Pembahasan ini sangat penting, untuk menegaskan bahwa berbagai fitnah dan tuduhan yang muncul sekarang ini bukanlah perkara yang baru. Tuduhan-tuduhan yang dihunjamkan kepada dakwah sunnah bukanlah perkara yang baru. Mereka hanyalah menukil fitnah dan tuduhan tersebut dari para pendusta sebelum mereka. Oleh karenanya, para pemfitnah dakwah sunnah dengan tuduhan yang mengada-ada hanyalah memiliki dua kemungkinan: kalau tidak ia jahil (tidak tahu), pasti ia orang yang pura-pura tidak tahu dan tetap ngeyel serta memaksakan kedustaan kepada dakwah Syekh Muhammad bin Abdull Wahhab.
Di antara tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada beliau adalah:
1. Mengaku sebagai nabi
Tentunya ini adalah tuduhan yang sangat aneh, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam berbagai karyanya menyatakan dengan jelas bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul yang terakhir.
Beliau berkata dalam risalahnya kepada penduduk Qassim, ketika mereka bertanya kepada beliau tentang akidah beliau:
وأومن بأن نبينا محمدا صلى الله عليه وسلم خاتم النبيين والمرسلين ولا يصح إيمان عبد حتى يؤمن برسالته ويشهد بنبوته
“Aku beriman bahwasanya Nabi kita Muhammad adalah penutup para nabi dan penutup para rasul, dan bahwasanya tidak sah iman seorang hamba sampai dia beriman kepada risalah beliau dan mempersaksikan kenabian beliau.”
Dalam Kitab At-Tauhid, beliau juga menukilkan hadits Nabi yang menyatakan bahwa,
وإنه سيكون في أمتي كذابون ثلاثون كلهم يزعم أنه نبي وأنا خاتم النبيين
“Akan muncul dari umatku 30 orang pendusta, yang semuanya akan mengaku sebagai nabi, padahal akulah penutup para nabi.”
Beliau juga menyebutkan dalam Nawaqidh al-Islam, bahwa keluarnya seseorang dari syanat Nabi Muhammad merupakan bentuk kekufuran.
Masih banyak lagi pernyataan-pernyataan beliau dalam berbagai karyanya, yang jelas sekali membuktikan kedustaan para penebar fitnah keji ini.
Di antara para pendusta tersebut adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Afaliq, yang berkata dalam bukunya tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab:
كما ادعا نزيله مسيلمة – أي النبوة – بلسان مقاله وابن عبد الوهاب بحاله
“Sebagaimana yang tinggal di Najd, Musailamah Al-Kadzdzab, pernah mengaku (sebagai nabi) dengan lisannya, begitupula anaknya Abdul Wahhab itu juga mengaku sebagai nabi dengan perbuatannya.”
Dia juga pernah berkata,
والله لقد ادّعى النبوة بلسان حاله لا بلسان مقاله
“Sungguh dia telah mengaku sebagai nabi dengan perbuatannya, bukan dengan lisannya.”
Dia juga berkata,
هل أخذته من بقايا صحف مسيلمة الكذاب؟!
“Apakah engkau mengambil pemahamanmu itu dari lembaran-lembaran hasil karangan Musailamah Al-Kadzdzab?!”
Di antara para penyebar kedustaan dan fitnah tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lainnya adalah Ahmad bin Zain Dahlan. Beliau merupakan seorang ulama bermazhab Syafi’i di kota Mekkah, dan dari beliau inilah kedustaan tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab semakin tersebar, karena ia memiliki banyak murid yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia untuk berhaji, yang kemudian berguru dengan beliau serta membaca karya-karya beliau.
Di antara para penebar kedustaan lainnya adalah Muhammad Taufiq Sauqiyah yang berkata,
ولما كان- أي الشيخ محمد بن عبد الوهاب- مولعا بمطالعة أخبار أسلافه الذين ادعوا النبوة، مثل مسيلمة الكذاب والأسود العنسي، وسجاح، وطليحة الأسدي، قام بنشر دعوته الإصلاحية للتوصل لدعوى النبوة افتراء
“Dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) gemar membaca berita-berita para pendahulunya yang mengaku sebagai nabi, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Al-Asw ad Al-Unsy, Sajah, dan Thulaihah Al-Asadi. Dia menjadikan dakwah perbaikan sebagai kedok untuk kemudian mengumumkan pengakuannya sebagai nabi.”
