1. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menamakannya Dzatu An-Nithaqaimn (wanita pemilik dua ikat pinggang).
2. Ibu bayi pertama dari kalangan Muhajirin di Madinah Munawwarah.
3. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya, “Ya, sambunglah ibumu.”
4. Ia motivasi anaknya, Abdullah bin Az-Zubair, untuk berperang dengan jujur dan berlindung di Ka’bah.
5. Diantara perkataannya, “Anakku, sungguh kambing yang telah disembelih itu tidak lagi merasakan sakit jika dikuliti.”
6. aorang yang terakhir kali wafat dari kalangan kaum Muhajirin.
Dari Simpul Bakar yang Istimewa
Jika wanita tersebut disebut, maka akal tidak beralih kepada wanita lain, karena ia wanita tersohor dan dikenal sebagian besar manusia yang beragam jenis, pendidikan, dan kecenderungan. la salah satu putri sahabat yang penuh berkah dan mendapatkan kehormatan menjadi sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Barangkali nomornya di daftar iman di antara putri-putri sahabat berada di nomor pertama, karena kita tidak tahu ada salah seorang dari putri-putri sahabat yang mengunggulinya di kehormatan sempurna ini dan berpegang teguh kepada tali yang kuat. Bahkan putri-putri sahabat berebutan sesudahnya kepada kehormatan tersebut dan tiba di dalamnya yang tawar, tidak asin.
la wanita pertama di banyak sekali. Keutamaan. Bahkan, ia putri sahabat yang pertama kali menjadi imam di mihrab Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam semasa hidup beliau, putri sahabat yang pertama kali dipanggil khalifah dan putri sahabat yang pertama kali naik ke mimbar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Ketika dakwah Islam berada di awal kemunculannya dan fajar terbitnya, maka hembusan anginnya yang harum tidak henti-hentinya bertiup dengan embun wangi. Ketika itu, pemudi ini termasuk Wanita-wanita yang hatinya penuh oleh semerbak cahaya yang bersinar dan wanita-wanita yang menarik wanita-wanita pioner di medan keutamaan.
Allah Azza wa Jalla menghendaki wanita tersebut membuka salah satu pintu sejarah wanita penuh berkah dan dicatat di daftar keagungan dengan bentuk yang paling baik dan makna-makna mulia, agar biografinya menjadi teladan di seluruh kebaikan bagi putri-putri sahabat dan bagi para wanita di sejarah yang panjang dan lebar.
Anda tahu, wanita tersebut jebolan dari universitas mana dan mencatat kebesaran ini di daftar wanita Arab di awal fajar Islam?
Sungguh, kebesaran dan kemasyhurannya muncul dari sekolah sekolah “Bakar” yang memperkaya dunia tokoh dengan tokoh-tokoh terbesar dari orang laki-laki dan perempuan. Taruh misalnya Anda telah tahu bahwa kepala sekolah “Bakar”, yang dimaksud adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu, maka tidak diragukan lagi Anda tahu bahwa putrinya adalah Asma’.
Sekarang kita memenuhi halaman-halaman ini dengan biografinya yang wangi. Apakah informasi tentang Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq telah sampai pada Anda? Apakah informasinya telah menjabat telinga Anda dan menghibur telinga dunia?
Asma’ binti Abu Bakar dan Embun Islam
Ketika angin Islam berhembus ke alam-raya, maka angin tersebut bermain-main di hati Asma’ binti Abu Bakar, bahkan rumah Bakar, di mana Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu sebagai orang laki-laki pertama yang masuk Islam. Adalah hal yang wajar, jika Abu Bakar menawarkan Islam kepada anggota keluarganya, kemudian Asma’ binti Abu Bakar menjadi putri sahabat yang pertama kali masuk Islam, padahal ketika beliau belum dewasa, karena usianya baru kira-kira belasan tahun, sebab ia lahir dua puluh tahun sebelum Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah.
Sejak iman masuk ke hati Asma’ binti Abu Bakar embunnya pun membasahi jiwanya, hatinya bersinar dengan sinar keyakinan, dan ia melihat dengan mata hati tentang kesesatan dan penyesatan kaumnya dalam bentuk penyembahan berhala dan patung. Ya, mereka beribadah di sekitar patung-patung tersebut, yang tidak membahayakan dan mendatangkan manfaat serta tidak memiliki sedikit pun urusan dirinya.
Dengan mata hati, Asma’ binti Abu Bakar menyaksikan persahabatan ayahnya dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam semakin menyala-nyala oleh kejujuran (shiddiqiyah), karena Abu Bakar Radhiyallahu Anhu adalah ash-shiddiq (orang yang membenarkan) terbesar, guru para sahabat, dan orang pertama dari mereka yang beriman kepada Allah Ta’ala. Jadi rumah Bakar adalah intan terbesar di simpul sahabat yang mulia.
Bahkan merupakan pertengahan simpul. Karena itu, muliakah simpulnya dan intan terbesarnya, intan Bakar, yang memberikan banyak sekali kontribusi untuk lslam dan orang laki-laki dan perempuannya adalah bintang-bintang bercahaya di malam-malam Islam.
Di Makkah, Ummul Qura, dakwah Allah Azza wa Jalla tersebar di rumah-rumah, kemudian ruang lingkup iman melebar untuk mengenai jama’ah haji dan sampai di telinga manusia yang datang ke Makkah dari segala penjuru untuk menyaksikan manfaat-manfaat mereka di samping Baitullah yang haram.
Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma melihat kelebihan-kelebihan yang dipersembahkan keluarga Bakar dalam mengabdi kepada agama Allah Azza wa Jalla, mengabdi kepada keluarga nabi, dan mengabdi kepada kepala keluarga nabi, junjungan dan kekasih kita Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Asma binti Abu Bakar tahu dengan yakin akan kedudukan ayahnya di hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia juga tahu kedudukan ayahnya di kalangan para sahabat yang mulia, terutama tokoh-tokoh terkemuka yang masuk Islam karena perantaraan ayahnya dan mendapat petunjuk Allah Ta’ala. Mereka semua termasuk orang-orang yang abadi dunia keabadian dan orang-orang bahagia di dunia dan akhirat, insya Allah.
Betapa indahnya syair-syair berikut tentang pujian untuk para sahabat, guru, dan orang terbaik mereka:
“Intisari para sahabat Nabi tanpa perdebatan
Dan orang terkemuka sesudah beliau
Adalah Ash-Shiddiq yang jujur dalam cinta
Bagaimana tidak, ia tidak berpisah dengan beliau semasa hidup dan di kuburan
la tidak bimbang menjawab
Ketika orang terbaik dan suci mengajaknya kepada Islam
la berkata, “Ya, demi Allah, engkau orang benar “
Dan sungguh engkau orang pilihan dari Bani Fihr.
la dermawan dengan jiwa dan harta
la senantiasa taat kepada apa saja yang dimintakan kepadanya seperti ayah yang
baik
Di gua, ia orang kedua, sedang pihak ketiga adalah Allah.
Dengan penegasan firman Allah di Al-Qur’an
Kontribusinya di Islam besar.
Tidak bisa diukur atau dihitung dengan hitungan
Tentang pujian untuk dirinya, sudah berapa banyak hadits shahih
Yang diriwayatkan untuk kita oleh ulama yang bicara dari ulama.”
Ada bait syair lain berisi pujian untuk Abu Bakar Radhiyallahu Anhu dan para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
“Tuhanku, bantulah kelemahanku dengan rahmat “
Dan kelembutan rahasia yang segera.”
Ada lagi bait-bait syair yang menyebutkan tentang para khulafa’ur rasyidin dan sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga,
“Dan dengan para khulafaur rasyidin dan keluarga beliau
Serta sahabat-sahabat beliau yang putih, terpercaya, dan terbaik
Terutama, teman di gua, pemulik hujjah dan akal,
Abu Bakar Ash-Shiddiq, orang terdepan di rombongan
Begitu juga, Amirul Mukminin dan orang kebanggaan mereka,
Abu Hafsh Al-Faruq (Umar) penghidup pasukan
Juga Utsman, pemilik dua sinar
Dan orang yang seluruh kebaikan dikumpulkan padanya oleh Kitabullah
Juga Ali, ayah dua cucu di kancah terdepan
Penghancur permusuhan dan singa perang
Juga dengan Thalhah kemudian Az-Zubair kemudian Sa’ad
Begitu juga Sa’id, orang yang dinamakan dengan keutamaan-keutamaan
Juga dengan kejujuran anak Auf, pemilik tekad,
Yang meremukkan batu keras di perang
Dan penakluk Syam, junjungan kita Abu Ubaidah,
Pembongkar perang yang sulit.”
