IHSAN DERAJAT TERTINGGI

quran, the holy quran, holy, holy book, word of god, faith, allah, the worship of god, the path to god, quran, quran, quran, quran, quran

Sesungguhnya ada tingkatan-tingkatan bagi kaum muslim dalam agama ini. Tingkatan yang pertama adalah seorang muslim, tingkatan kedua adalah seorang mukmin, dan tingkatan yang tertinggi adalah seorang muhsin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang masyhur, yang dikenal dengan sebutan hadits Jibril.

Oleh karenanya, tidak semua seorang muslim bisa mencapai derajat mukmin, dan tidak semua orang mukmin bisa mencapai derajat muhsin. Apa itu muhsin? Muhsin adalah seseorang yang melakukan al-Ihsan.

Tatkala malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad,

فَأَخْبَرَنِي عَنِ الْإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Derajat ihsan ini adalah derajat yang tertinggi di dalam agama Islam, dan seseorang hendaknya berusaha untuk mengamalkannya apa yang termaktub dalam hadits tersebut agar dia mendapatkan kedudukan yang tertinggi di sisi Allah.

Pertama: Beribadah kepada Allah sehingga seakan-akan melihat Allah.

Maksudnya adalah seseorang meyakini bahwa seakan-akan Allah hadir di hadapannya dan berbincang dengannya tatkala shalat, karena Nabi Muhammad telah bersabda,

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ

“Jika seseorang dari kalian berdiri salat sesungguhnya dia sedang berhadapan dengan Rabbnya.” HR. Bukhari No. 405.

Dalam riwayat yang lain Nabi Muhammad mengatakan,

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الصَّلاَةِ فَإِنَّ اللهَ قِبَلَ وَجْهِهِ

“Sesungguhnya jika salah seseorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka dia sedang berhadapan dengan Allah.” HR. Bukhari No, 753.

Sehingga, tatkala seseorang yakin bahwasanya Allah sedang dekat dan memperhatikannya, maka keyakinan itu akan memberi pengaruh besar dalam kehidupannya, ibadahnya, dan sikapnya.

Kedua: Jika seseorang tidak mampu membayangkan seakan-akan Allah hadir di hadapannya tatkala beribadah, maka hendaknya dia kembali kepada syarat yang kedua, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat di mana pun dia berada.

Untuk menghadirkan keyakinan bahwa Allah benar-benar memperhatikan kita, hendaknya kita membaca ayat yang menjelaskan tentang Maha Luas dan detailnya Ilmu Allah.

Allah berfirman,

أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Kita semua ini adalah makhluk ciptaan Allah, maka tentu Allah tahu persis tentang apa yang kita lakukan.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman,

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا

“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya: tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (QS. Al-An’am: 59)

Bayangkan, berapa banyak jumlah daun yang ada di atas muka bumi ini? Meski sedemikian banyaknya, ternyata setiap daun yang gugur diketahui oleh Allah. Maka jika setiap daun yang gugur saja diketahui oleh Allah, maka bagaimana lagi dengan manusia yang dibebani untuk beribadah kepada Allah. Tentunya Allah juga mengetahuinya.

Allah juga berfirman,

وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 60)

Kalau sekiranya hewan melata yang tidak akan dihisab oleh Allah juga diperhatikan dan ditanggung rezekinya, maka bagaimana lagi dengan manusia?

Oleh karenanya Allah berfirman,

أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ قُلْ سَمُّوهُمْ أَمْ تُنَبِّئُونَهُ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي الْأَرْضِ أَمْ بِظَاهِرٍ مِنَ الْقَوْلِ بَلْ زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مَكْرُهُمْ وَصُدُّوا عَنِ السَّبِيلِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap jiwa terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang lain)? Mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah. Katakanlah, “Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu.” Atau apakah kamu hendak memberitahukan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau (mengatakan tentang hal itu) sekedar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya bagi orang kafir, tipu daya mereka itu dijadikan terasa indah, dan mereka dihalangi dari jalan (yang benar). Dan barang siapa disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang memberi petunjuk baginya.” (QS. Ar-Ra’d: 33)

Ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah mengurus setiap jiwa secara detail. Tidak seperti pengurusan yang dilakukan oleh manusia, yang jika dia menjadi pemimpin di suatu perusahaan besar, maka dia tidak akan bisa mengurus seluruh karyawannya, terlebih lagi jika jumlahnya mencapai ribuan. Adapun Allah berbeda, karena Allah Maha Mengurusi setiap hamba-Nya satu demi satu secara detail.