Di antara mereka ada yang bernama Alawy Al-Haddad, dia berkata,
كان يضمر دعوى النبوة، وتظهر عليه قرائنها بلسان الحال، لا بلسان المقال، لئلا تنفر عنه الناس، ويشهد بذلك ما ذكره العلماء من أن عبد الوهاب كان في أول أمره مولعا بمطالعة أخبار من ادعى النبوة كاذبا
“Dia (Muhammad bin Abdut Wahhab) menyembunyikan pengakuannya sebagai nabi. Tindak-tanduknya menunjukkan hal tersebut, meskipun lisannya tidak menyatakannya dengan jelas, agar orang-orang tidak lari darinya. Hal itu semakin dikuatkan dengan apa yang disebutkan oleh para ulama, bahwa si Abdul Wahhab dahulu hobi membaca cerita-cerita para pendusta yang mengaku sebagai nabi… “
2. Mujassimah
Salah seorang ulama Syi’ah Zaidiyyah berkata,
حيث قلتَ: وذلك مثلُ وصفِ نفسه تبارك وتعالى بأنه فوق السماوات مستز على عرشه فقد فسرت كتابَ الله وأثبتَّ لله صفةً وهي الفوقية المستلزمة للتجسيم
“Engkau (Muhammad bin Abdul Wahhab) berkata bahwa Allah menyifati dirinya bahwa Dia berada di atas langit dan beristiwa di atas Arsy. Engkau menafsirkan Al-Qur’an dan engkau menetapkan sifat bagi-Nya, yaitu sifat fauqiyyah (berada di atas), yang mana sifat tersebut berkonsekuensi mentajsimkan Allah.”
Tentu saja apa yang dia katakan merupakan kekeliruan, karena meyakini Allah berada di atas tidak melazimkan bahwa Allah serupa dengan makhluk-Nya. Jika yang dimaksud dengan men-tajsim Allah adalah mengatakan bahwa Allah memiliki dzat, maka kita katakan bahwa hal itu adalah tuduhan yang salah kaprah, karena tidak ada salahnya mengatakan bahwa Allah memiliki dzat yang tentu sama sekali tidak serupa dengan dzat para makhluk.
Namun jika yang dimaksud dengan men-tajsim Allah adalah mengatakan bahwa Allah berfisik layaknya berhala yang disembah, maka ini merupakan kedustaan yang dituduhkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Beliau sama sekali tidak pernah mengatakan hal yang demikian.
Salah seorang dari mereka mengatakan dalam bukunya,
وكانوا أجدرَ باللحوق بأهل الأصنام لأنهم إذا اعتقدوا أن معبودهم جسمٌ لم يعبدوا الله ولا عرفوا منه إلا الاسمَ
“Mereka itu (orang-orang Wahabi) lebih mirip dengan para penyembah berhala. Jika memang mereka meyakini bahwa Tuhan mereka adalah jism, berarti mereka tidaklah benar-benar menyembah Allah, dan berarti mereka tidaklah mengetahui apa pun tentang Allah melainkan sebatas nama-Nya saja.”
3. Merendahkan dan Menghina Nabi
Alawy Al-Haddad mengatakan dalam bukunya, Mashabih al-Anam,
كان ينقص النبي صلى الله عليه وسلم كثيراً بعبارات مختلفة، منها قوله: إنه طارش بمعنى أن غاية أمره أنه كالطارش الذي يرسل إلى أناس في أمر فيبلغهم ثم ينصرف، وكان بعضهم يقول عصايا خير من محمد، لأنها ينتفع بها بقتل الحية ونحوها، ومحمد قد مات، ولم يبق فيه نفع أصلاً، وإنما هو الطارش ومضى، وبهذا يكفر عند المذاهب الأربعة، ومن ذلك أنه كان يكره الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم، ويتأذى من سماعها…
“Dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) seringkali menghina Nabi dengan berbagai macam ungkapan. Di antara hinaan tersebut, adalah ucapannya bahwa Nabi adalah seorang tharisy, yaitu orang yang diutus kepada orang lain untuk suatu urusan, kemudian setelah menyampaikannya orang itu pun pergi dan berlalu begitu saja. Sebagian mereka (orang-orang wahabi) bahkan berkata bahwa, ‘Tongkatku ini jauh lebih bagus dari pada Muhammad, karena tongkatku bermanfaat untuk membunuh ular dan selainnya, sedangkan Muhammad itu sudah mati dan tak lagi berguna. Dia hanyalah seorang tharisy, dan ia sudah tiada.”