Asma’ binti Abu Bakar menjalani manis-pahitnya peristiwa-peristiwa yang terjadi di Makkah. Dengan mata hatinya, ia melihat penyebaran keyakinan di hati orang-orang yang mencintai intan hakikat dan mencari jalan Tuhan Yang Mahaperkasa dan Mahaterpuji yang memiliki kerajaan langit dan bumi.
Asma binti Abu Bakar sangat terpukul atas nasib kaum beriman yang menerima berbagai siksaan dan ujian dari orang-orang tiranik yang zhalim, pemuka-pemuka kaum musyrikin, pembesar-pembesar orang-orang berdosa, dan orang-orang berdosa dari kalangan orang-orang musyrikin.
Terutama pemimpin-pemimpin yang dijanjikan masuk neraka, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Ubai bin Khalaf, Umaiyah bin Khalaf, Al-Ash bin Wail, Uqbah bin Abu Muith, dan Al-Walid bin Al-Mughirah.
Juga akibat ulah wanita-wanita jahat seperti Ummu Jamil binti Harb istri Abu Lahab dan orang-orang lain yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah Ta’ala dengan perkataan dan perbuatan serta mengerahkan seluruh tenaga untuk merintangi manusia dari iman, agar jahiliyah tetap tersebar. Namun Allah Ta’ala hanya menghendaki menyempurnakan sinar-Nya, kendati orang-orang musyrikin dan orang-orang kafir tidak menghendakinya.
Diasuhan kelurga Bakar dan dari laut sinarnya, muncullah keluarga-keluarga lain di dunia keluarga beriman yang mempersembahkan jiwa dan harta di jalan Allah Ta’ala. Di antara keluarga-keluarga tersebut adalah keluarga Yasir yang membuat percontohan tertinggi di medan kesabaran. Keluarga Yasir termasuk pemimpin orang-orang sabar di periode kenabian yang sedang berkembang. Begitu juga, keluarga Bilal dengan kepala keluarga Bilal bin Rabah Radhiyallahu Anhu.
Di antara keluarga-keluarga di mana keluarga Bakar mempunyai andil dalam kemunculannya ialah keluarga “Utsman” dengan kepala keluarganya Utsman bin Affan, keluarga “Az-Zubair” dengan kepala keuarganya Az-Zubair bin Al-Awwam, keluarga “Sa’ad” dengan kepala keluarganya Sa’ad bin Abu Waqqash, keluarga “Thalhah” dengan kepala keluarganya Thalhah bin Ubaidillah, keluarga “Abdurrahman bin Auf,” keluarga Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, keluarga Abu Salamah bin Abdul Asad, keluarga “Arqam bin Abul Arqam, keluarga “Utsman bin Madz’un,” keluarga “Ubaidah bin Al-Harits,” keluarga “Sa’id bin Zaid,” dan keluarga-keluarga mulia, terkemuka, dan utama yang lain Radhiyattahu Anhum.
Di antara peristiwa besar yan dilihat dan disaksikan Asma’ binti Abu Bakar Radhi allahu Anhuma ialah peristiwa yang mengisyarat dengan jari-jarinya akan keberanian ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq, pada saat ia berdiri berorasi kepada manusia pada tahapan dakwah dengan rahasia.
Ketika itu Rasulullah duduk. Jadi, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu adalah orator pertama yang mengajak manusia kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Ketika itulah, orang-orang musyrikin menyerang Abu Bakar dan kaum Muslimin. Orang-orang musyrikin memukuli kaum musimim dengan pukulan keras dan Abu Bakar dipukuli Utbah bin Rabi’ah dengan pukulan keras hingga Abu Bakar tak sadarkan diri. Ketika ia siuman di akhir siang, pertanyaan pertama yang terlontar darinya ialah, “Apa yang diperbuat Rasulullah?”
Ketika Abu Bakar mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam segar bugar di rumah Al Arqam, ia datang kepada beliau ditemani ibunya, Ummu Al-Khair alias Salma binti Sakhr. Di sana, Abu Bakar meminta Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berdoa kepada Allah untuk Ummu Al-Khair, agar ia termasuk kelompok kaum Mukminin. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun berdoa untuk Ummu Al-Khair dan mengajaknya ke jalan Allah Ta’ala. Kemudian Ummu Al-Khair masuk Isam dan menjadi rombonsan orang-orang bahagia.
Barangkali Asma Radhiyallahu Anha adalah wanita yang amat senang dengan keislaman neneknya, Ummu Al-Khair, dan masuknya ke dalam agama Allah. Asma’ binti Abu Bakar melihat simpul keluarga Bakar nyaris tersusun. Inilah, Asma’ binti Abu Bakar menghadap kepada Allah Azza wa Jalla dengan hati bersih dan jernih, agar Dia mengilhamkan Islam kepada kakeknya, Abu Quhafah, saudara laki-laki sekandungnya, Abdurrahman bin Abu Bakar, dan saudara perempuan sekandungnya, Aisyah.
Ketika Allah Ta’ala mengizinkan Islam berkembang di kabilah-kabilah, pemuda-pemuda dari Madinah datang dan mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajak kepada Islam dan jalan-jalan kedamaian. Mereka pun duduk bersama beliau, guna mendengar dan menikmati sabda beliau yang basah dengan firman-firman Allah dan nafas-nafas kenabian.
Iman menemukan tempat kosong di hati mereka, kemudian menetap di dalamnya, menyinari sisi-sisinya, dan membasahi isinya. Mereka pun bersaksi bahwa itu adalah kesaksian kebenaran yang menjelaskan dan mengetahui bahwa kebenaran ialah apa yang diserukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada mereka.
Setelah itu, pemuda-pemuda Madinah tersebut pulang ke tanah air mereka dengan hati senang dan bahagia, karena mereka telah beriman kepada Allah dan apa yang diserukan Rasul-Nya yang terpercaya. Mereka merasakan kebahagiaan dan kekuatan di relung hati mereka setelah sebelumnya jahiliyah berkarat di hati mereka di beberapa waktu di antara zaman. Mereka melihat kerajaan langit dengan cahaya Allah. Mereka kafilah pertama dari Madinah yang membawa sinar Islam. Mereka manusia pertama yang hatinya bersinar dan dada mereka menerima agama Allah Azza wa Jalla.
Di Madinah, pemuda-pemuda tersebut mulai menyiarkan informasi tentang Islam kepada manusia. Iman pun merasuk ke hati penduduk Madinah. Ketika musim haji tiba, sejumlah orang dari mereka berangkat ke Makkah, kemudian masuk Islam dan berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah itu, beliau mengirim sahabat yang cerdas, Mush’ab bin Umair, untuk mengajari mereka dan memberi mereka pemahaman agama.
Pada musim haji berikutnya, Mush’ab bin Umair pulang ke Makkah ditemani tujuh puluh tiga orang dan dua wanita. Mereka berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di baiat yang merupakan intan yang berkemilau di kening sejarah. Setelah itu, Islam berkembang di kabilah-kabilah dan risalah Islam memberikan konsumsi spiritual kepada manusia. Konsumsi spiritual tersebut membasmi kemandulan spiritual yang mempermainkan mereka di padang pasir kehidupan dan menaklukkan akal mereka kemudian menjadikan mereka seperti hewan ternak.
Hari-hari terus berjalan dan pandangan kaum Muslimin tertuju ke negeri penuh berkah, Madinah, di mana Islam telah masuk ke hati penduduknya dan menempatkan iman di antara sisi-sisi mereka dengan penempatan mulia, karena mereka telah beriman kepada Allah dengan keimanan orang-orang yang jujur dan cinta.
Adapun Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma, dengan mata hatinya, ia mengintip perkembangan segala peristiwa, kondisi kaum Mukminin dan kaum Mukminah. Setelah itu, ia dilamar pendekar anakanak Al-Awwam, yaitu Az-Zubair, anak bibi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari jalur ayah, yaitu anak Shafiyah binti Abdul Muththalib.