Maka yakinlah bahwasanya Allah mengurus diri Anda secara detail. Betapa sering kita berdoa kepada Allah dan Allah mengabulkan doa tersebut. Betapa sering terbetik sesuatu di dalam hati kita, dan Allah hadirkan hal tersebut di hadapan kita. Maka dari sini kita sadar bahwasanya Allah mengetahui gerak-gerik hati kita, dan Allah mengurus hamba-hamba-Nya satu persatu.

Maka tatkala kita telah menghadirkan perasaan bahwa Allah sedang memperhatikan diri kita, Allah sedang mengurus diri kita, kemudian kita akan yakin bahwa Allah Maha Dekat dengan diri-diri kita, maka dari situlah timbul sikap al-Ihsan, sehingga kita beribadah kepada Allah dengan keyakinan bahwa kita melihat Allah, atau minimal kita yakin bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang kita lakukan.

Jika seseorang telah mencapai derajat ihsan, maka sangat mudah baginya untuk ikhlas kepada Allah, karena setiap dia bersikap, beribadah, atau bermuamalah, dia yakin bahwa Allah sedang memperhatikannya secara detail, karena Allah telah berfirman,

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Ghafir: 19)

وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Hadid: 6)

Orang yang telah mencapai derajat ihsan akan mudah untuk ikhlas kepada Allah, karena dia hanya fokus kepada Allah. Dia tidak peduli dengan penilaian makhluk, dan yang dia pedulikan hanyalah penilaian Allah, karena dia yakin bahwa Allah sedang memperhatikannya.

Orang yang telah mencapai derajat ihsan juga akan mudah baginya untuk meninggalkan maksiat. Sebab, setiap kali dia hendak bermaksiat, dia sadar bahwasanya dia sedang berada di hadapan Allah dan Allah sedang melihatnya, sehingga akhirnya dia pun malu kepada Allah dan meninggalkan maksiat tersebut.

Oleh karenanya, kemaksiatan banyak terjadi tatkala perasaan diawasi dan dilihat oleh Allah ini hilang dari diri seseorang, dia tidak yakin bahwasanya Allah sedang memperhatikannya secara khusus. Ketika perasaan ini telah hilang, maka seseorang akan sangat mudah untuk melakukan kemaksiatan.

Allah menceritakan bagaimana orang-orang musyrikin mudah untuk melakukan dosa karena hilangnya perasaan ini dari diri-diri mereka.

Allah berfirman,

وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ (22)

“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan.

وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (23)

Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi.” (QS. Fushshilat: 22-23)

Orang-orang musyrikin menyangka bahwa ada hal-hal yang mereka lakukan dan Allah tidak mengetahuinya. Mereka menyangka Allah lalai terhadap urusan-urusan mereka, sehingga dengan prasangka inilah yang membuat mereka berani melakukan kemaksiatan. Adapun orang mukmin ketika telah mencapai derajat ihsan dan yakin bahwasanya apa yang dia kerjakan, yang dia lihat, yang dia dengar, yang dia bicarakan, dan yang dia tulis semuanya dilihat oleh Allah, maka dia akan senantiasa berhati-hati dari kemaksiatan.

Orang yang telah mencapai derajat ihsan juga akan mendapatkan nikmat yang luar biasa, yaitu dapat memandang wajah Allah pada hari kiamat kelak. Nikmat ini merupakan puncak dari kelezatan di surga.

Allah berfirman,

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 26)

Nabi Muhammad juga bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ: يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ

“Bila penduduk surga telah masuk ke surga, maka Allah berfirman: ‘Apakah kalian ingin sesuatu yang perlu Aku tambahkan kepada kalian?’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah membuat wajah-wajah kami putih? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?’ Beliau bersabda: ‘Lalu Allah membukakan hijab pembatas, lalu tidak ada satu pun yang dianugerahkan kepada mereka yang lebih dicintai daripada anugerah (dapat) memandang Rabb mereka’.” HR. Muslim No. 181.

Nabi Muhammad juga pernah berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَالشَوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ

“Ya Allah aku memohon kelezatan memandang kepada wajah-Mu serta keridhaan berjumpa dengan-Mu tanpa ada bahaya yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan.”

Ini menunjukkan bahwasanya melihat Allah di surga adalah puncak kenikmatan. Maka semoga kita bisa mencapai derajat ihsan, agar kita mendapat keutamaan ini di akhirat kelak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top