Dengan ucapan ini, maka dia telah kufur menurut empat madzhab. Di antara bentuk hinaannya kepada Nabi, adalah kebenciannya akan shalawat atas Nabi. Ia senantiasa merasa tidak nyaman apabila mendengar shalawat…”
Tentu saja semua ini adalah kedustaan, terlebih lagi masalah shalawat atas Nabi, karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam karya-karyanya selalu menuliskan teks shalawat dengan lengkap tanpa disingkat-singkat setelah setiap penyebutan Rasulullah. Bisa jadi yang dikritisi oleh beliau atau orang-orang yang dianggap mengikuti beliau, adalah shalawat dengan suara keras dan diulang-ulang setelah adzan, yang dinilai sebagai bid’ah. Namun ini bukan berarti beliau membenci shalawat.
Di antara alasan mengapa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dituduh menghina dan merendahkan Nabi, adalah seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Ahmad bin Hajr Alu Buthomi,
ولكن المنحرفين يرون حب الرسول صلى الله عليه وسلم في قراءة الأناشيد والأشعار والاستغاثات فمن عمل بهذا فهو محب للرسول، وإن ارتكب الموبقات وتلطخ بقاذورات المبتدعات ومن لا فلا
“Hanya saja, orang-orang yang menyimpang itu mengklaim bahwa ciri kecintaan terhadap Rasulullah adalah dengan mendendang-dendangkan nasyid-nasyid, sya’ir-sya’ir, dan dengan beristighasah (kepada beliau). Bagi mereka, siapa saja yang mengerjakan amalan-amalan tersebut, maka dia adalah orang yang cinta kepada Nabi, meskipun dia adalah pelaku dosa-dosa besar, atau terlumuri berbagai macam kebid’ahan, sedangkan siapa saja yang tidak mengerjakan amalan-amalan tersebut maka ia bukanlah pecinta Nabi.”
Tuduhan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab benci kepada Nabi adalah tuduhan yang tidak benar. Bahkan beliau sangat cinta kepada Nabi bahkan saking cintanya beliau kepada Nabi beliau tidak suka dengan kebid’ahan, karena bid’ah bukan ajaran Nabi. Bukti cinta kepada Nabi adalah dengan mengikuti ajaran beliau. Aneh sekali jika malah menganggap hal-hal yang justru tidak diajarkan Nabi sebagai barometer kecintaan seseorang terhadap beliau.
4. Anti Madzhab
Tuduhan ini sama sekali tidak benar. Bukankah beliau bermazhab Hambali?! Bukankah madzhab fikih Kerajaan Arab Saudi juga Hambali?! Bukankah banyak ulama yang sejalan dengan beliau juga bermadzhab Hambali, seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin?! Bukankah Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim yang merupakan salah satu ulama panutan beliau juga bermazhab Hambali?!
Saudaraku, yang diperangi oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah madzhab-madzhab fikih, melainkan fanatisme buta terhadap madzhab-madzhab tersebut. Beliau mengajarkan agar kita mengambil fikih ini dari sumber yang sama dengan sumber para imam dan salaf kita, yaitu Al-Qur’an, sunnah Rasulullah, ijmak ulama, dan qiyas yang valid.
Imam Ahmad mengatakan,
ولا تقلدني ولا تقلد مالكا ولا الثوري ولا الأوزاعي وخذْ من حيث أخذوا
“Janganlah bertaklid kepadaku, dan jangan pula bertaklid kepada Malik, Ats-Tsaury, atau pun Al-Auza’i! Akan tetapi, ambillah dari mana mereka mengambil.”