Asma’ binti Abu Bakar dan Az-Zubair
Az-Zubair bin Al-Awwam Radhiyallahu Anhu adalah pemuda Quraisy yang masuk Islam melalui perantaraan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Sejak awal keimanan, Az-Zubair memberikan pengabdian untuk Islam. Sebagaimana kaum Mukminin generasi pertama lainnya, Az-Zubair bin Al-Awwam menerima siksaan, diserang tangan kedhaliman, dan permusuhan. Namun, ia bersabar hingga menjadi teman setia dan pendekar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Az-Zubair adalah pemuda pemberani. Ia lebih mengutamakan agama daripada dunia dan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia.
Puing-puing dunia tidak ia miliki selain kuda yang memang sangat ia butuhkan. Betul, Az-Zubair hanya memiliki kuda ketika ia ingin menyatukan nasabnya dengan nasab keluarga Bakar yang mulia di sejarah kemuliaan.
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu meridhai Az-Zubair sebagai suami putrinya, Asma’ binti Abu Bakar, yang mulia keturunan dan nasabnya, kedudukannya terhormat, jenius, dan cantik.
Berita pernikahan Az-Zubair dengan Asma’ binti Abu Bakar menyebar di rumah-rumah dan keluarga-keluarga Makkah. Mereka juga tahu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam merestui pernikahan tersebut dan meridhai kedua pengantinnya yang lebih dulu kepada kemuliaan dan keutamaan.
Asma’ binti Abu Bakar pun mulai mengarungi perjalanan kehidupan rumah tangga yang dipenuhi kebahagiaan iman, kendati sesungguhnya kehidupan Az-Zubair sulit dan menderita. Namun, Asma’ binti Abu Bakar menerima kehidupan tersebut dengan jiwa ridha dan sabar. Ia menghusung keikhlasan dan kesetiaan kepada suaminya, Az-Zubair.
Bisa jadi, Asma’ binti Abu Bakar menikmati kehidupan sulit di jalan Allah Azza wa Jalla ini, agar mendapatkan keridhaan suaminya. Asma’ binti Abu Bakar percaya betul bahwa Allah Ta’ala tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Patut disebutkan di sini bahwa Asma’ binti Abu Bakar adalah anak sulung Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
Ayah, ini Rasulullah!
Kendati Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma adalah putri sahabat yang pertama kali masuk Islam, namun Allah Ta’ala menghendakinya sendirian di peristiwa hijrah yang agung dan dicatat sebagai pemberani langka di dunia wanita sepanjang sejarah dan sejarah wanita.
Ketika Allah Ta’ala mengizinkan hijrah ke negeri hijrah, banyak sekali keluarga Makkah Mukarromah meresponnya, agar mereka dimasukkan dalam katagori orang-orang yang hijrah kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Kaum Mukminin dan Muhajirin keluar dari Makkah berkelompokkelompok. Ketika orang-orang Quraisy mengawasi jalan ke Madinah, maka kaum Muslimin berangkat sendiri-sendiri dengan sembunyi-sembunyi untuk menyusul orang-orang yang mendahului mereka.
Kisah-kisah kaum Muhajirin menghiasi wajah sejarah kita ketika itu. Kisah kisah tersebut tidak henti-hentinya mengharumkan telinga dan menghibur jiwa dengan seluruh peristiwa dan kisahnya.
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu datang meminta izin untuk hijrah kepada orang tercinta dan orang pilihan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau berkata, “Engkau jangan buru-buru. Semoga Allah memberi teman kepadamu.”
Jiwa Abu Bakar bersinar dengan kebaikan penuh tersebut, karena ia menjadi teman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Betul, ia akan menemani manusia terbaik di perjalanan kebaikan ke negeri kaum Anshar. Betapa segarnya kabar tersebut dan betapa manisnya pertemanan tersebut!
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu segera menyampaikan berita dan pertemanan tersebut kepada kedua putrinya, Asma’ dan Aisyah. Kedua putrinya ikut merasa bahagia, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkenan memilih ayah keduanya, Abu Bakar, menjadi teman di perjalanan mulia ke kediaman kaum Anshar.
Ketika izin untuk hijrah ke Madinah Munawwarah dari Allah Ta’ala telah datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka beliau keluar di siang hari. Allah Ta’ala menghina kaum musyrikin dengan cara membuat mereka tidak melihat beliau.
Orang tercinta dan pilihan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, pergi ke rumah shadiq (teman) dan shiddig (orang yang membenarkan) beliau, Abu Bakar. Kedatangan beliau dilihat Asma’ binti Abu Bakar, yang kemudian berkata kepada ayahnya, “Ayah, ini Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menutup kepala beliau di saat yang beliau tidak biasanya datang kepada kita.”
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berkata, “Ayah-ibuku menjadi tebusannya. Demi Allah, ia datang pada saat seperti ini pasti karena urusan penting.”
Abu Bakar keluar dengan berlari lari kecil. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam minta izin masuk, kemudian diberi izin masuk dan beliau pun masuk. Beliau bersabda kepada Abu Bakar, “Suruh keluar siapa saja yang ada di rumahmu.” Ketika itu, Asma’ dan Aisyah ada di rumah. Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berkata, “Di rumah hanya ada dua putriku, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku telah diberi izin untuk hijrah.”
Abu Bakar berkata dengan menangis karena bahagia, “Engkau butuh teman, wahai Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Betul.”
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Demi Allah, sebelum itu, aku belum pernah melihat orang menangis karena bahagia, hingga melihat Abu Bakar menangis karena bahagia.”
Dzatu An-Nithaqain (wanita yang mempunyai dua ikat pinggang)
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan sahabat beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu, bertekad hijrah, keduanya harus menyiapkan makanan untuk bekal perjalanan. Di sini, kedua putri Abu Bakar, Asma’ dan Aisyah, terlibat dalam penyiapan bekal perjalanan yang akan dibawa kedua orang yang berhijrah tersebut, kemudian keduanya meletakkan makanan di tempat makanan dari kulit.
Di sini, Asma’ binti Abu Bakar mendapat gelar yang senantiasa menemaninya, hingga waktu yang dikehendaki Allah Ta’ala. Itu terjadi, ketika ia membelah ikat pinggangnya menjadi dua bagian. Ia ikat mulut tempat makanan dengan separoh ikat pinggangnya dan mengikat pinggang dengan separoh ikat pinggang lainnya. Karena itu, ia dijuluki Dzatu An-Nithaq atau Dzatu An-Nithaqain.
Ibu kita, Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma, menyebutkan kisah Dzatu An-Nithaqain, “Kami menyiapkan perbekalan yang paling dibutuhkan keduanya (Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar) dan membuat makanan bagi keduanya yang kami letakkan di tempat makanan dari kulit. Asma’ binti Abu Bakar membelah kain ikat pinggangnya kemudian mengikatkannya ke mulut tempat makanan. Karena itu, ia dinamakan Dzatu An-Nithaq.” (Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomor 3905).
Ibnu Sa’ad Rahimahullah menyebutkan di Ath-Thabaqat bahwa Asma’ binti Abu Bakar membelah ikat pinggangnya, kemudian ber-ikat pinggang dengan separoh darinya dan mengikat mulut tempat makanan dengan separoh ikat pinggang lainnya. Karena itu, ia dinamakan Dzatu An-Nithaqain.
Ibnu Al-Atsir Rahimahullah berkata, ‘Asma’ (binti Abu Bakar) dinamakan Dzatu An-Nithaq karena membuat makanan untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar ketika keduanya hendak hijrah. Ia tidak menemukan tali untuk mengikat makanan tersebut. Karena itu, ia membelah ikat pinggangnya dan mengikat makanan dengannya. Karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menamakannya Dzatu An-Nithaqain.
Rombongan kecil penuh berkah tersebut pun bergerak dengan dilindungi Allah Ta’ala, mendapat perhatian Ilahiyah, dan bimbingan-Nya.
Petunjuk Allah Ta’ala menuntun rombongan tersebut dan mengarahkannya. Rombongan tersebut berjalan hingga tiba di Gua Tsur.
