الزَّيَانِبِ” قِيلَ: امْرَأَةُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: “نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا”، فَأُذِنَ لَهَا
“Ketika Nabi sudah selesai dan berjalan menuju ke rumah beliau, Zainab istri lbnu Mas’ud datang meminta izin kepada beliau. Lalu ia mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, ini Zainab.” Maka beliau bertanya, “Zainab yang mana?’ Ia menjawab, “Zainab istri lbnu Mas’ud.” Beliau bersabda, “Ya, persilahkan ia masuk! Beliau memberi izin kepada Zainab …” (Al-hadits)?