5. Mengingkari Karomah Para Wali
Tuduhan ini disematkan kepada beliau karena menurut mereka para wali bisa dimintai pertolongan meskipun sudah meninggal dunia. Tentu saja yang demikian diingkari oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, atas dasar inilah tuduhan tersebut disematkan kepada beliau.
6. Berakidah Takfiri atau Khawarij
Ini juga merupakan tuduhan dusta kepada beliau. Jika kita lihat sekarang apakah Arab Saudi mengkafirkan kaum muslimin?! Bahkan ketika berada di puncak kejayaannya, Arab Saudi, atau negara-negara lainnya yang digelari Wahabi, seperti Kuwait dan Qatar, senantiasa memberikan bantuan untuk kaum muslimin di seluruh dunia.
Mereka memberi bantuan tanpa syarat, dan secara umum tanpa pilah-pilih. Muhammadiyah dan Persis, yang notabene mengikuti dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, adakah kita temukan dakwah mereka seruan untuk mengkafir-kafirkan kaum muslimin?!
7. Menerapkan ayat yang berkaitan dengan orang kafir kepada kaum muslimin
Pada point ini sebenarnya tidak ada masalah. Misal terdapat ayat yang menjelaskan tentang kesyirikan bahwa tidak boleh berdoa selain kepada Allah, maka sah saja jika kita menyampaikan ayat tersebut kepada orang-orang muslim yang terjatuh kepada kesyirikan, karena yang muktabar adalah keumuman lafaz (suatu nas syari’at), dan bukan sebabnya yang bersifat khusus.
Jika suatu perbuatan pernah dilakukan oleh orang-orang musyrik yang menjadi sebab turunnya ayat Al-Qur’an maka boleh bagi kita untuk membawa ayat tersebut kepada kaum muslimin yang juga melakukan perbuatan yang sama, demi memperingatkan mereka agar tidak terjerumus ke dalam kesyirikan tersebut.
8. Memberontak kepada Daulah Utsmaniyah
Ini adalah tuduhan yang tidak benar bahkan tidak berdasar, karena bahkan niatan untuk melakukan hal tersebut pun sama sekali tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan dan surat-surat beliau. Para ulama mengatakan bahwasanya tidak pernah terbetik dalam benak beliau untuk memberontak.
Terlebih lagi, bukankah wilayah Najd saat itu terbagi menjadi beberapa distrik yang memiliki penguasanya masing-masing?! Kita tahu bahwa Najd saat itu tidaklah berada di bawah satu kepemimpinan, baik berupa kekhilafahan atau pun jenis-jenis pemerintahan lainnya.
Bahkan Syaikh Shalih Al-Abud dalam risalahnya tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, menyebutkan bahwa kekhilafahan Turki Ustmani tatkala itu tidak sampai ke Najd. Apakah Para Amir di wilayah Najd mengirim upeti kepada khilafah Ustmaniyyah? Jawabannya adalah tidak, karena kekhilafahan Turki belum sampai ke Najd. Sehingga, terjelaskan bahwa klaim yang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berencana untuk menggulingkan kekhilafahan Turki Utsmani, adalah fitnah dan tuduhan kosong belaka.
Inilah sejarah singkat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dari sini kita tahu bahwa tuduhan-tuduhan dusta kepada beliau sudah disematkan dari dulu, dan masih terus berlanjut hingga saat ini. Lihatlah bagaimana kesabaran beliau dalam menghadapi segala tuduhan dan fitnah, dan ketegaran beliau untuk terus mendakwahkan tauhid. Tantangan ketika mendakwahkan tauhid sudah pasti ada, maka tetap tegar mendakwahkan tauhid meskipun dimusuhi manusia adalah suatu keharusan. Hendaklah seorang dai mengikrarkan tekad untuk hanya mengharapkan keridaan Allah, sehingga ia akan tetap tegar mendakwahkan tauhid meskipun ia dimusuhi, dihina dan difitnah. Wallahu A’lam.