“Gua Tsur, Allah memberikan kepadamu
Berupa keindahan keagungan yang tidak engkau berikan
Engkau perlihatkan dunia dan agama kepada kerajaan-kerajaan
Dalam keadaan bersinar di mana sinarnya itu penting
Engkau jaga beliau di tempat perlindungan Allah
Sebelum itu, beliau dilindungi di dalamnya
Beliau menjaga kebenaran dan mencari perlindungan
Kemudian Malaikat Jibril menjaga beliau.”
Asma’ binti Abu Bakar dan Trik Lucu
Berita hijrah sungguh mengasyikkan dan diminati jiwa. Keluarga “Bakar” mempunyai peran indah di dalamnya. Asma’ binti Abu Bakar juga mempunyai peran lucu yang menunjukkan kecerdasan dan kecerdikannya. Karena ia mampu membuat trik halus untuk menenangkan kakeknya, Abu Quhafah. Asma’ binti Abu Bakar khawatir kepadanya, karena ketika itu kakeknya belum masuk Islam.
Informasi tentang Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma diriwayatkan Ibnu Ishag di As-Sirah dan Ibnu Sa’ad di Ath-Thabaqat dengan sanad keduanya yang sampai kepada Asma’ binti Abu Bakar AshShiddiq Radhiyallahu Anhuma.
Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar keluar, Abu Bakar membawa seluruh hartanya sebanyak lima ribu dirham atau enam ribu dirham. Ya, Abu Bakar pergi membawa hartanya. Setelah itu, kakekku, Abu Guhafah, yang buta datang kepadaku, kemudian berkata, “Demi Allah, aku lihat Abu Bakar ingin membuat kita lapar dengan cara membawa seluruh hartanya.”
Aku berkata, “Tidak Kek, ayah masih meninggalkan uang banyak sekali.”
Aku mengambil batu, kemudian meletakkannya di lubang rumah, di mana biasanya ayah menyimpan uang di dalamnya. Aku tutup batu tersebut dengan kain, kemudian memegang tangan kakek dan berkata kepadanya, “Kek, letakkan tanganmu di atas uang ini.” Kakek meletakkan tangannya di atas batu tersebut, lalu berkata, “Tidak apa apa, jika ayahmu meninggalkan ini untuk kalian. Ini sudah baik dan cukup bagi kalian.”
Padahal demi Allah, ayah tidak meninggalkan apa-apa untuk kami. Namun, saya ingin menenangkan kakek dengan cara seperti itu.
Ketegaran Asma’ binti Abu Bakar di depan Fir’aun Umat Islam
Orang-orang Quraisy blingsatan ketika mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan sahabat beliau, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, telah hijrah. Fir’aun umat ini, Abu Jahal, dan tokoh-tokoh musyrikin pun mencari beliau di rumah-rumah Bani Hasyim dan rumah-rumah para pengikut beliau di Makkah Atas dan Makkah Bawah. Beberapa orang Quraisy, termasuk di dalamnya orang brengsek dan terkutuk, Abu Jahal, datang guna mengepung rumah Abu Bakar. Abu Jahal mendekat dan mengetuk pintu rumah Abu Bakar. Namun, di rumah tersebut hanya ada Asma’, Aisyah, dan Ummu Ruman Radhiyallahu Anhunna, ibu keduanya. Mari kita tinggalkan kisah berikut dituturkan sendiri oleh Asma’ binti Abu Bakar.
Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Aku keluar menemui orang-orang Quraisy tersebut.
Mereka berkata, “Mana ayahmu, hai putri Abu Bakar?
Aku jawab, “Demi Allah, aku tidak tahu, ke mana Ayah pergi.
Abu Jahal mengangkat tangannya -ia orang brengsek dan jahat- kemudian menampar pipiku hingga anting-antingku lepas.
Orang-orang kafir tidak tahu bahwa segala sesuatu milik Allah Ta’ala, Allah melindungi Rasul-Nya, dan melemahkan tipu daya mereka. Orang-orang kafir pun mencari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sedang akal mereka nyaris terbang dari kepala mereka, setelah mereka menuai kegagalan dan tidak mendapatkan informasi apa pun dari Asma’ binti Abu Bakar. Sungguh indah Ahmad Muharram menggambarkan kejadian tersebut dengan penanya yang menawan dan menyastra. Ia berkata,
“Orang-orang Quraisy pun datang guna bertanya
Apakah orang terusir itu sudah di bawah tanah ataukah telah pergi?
Mereka berangkat ke dataran tinggi dan gunung
Membelah bumi, pasir dan batu-batunya
Kasihan Asma’, ketika Abu Jahal
Datang ke tempat sembunyiannya yang terlindungi
Abu Jahal berteriak, “Hai Asma’, ke mana ayahmu pergi?
Jawablah, karena kita telah bertanya kepada orang pintar.”
Asma’ menjawab, “Ilmu milik-Nya
Kami tidak mengetahui sarang singa
Kenapa engkau bertanya kepada wanita?”
Kemudian Abu Jahal menampar Asma’ dengan tamparan
Yang membuat banyak generasi menyebutkannya di berbagai bentuk
Tamparan tersebut melemparkan anting-antingnya ke tempat jauh
Dan merusak salah satu wajah cantik dari wajah-wajah Rasulullah.”
Begitulah, Abu Jahal menampar Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma dengan tamparan yang gemanya senantiasa menunjukkan kepengecutannya. Karena ketidakwarasan dan kehinaannya sampai pada taraf ia menyakiti wanita hamil yang tidak punya daya dan kekuatan.
Tidak cukup itu, suami wanita tersebut yang merupakan jagoan dan pemimpin orang-orang pemberani telah pergi mendahuluinya ke negeri hijrah. Seandainya suaminya ada di rumah, ia pasti memotong tangan Abu Jahal dan mengajarinya bagaimana orang-orang Arab harus menjaga aib dari memukul istri orang, ketika suaminya tidak berada di rumah.
Dengan kejadian tersebut, Asma’ binti Abu Bakar menguatkan kekuatan keyakinannya kepada Allah Ta’ala. Ia tundukkan Fir’aun umat ini, Abu Jahal, yang lupa akan kejantanannya di depan orang laki-laki dan menjadi hina di depan wanita. Karena itu, Abu Jahal termasuk orangorang yang dimurkai Allah Ta’ala dan menjadikan neraka sebagai tempat tinggal mereka kelak, karena perbuatan tangan mereka, menentang Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, memerangi kaum Mukminin dan kaum Mukminah.
Ibu Bayi Pertama dari Kaum Muhajirin
Az-Zubair bin Al-Awwam Radhiyallahu Anhu mendahului istrinya, Asma’ binti Abu Bakar, pergi ke Madinah Munawwarah. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq juga telah hijrah dari Makkah menemani manusia terbaik, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka keduanya, Az-Zubair bin Al-Awwam dan Abu Bakar, mengirim orang untuk mendatangkan keluarga keduanya.
Asma’ binti Abu Bakar beserta saudara perempuannya, Aisyah, dan wanita-wanita sekeluarganya pun hijrah untuk mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla. Ya, Asma’ binti Abu Bakar beserta saudara perempuannya, Aisyah, dan beberapa wanita keluarga Bakar pergi dengan tujuan Allah dan Rasul-Nya.
“Mereka keluar dari tempat pingitan dengan tujuan berhijrah
Tidak ada santai dan naungan yang melindungi
Mereka menghendaki Allah dan tidak mencari dunia
Yang kebanyakan perhiasannya adalah sesuatu yang sepele
Istri-istni di perlindungan Islam
Cabang panjang meninggi dengan mereka dari tempat ketinggian
Wanita-wanita jujur, tidak ada aib pada mereka
Mereka tidak mempunyai tandingan di dunia.”
Ketika itu, Asma’ binti Abu Bakar berada di hari-hari terakhir kehamilannya. Tidak lama menjejakkan kaki di Madinah Munawwarah, ia melahirkan bayi laki-laki sempurna dan bayi tersebut adalah bayi pertama di Islam dari kaum Muhajirin di Madinah Munawwarah.
Asma’ binti Abu Bakar berkisah kepada kita tentang peristiwa yang membahagiakan tersebut, seperti disebutkan Abu Umar Al-Qurthubi dengan sanad dari Hisyam bin Urwah dari Asma’ binti Abu Bakar bahwa ia mengandung Abdullah bin Az-Zubair di Makkah.
Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Aku berangkat hijrah di saat akhir-akhir kehamilanku dan tiba di Madinah. Aku singgah di Quba’ dan di sana aku melahirkan. Setelah itu, aku datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan meletakkan bayiku di atas pangkuan beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta kurma, mengunyahnya, dan meludah di mulut bayiku. Jadi, makanan yang pertama kali masuk ke perut anakku adalah air liur Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menggosok bayiku dengan kurma, mendoakannya, dan meminta keberkahan untuknya. Bayiku adalah bayi yang pertama lahir dalam Islam bagi kaum Muhajirin di Madinah.
Kaum Muhajirin sangat senang dengan kelahiran bayiku, karena pernah dikatakan kepada mereka, “Orang-orang Yahudi menyihir kalian. Karena itu, tidak ada di antara kalian yang mempunyai anak.”
Kaum Muslimin juga berbahagia dengan si bayi, Abdullah bin Az-Zubair. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh kakek si jabang bayi, Abu Bakar, untuk mengumandangkan adzan di kedua telinganya. Abu Bakar pun mengerjakan perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menamakan bayi tersebut Abdullah dan menggelarinya dengan gelar kakeknya, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhuma.
Di meja takwa dan penyusuan iman, Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma mengasuh anaknya, Abdullah bin Az-Zubair, untuk menjadi salah seorang tokoh kaum Muslimin dan salah seorang anak-anak pilihan, yang meninggalkan gaung indah yang terus bergema di dunia hingga sekarang.
Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma memperhatikan anaknya dengan perhatian penuh. Diriwayatkan darinya bahwa ia meninabobokkan bayinya, menyifatinya dengan pedang yang banyak kilatnya, karena saking putih, hebat dalam orasi, dan menghilangkan kesulitan.
Asma’ binti Abu Bakar berkata,
“Ia putih seperti pedang tajam
Berada di antara orang setia dan ash-shiddiq
Aku menduga padanya dan barangkali dugaanku itu benar
Allah pemilik karunia dan petunjuk
Bahwa ia akan hebat dalam berorasi, mengalahkan orator ulung,
Dan menghilangkan kesulitan di saat-saat kritis
Jika sebelah dalam kelopak mata tumbuh di mata
Dan kuda lari bersama sekawanan kuda lain.”
Asma’ binti Abu Bakar melahirkan lima anak laki-laki dan tiga anak perempuan untuk Az-Zubair bin Al-Awwam. Kelima anak laki-lakinya adalah Abdullah, Al-Mundzir, Urwah, Ashim, dan Al-Muhajir. Sedang ketiga anak perempuannya adalah Khadijah Al-Kubra, Ummu Al-Hasan, dan Aisyah.
Cuplikan Kemuliaan Asma’ binti Abu Bakar
Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma mempunyai banyak kemuliaan yang tidak bisa dihitung di beberapa baris kalimat atau halaman. Seluruh kemuliaannya dikagumi jiwa. Sungguh tepat Abu Nu’aim ketika ia mengawali biografi Asma’ binti Abu Bakar dengan menyebutkan sebagian kemuliaan Asma’ binti Abu Bakar. Abu Nu’aim berkata, “Wanita yang jujur, dzikir, sabar, dan bersyukur adalah Asma’ binti Ash-Shiddiq, yang membelah ikat pinggangnya untuk pergelangan tempat makanan dan mengikatnya.”
Semakin kita mengulang dan menyebutkan kemuliaan-kemuliaan Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anha, maka semakin manis dan indah.
“Ulangi penyebutan Nu’man kepada kita
Karena pemaparan Nu’man adalah kesturi yang semakin wangi jika Anda meng
ulanginya.”
Sungguh tepat penyair yang berkata,
“Pembicaraammu akan abadi sesudahmu
Karena itu, lihatlah pembicaraan terbaik yang akan terjadi
Kemudian jadilah Anda pembicaraan tersebut.”
Karena itu, kita akan hidup di halaman-halaman yang bersinar bersama sebagian keutamaan Asma’ binti Abu Bakar di medan keutamaan: kejujuran, kesabaran, kedermawanan, dan lain sebagainya, agar kita tahu kedudukan Asma’ binti Abu Bakar dan keutamaannya di dunia putri-putri sahabat yang suci.
Kejujuran Asma’ binti Abu Bakar kepada Allah Ta’ala
Di antara keutamaan indah Asma’ binti Abu Bakar ialah kejujurannya kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Buktinya, ia memutus semua ikatan dengan orang-orang kafir, kendati mereka adalah kerabat terdekatnya. Ia tidak bertindak di satu perkara sebelum berkonsultasi kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya kepada beliau tentang apa yang mesti ia kerjakan, agar mendapatkan keridhaan.
Ibu Asma’ binti Abu Bakar, Qutailah binti Abdul Uzza, yang musyrik ingin mengunjungi putrinya, Asma’ binti Abu Bakar. Namun, Asma’ binti Abu Bakar tidak bereaksi, hingga bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang apa yang mesti ia perbuat terhadap ibunya yang musyrik, agar ia menjadi wanita jujur kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Di nafas wanita-wanita jujur dan beriman, Asma’ binti Abu Bakar bertutur kepada kita tentang kisah kunjungan ibunya tersebut, seperti disebutkan di sejumlah buku-buku referensi. Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Ibuku yang musyrik datang kepadaku untuk mencari baktiku pada masa orang-orang Quraisy membuat perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apakah aku harus menyambungnya? Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya, sambunglah ibumu.”
Di riwayat lain dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair dari ayahnya yang berkata, “Qutailah binti Abdul Uzza datang kepada putrinya, Asma’ binti Abu Bakar, dengan membawa hadiah berupa dhab (kadal padang pasir), minyak samin, dan keju. Namun, Asma’ binti Abu Bakar tidak mau menerima hadiah-hadiah tersebut dan tidak menyuruh ibunya masuk ke rumahnya. Aisyah bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk Asma’ binti Abu Bakar, kemudian beliau membaca ayat,
Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian: sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Setelah itu, Asma’ binti Abu Bakar menyuruh ibunya masuk ke rumahnya dan menerima hadiah-hadiahnya.
Begitulah, Asma’ binti Abu Bakar tahu dan belajar bahwa Islam agama kedamaian, keharmonisan, akidah, dan cinta. Selain itu, tidak ada ikatan yang menghalangi Islam kepada semua (kedamaian, keharmonisan, dll.), kecuali permusuhan musuh-musuhnya kepada Islam dan para pemeluknya. Sedang orang-orang yang tidak memusuhi, maka Islam tidak ingin bermusuhan dengan mereka. Islam melestarikan sebabsebab cinta di jiwa dengan perilaku yang bersih dan muamalah yang adil. Ketahuilah, betapa indahnya jujur kepada Allah! Betapa indahnya kejujuranmu, hai Asma’ binti Abu Bakar, Dzatu An-Nithaq, dan hendaklah para wanita sepertimu!
Kesabaran dan Kebaikan Asma’ binti Abu Bakar
Di perjalanan kesabaran dan kebaikan, Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma membuat teladan tinggi di medan penuh berkah ini. Ia bersabar terhadap kemiskinan dan taat kepada suami.
Urwah bin Az-Zubair mengisahkan satu sisi penting tentang kesabaran ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, seperti yang ia riwayatkan dari ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang berkata, “Aku dinikahi Az-Zubair dan ia tidak mempunyai kekayaan selain kuda. Aku merawat kudanya, mencari rumput untuknya, menumbuk biji-bijian untuk untanya, mengambil air, membuat adonan roti, dan membawa biji-bijian dari lahan Az-Zubair yang diberi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas kepalaku sejauh dua pertiga farsakh. Itulah yang terjadi, hingga Abu Bakar mengirim pembantu kepadaku, kemudian aku hanya merawat kuda. Sepertinya Abu Bakar memerdekakanku.
Kelihatannya, Asma’ binti Abu Bakar bersabar atas kekejaman suaminya, Az-Zubair, terhadap dirinya. Pada suatu hari, ia datang kepada ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan mengeluh kepadanya tentang kekejaman Az-Zubair terhadap dirinya. Di sini, Abu Bakar menyanjung Az-Zubair, bersaksi tentang kebaikannya, dan memerintahkan Asma’ binti Abu Bakar bersabar. Abu Bakar berkata, “Putriku, bersabarlah, karena jika seorang wanita mempunyai suami yang shalih, kemudian suaminya meninggal dunia dan wanita tersebut tidak menikah lagi sesudahnya, maka keduanya dikumpulkan di surga.”
Kedermawanan Asma’ binti Abu Bakar
Di antara sifat mulia Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma ialah sifat dermawan, yang menjadi bukti yang terlihat di kepribadiannya yang kontributif dan mulia. Barangkali kedermawanannya bermuara dari imannya yang benar kepada Allah Azza wa Jalla dan pengetahuannya terhadap kedudukan orang-orang dermawan di dunia kemuliaan.
Tidak ada yang mengherankan di kedermawanan Asma’ binti Abu Bakar, karena ia putri sahabat yang paling dermawan, paling tinggi kedudukan dan ilmunya. Dialah Abu Bakar Ash-Shiddig Radhiyallahu Anhu. Dialah sahabat di mana laut iri kepadanya atas kedermawannya dengan apa saja yang ia miliki dan pemberian yang diluncurkan kedua tangannya.
“Hai orang yang memberikan harta, sungguh dengan memberikan harta,
Engkau mendapat sesuatu yang tidak didapatkan orang kaya di kaum Muslimin
Engkau ikutkan jiwamu kepada apa saja yang engkau miliki
Kemudian ruh meluncur dengan taat dan tangan menjadi dermawan.”
Angin kedermawan berhembus dari jiwa Abu Bakar ke seluruh wanita keluarga “Bakar”. Karena itu, ketiga putri Abu Bakar menjadi puncak kedermawanan, hingga kedermawanan mereka dijadikan perumpamaan. Abdullah bin Az-Zubair memberi kesaksian tentang kedermawanan ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, dan bibinya dari jalur ibu, Aisyah. Abduliah bin Az-Zubair berkata, “Aku tidak pernah melihat wanita yang lebih dermawan dari Aisyah dan Asma (binti Abu Bakar).
Kedermawanan keduanya tidak sama. Adapun Aisyah, ia mengumpulkan salah satu harta dengan harta lainnya. Jika sudah terkumpul padanya, ia letakkan di tempat semestinya. Sedang Asma’ (binti Abu Bakar), ia tidak menyisakan sesuatu apa pun untuk besok hari.”
Barangkali di kedermawanan ini, Asma’ binti Abu Bakar mengikuti wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau menyuruhnya tidak menyisakan sesuatu apa pun dan tidak menahan apa saja yang ada di kedua tangannya, agar sumber rezki terputus dari Asma’ binti Abu Bakar.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
يَا أَسْمَاءُ لاَ تُحْصِي فَيُحْصِي اللَّهُ عَلَيْكَ
“Hai Asma’, engkau jangan menahan (rezki hingga tidak berinfak), nanti Allah menyempitkan rezkimu.”
Setelah nasihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas, Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Setelah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas, aku tidak pernah mengumpulkan sesuatu apa pun. Sesuatu keluar dariku dan tidak ada yang masuk kepadaku. Setiap kali rezki hilang dariku, Allah menggantinya.”
Karena perhatian Asma’ binti Abu Bakar yang sedemikian besar terhadap kedermawanan, ia berwasiat kepada putri-putrinya dan menganjurkan mereka dermawan dan bersedekah. Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Hai putri-putriku, bersedekahlah dan kalian jangan menunggu mempunyai harta lebih. Karena jika kalian menunggu mempunyai kelebihan harta maka kalian tidak menemukannya dan jika kalian bersedekah maka kalian menemukan hilangnya harta tersebut.”
Karena itu pamor Asma’ binti Abu Bakar menjulang dengan kedermawanan dan dikenal dengan sifat mulia tersebut, hingga Muhammad bin Al-Munkadir” berkata tentang Asma’ binti Abu Bakar, “Asma’ (binti Abu Bakar) Radhiyallahu Anhuma ialah wanita yang berjiwa dermawan.”
Kisah Lucu antara Asma’ binti Abu Bakar dengan Ibu Mertuanya, Shafiyah
Shafiyah binti Abdul Muththalib Radhiyallahu Anha adalah bibi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari jalur ayah, ibu Az-Zubair, dan ibu mertua Asma’ binti Abu Bakar. Dari data Shafiyah, terlihat bahwa ia wanita sangat pemarah jika telah marah dan termasuk penyair wanita yang hebat jika tidak dikatakan wanita yang paling baik syairnya dan paling fasih. Barangkali di antara kisah lucu yang terjadi antara dirinya dengan menantunya, Asma’ binti Abu Bakar, ialah riwayat yang disebutkan Ibnu Asakir yang berasal dari Urwah bin Az-Zubair.
Urwah bin Az-Zubair berkata, “Antara Shafiyah binti Abdul Muththalib dengan anaknya, Az-Zubair bin Al-Awwam, terjadi masalah mengenai istri Az-Zubair bin Al-Awwam, Asma’ binti Abu Bakar. Masalah yang terjadi di antara keduanya tersebut didengar Khadijah binti Az-Zubair yang ketika itu masih gadis kecil dan tinggal bersama neneknya, Shafiyah.
Khadijah binti Az-Zubair berkata kepada ibunya, “Ibu, kenapa engkau mengeluhkan nenek hingga nenek mengadu kepada ayah?”
Asma’ binti Abu Bakar bersama Khadijah, hingga akhirnya ia mendengar berita tentang masalah tersebut. Ia pun marah karena pengaduan Shafiyah tentang dirinya kepada Az Zubair. Hal ini juga didengar Shafiyah, yang kemudian marah dan berkata kepada Az-Zubair, “Masalah terjadi antara aku denganmu. Tapi, kenapa kemudian engkau melaporkannya kepada istrimu dan engkau lebih mengutamakannya daripada aku?’
Az-Zubair berkata tanpa tahu siapa sesungguhnya yang menyebarkan berita tersebut, “Demi Allah, ibu, aku tidak berbuat seperti itu.”
Shafiyah bertambah marah dan kemarahannya tidak bisa ditahan. Ia bangkit berkata,
“Aku memperbaiki zaman-zaman kalian
Sedang Asma’ tidak mengetahui hal tersebut dan menjadi janda
Kebahagiaanku bertambah jika kalian sehat dan selamat
Jika kalian sakit, aku mati
Engkau mengutamakan wanita lain yang tidak melahirkanmu
Atas wanita yang mempunyai hak yang dipuji orang fasih dan nonArab
Jika di orang-orang kafir terdapat omongan yang aku maafkan
Namun, omongan itu, wahai manusia, adalah orang Muslim.”
Setelah itu, Az-Zubair mengetahui siapa yang menyebarkan berita tersebut, kemudian ia berkata kepada ibunya, Shafiyah, “Ibu, orang yang menyebarkan berita tersebut adalah cucumu sendiri, Khadijah.”
Shafiyah berkata, Apa betul? Kalau begitu, jangan masukkan dia ke rumahku untuk selama-lamanya.”
Asma’ binti Abu Bakar antara Ilmu, Wara’, dan Fiqh
Jika Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anha mendaki di langit keutamaan, kemuliaan, kedermawanan, dan pengorbanan, sungguh ia sempurna di ilmu, wara’, fiqh, pemahaman, periwayatan hadits nabawi yang mulia, jihad, dan lain sebagainya.
Di antara yang menjelaskan ilmu Asma’ binti Abu Bakar kepada kita ialah ketakutannya kepada Allah Azza wa Jalla, pengetahuannya terhadap makna ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, realisasi ayat-ayat tersebut olehnya di kehidupan dan ibadahnya. Suaminya, Az-Zubair, menyebutkan apa yang dilihatnya pada istrinya, ketika istrinya berdiri di hadapan Allah dalam keadaan khusyuk dan beribadah. Az-Zubair berkata, “Aku masuk menemui Asma’ (binti Abu Bakar) yang sedang shalat. Aku dengar ia membaca ayat:
فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ
“Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka.” (QS. Ath-Thuur: 27).
Kemudian ia minta perlindungan kepada Allah dari adzab neraka. Aku berdiri, sedang ia masih meminta perlindungan diri kepada Allah dari adzab neraka. Karena aku lama menunggu, aku pergi ke pasar kemudian pulang. Ternyata, ia masih meminta perlindungan diri dari adzab neraka kepada Allah dengan menangis.”
Asma’ binti Abu Bakar hidup panjang, karena itu, ilmunya luas. Ketika beberapa penyimpangan muncul dari sebagian orang, ia mengecam mereka dan perjalanan mereka di jalan yang salah, terutama orang yang. memperlihatkan wajd (kegembiraan berlebih-lebihan ala sufi) dan merobek-robek pakaian mereka ketika mendengar Al-Qur’an.
Seperti disebutkan Ibnu Al-Jauzi bahwa sebagian orang-orang yang mendengar Al-Qur an memperlihatkan hal-hal aneh. Di antaranya, ketidakberesan yang mereka namakan wajd, merobek-robek pakaian, memukul kepala, dan menampar pipi. Anda lihat orang yang mengalami wajd itu minta pertolongan, merobek-robek pakaian, dan jatuh di tengah-tengah manusia. Padahal, hal seperti itu tidak pernah terjadi pada sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang hatinya lebih jernih dan perbuatannya lebih baik.
Hushain bin Abdurrahman As-Sulami Al-Kufi Al-Hafidz (meninggal dunia pada tahun 136 H) berkata, “Aku pernah berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma, “Bagaimana sikap sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika membaca Al-Quran?
Asma’ binti Abu Bakar menjawab, “Mereka seperti yang dijelaskan Allah Azza wa Jalla, yaitu mata mereka mengucurkan airmata dan kulit mereka gemetar.”
Aku berkata kepada Asma’ (binti Abu Bakar), “Di sini, ada sejumlah orang jika Al-Qur’an dibacakan kepada mereka maka ia tak sadarkan diri.”
Asma’ (binti Abu Bakar) berkata, Aku berlindung diri kepada Allah dari syetan yang terkutuk.
Muhammad bin Sirin Rahimahullah mengecam orang-orang yang menyimpang di tarikat (jalan mereka). Ia berkata, “Jika salah seorang dari orang-orang pingsan ketika membaca Al-Qur’an diletakkan di atas tembok dengan menjulurkan kedua kakinya, kemudian Al-Qur’an dibacakan kepadanya dan ia melemparkan dirinya dari atas tembok tersebut, maka ia jujur dan tidak dusta dalam klaimnya bahwa ia memang tidak sadarkan diri.”
Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma adalah salah seorang putri sahabat yang menjadi wanita faqih, mempunyai hukum-hukum dan pendapat-pendapat yang bersumber dari ilmu. Contoh, anaknya, Al-Mundzir, datang dari Irak dan mengirim pakaian yang tipis. Itu terjadi setelah Asma’ binti Abu Bakar telah buta.
Asma’ binti Abu Bakar meraba pakaian tersebut dengan tangannya, kemudian berkata, “Ah, kembalikan pakaian ini kepada Al-Mundazir.” Al-Mundzir sedih karena pakaian tersebut dikembalikan kepadanya. Al-Mundzir berkata, “Ibu, pakaian ini tidak tembus pandang.”
Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Jika pakaian tersebut tidak tembus pandang, namun membentuk lekuk-lekuk tubuh.”
Al-Mundzir pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai gantinya, ia membeli pakaian lain yang pantas untuk ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, dan Asma’ binti Abu Bakar pun menerima pakaian tersebut. Asma’ binti Abu Bakar berkata, “Beri aku pakaian seperti pakaian ini.”
Di antara ilmu yang menyatu dengan kepribadian Asma’ binti Abu Bakar dan menambah perbendaharaan ilmunya ialah kemampuannya menta ‘bir (menjelaskan) makna mimpi. Di Thabaqat Ibnu Sa’ad, disebutkan dari Al-Waqidi yang berkata, “Sa’id bin Al-Musayyib adalah orang yang paling pakar tentang ta’bir makna mimpi. Ia belajar ilmu tersebut pada Asma’ binti Abu Bakar dan Asma’ binti Abu Bakar mendapatkannya dari ayahnya, Abu Bakar.”
Hapalan Hadits Asma’ binti Abu Bakar dan Hadits-Hadits Hasil Periwayatannya
Jika kita pindah ke oase ilmu pengetahuan Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma, kita mendapatinya sebagai putri sahabat yang paling banyak hapalan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bahkan, ia wanita kedua di antara wanita-wanita keluarga “Bakar” yang paling banyak hapalan haditsnya dan ia diungguli saudara perempuannya, Aisyah, di bidang ini.
Jadi, Asma’ binti Abu Bakar termasuk penghapal puluhan hadits dalam periwayatan hadits. Begitu juga suami Asma’ binti Abu Bakar, Az-Zubair. Hanya saja, Asma’ binti Abu Bakar meriwayatkan hadits lebih banyak dari suaminya dan selisihnya dua puluh hadits, karena Asma’ binti Abu Bakar meriwayatkan 58 hadits, sedang suaminya meriwayatkan 38 hadits.
Orang laki-laki yang meriwayatkan hadits dari Asma’ ialah Abdullah, Urwah (keduanya adalah anak Asma’ binti Abu Bakar), Abdullah bin Urwah (cucu Asma’ binti Abu Bakar), mantan budak Asma’ binti Abu Bakar yaitu Abdullah bin Kaisan, Ibnu Abbas, Muhammad bin Al-Munkadir, dan Wahb bin Kaisan.
Wanita-wanita yang meriwayatkan hadits dari Asma’ binti Abu Bakar ialah Fathimah binti Al-Mundzir bin Az-Zubair, Shafiyah binti Syaibah, Ummu Kultsum (mantan budak Al-Hajabah), dan wanita-wanita lain.
Hadits-hadits hasil periwayatan Asma’ binti Abu Bakar ada di Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, buku-buku sunan, dan musnadmusnad. Al-Bukhari dan Muslim menyepakati 14 hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar. Al-Bukhari meriwayatkan 4 hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar secara sendiri. Muslim juga meriwayatkan 4 hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar secara sendirian.
Di antara hadits-hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar di Shahih ialah hadits yang diriwayatkan Muslim dengan sanadnya dari Ibnu Abu Mulaikah yang berkata, Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Kolamku (luasnya) perjalanan sebulan, semua sudutnya sama, airnya lebih putih dari kertas, aromanya lebih wangi dari miski (kesturi), gelas-gelasnya seperti bintang-bintang di langit, dan barangsiapa meminumnya maka tidak haus sesudahnya untuk selama-lamanya.”
Ibnu Abu Mulaikah berkata, Asma’ binti Abu Bakar berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku berada di atas kolam hingga melihat siapa saja di antara kalian yang tiba di tempatku dan akan datang orang-orang sesudahku kemudian aku berkata, “Tuhanku, ia termasuk kelompok dan umatku.” Dikatakan, “Engkau tidak tahu apa yang mereka kerjakan sepeninggalmu. Demi Allah, tidak lama sepeninggalmu, mereka murtad.”
Ibnu Abu Mulaikah berkata, “Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung diri kepada-Mu dari murtad atau difitnah di agama kami.” (Diriwayatkan Muslim).
Di antara hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar yang lain yang ada di Shahih tentang demam ialah hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dari Asma’ binti Abu Bakar. Muslim di Shahih nya meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Bakr bin Abu Syaibah dari Abdah bin Sulaiman dan Hisyam dan Fathimah dari Asma’ Radhiyallahu Anha bahwa wanita yang sakit demam dibawa kepada Asma’ binti Abu Bakar, kemudian Asma’ bint Abu Bakar meminta air dan membasahi leher baju dengan air tersebut sambil berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dinginkan panas (demam) dengan air.” Beliau juga bersabda, “Karena panas (demam) adalah hawa panas Neraka Jahannam.” (Diriwayatkan Muslim di As-Salam hadits nomor 2211 dan Al-Bukhari di AthThibbu hadits nomor 5724).
Pada dokter dulu dan sekarang menggunakan hadits nabawi tersebut sebagai cara pengobatan demam. Di pembahasan tentang meditasi ala nabi, Ibnu Al-Qayyim berkata, yang kesimpulannya adalah, “Bisa jadi badan mendapatkan manfaat besar dengan demam, yang tidak bisa diberikan obat sekalipun, karena demam adalah sarana untuk mematangkan komponen keras yang obat tidak bisa sampai padanya.”
Salah seorang dokter yang mulia berkata kepadaku, “Terhadap sebagian besar penyakit, saya berharap bahwa itu adalah demam, sebagaimana orang sakit mengharap kesembuhan. Karena demam lebih bermanfaat dari obat, sebab demam mematangkan campuran dan komponen-komponen yang merusak badan. Jika campuran dan komponen-komponen rusak tersebut telah dimatangkan oleh demam, maka obat dalam keadaan siap keluar dengan kematangannya, kemudian obat tersebut mengeluarkan campuran-campuran dan komponen-komponen rusak tersebut dari tubuh. Jadi, demam adalah penyebab kesembuhan.”
Ar-Razi berkata, Jika kekuatan (daya tahan) seseorang itu prima dan demamnya parah, maka bisa diatasi dengan minum air dingin.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang Ummu As-Saib Al-Anshariyah -ketika ia menggigil karena demam kemudian berkata, “Semoga Allah tidak memberkahi demam ini dengan bersabda kepadanya,
لَا تَسُبِّي الحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الكِيْرُ خَبَثَ الحَدِيْدِ
“Engkau jangan mencela demam, karena demam menghilangkan kesalahan-kesalahan manusia, sebagaimana ubub (alat peniup api tukang besi) menghilangkan kotoran besi.” (Diriwayatkan Muslim hadits nomor 4575 dan Ibnu Majah hadits nomor 3469).
Jadi, demam sangat mirip dengan ubub yang membersihkan intan. Sedang bagaimana demam membersihkan hati dari kotorannya dan mengeluarkan kotorannya, maka telah diketahui para dokter hati dan mereka mendapatinya persis seperti dijelaskan nabi mereka, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sekali lagi, demam itu bermanfaat bagi tubuh dan hati serta mencelanya adalah permusuhan dan kedhaliman.
Ketika saya sedang menderita sakit demam, saya teringat akan perkataan salah seorang penyair:
“Penghapus dosa datang kemudian pergi
Persetan dengan tamu dan yang berpisah
Penghapus dosa tersebut berkata ketika hendak pergi
Apa yang engkau inginkan?
Aku berkata, “Engkau sebaiknya tidak kembali lagi?”
Aku berkata, persetan dengan penyair tersebut, karena ia mencela sesuatu yang dilarang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk dicela. Seandainya ia berkata,
“Penghapus dosa datang untuk menumpahkan dosa-dosa
Selamat datang kepada tamu dan yang akan berpisah
Penghapus dosa berkata ketika hendak pergi, ‘Apa yang engkau
inginkan?’
Aku berkata, “Engkau sebaiknya tidak pergi?”
Maka itu lebih baik baginya dan demam pergi darinya. Kemudian demam cepat pergi dariku.
Di pembahasan tentang fakta kedokteran dalam Islam, Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata yang kesimpulannya, “Penyembuhan dengan air, baik air panas (hangat) atau air dingin, dapat dikatagorikan sebagai sarana penyembuhan alami dan rumah-rumah sakit alami didirikan di banyak negara di dunia. Sedang air panas (hangat), maka bermanfaat bagi penyakit-penyakit yang terjadi karena kedinginan dan rematik.
Sedang pengobatan dengan air dingin, maka bermanfaat bagi penyakit demam, terutama penyakit demam karena sengatan matahari atau hawa panas, misalnya temperatur tubuh mencapai 39 derajat celcius. Oleh karena itu, biasanya para dokter segera mengobati dengan air dingin, dengan cara membasahi handuk, kemudian dililitkan ke tubuh pasien dan diganti jika telah kering. Pengobatan dengan air tersebut telah dirintis Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad yang silam. Beliau menggunakan pengobatan seperti itu untuk diri beliau sendiri dan menjelaskannya kepada para sahabat beliau.
Di antara hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar yang lain ialah hadits yang diriwayatkan Muslim dengan sanad dari Abdullah, mantan budak Asma’ binti Abu Bakar. Di akhir hadits tersebut disebutkan, Asma’ binti Abu Bakar mengeluarkan jubah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian berkata, “Tadinya jubah ini ada pada Aisyah hingga ia meninggal dunia. Ketika Aisyah meninggal dunia, jubah tersebut aku ambil. Dulu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenakan jubah ini, kemudian kami mencucinya untuk orang-orang yang sakit untuk mencari kesembuhan dengannya.”
Di antara hadits riwayat Asma’ binti Abu Bakar lain yang bermanfaat dan urgen di dunia fiqh wanita ialah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad yang berakhir pada Fathimah binti Al-Mundzir dari Asma’ binti Abu Bakar yang berkata,
جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي ابْنَةً عُرَيِّسًا أَصَابَتْهَا حَصْبَةٌ فَتَمَرَّقَ شَعْرُهَا أَفَأَصِلُهُ؟ فَقَالَ: (لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ)
“Seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai putri yang sedang menjadi pengantin. Ia terkena demam hingga rambutnya rontok. Apakah aku boleh menyambung rambutnya?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Allah mengutuk wanita yang menyambung rambut dan meminta rambutnya disambung.” (Diriwayatkan Imam Ahmad di Al-Musnad, jilid X, hal. 266 hadits nomor 26984. Baca juga Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5941 dan 5935).
Perjalanan Menuju Kenikmatan Abadi
Seluruh perbuatan dan pengaruh Asma’ binti Abu Bakar yang baik senantiasa agung. Ia menyatukan satu perbuatan dengan perbuatan lain. Kehidupannya sungguh utama. Dalam perjalanan bersama keutamaan-keutamaan, kita lihat Asma’ binti Abu Bakar mengikuti perjalanan jihad. la menemani suaminya, Az-Zubair, Radhiyallahu Anhuma ke negeri-negeri Syam untuk menghadiri Perang Yarmuk dan ditulis di daftar putri-putri sahabat yang hadir di perang yang menentukan tersebut.
Kehidupan Asma’ binti Abu Bakar panjang hingga ia berusia tua dan rambutnya beruban. Namun, hatinya tetap menyala dengan semangat, tidak ada sesuatu apa pun yang jelek di akalnya, dan tidak ada satu pun giginya yang rontok. Padahal, ia berumur hampir satu abad, hingga ia dikatagorikan sebagai wanita-wanita tua surga.
Di perjalanan kehidupan yang panjang, Asma’ binti Abu Bakar mempunyai sikap agung bersama anaknya, Abdullah bin Az-Zubair, ketika ia ditinggalkan manusia dan dikepung Al-Hajjaj di Masjidil Haram. Abdullah bin Az-Zubair mengeluhkan apa yang dialaminya kepada ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, kemudian Asma’ binti Abu Bakar berkata kepadanya dengan kalimat-kalimat yang menunjukkan jiwa besarnya yang diisi dengan kemuliaan, “Anakku, hiduplah dengan mulia dan matilah dengan mulia. Orang-orang tersebut jangan sampai menjadikanmu sebagai tawanan.”
Ketakutan menyelimuti diri Abdullah bin Az-Zubair kalau mayatnya dicincang jika ia gugur sebagai syahid. Ia bisikkan apa yang ada di hatinya ke telinga ibunya, “Aku takut jika aku dibunuh, maka mereka mencincangcincang dan menyalibku.”
Mendengar perkataan tersebut, tidak ada yang bisa dilakukan Asma’ binti Abu Bakar selain mengucapkan perkataannya yang terkenal di dunia percontohan, “Anakku, sesungguhnya kambing yang telah disembelih tidak lagi merasakan sakit jika dikuliti.” Anakku, berjalanlah terus dengan mata hatimu dan mintalah pertolongan kepada Allah.”
Kata-kata Asma’ binti Abu Bakar yang bersinar tersebut menjadi sejuk dan menyelamatkan di hati Abdullah bin Az-Zubair. Setelah itu, Abdullah bin Az-Zubair berangkat, berperang, dan bersabar, hingga terbunuh sambil melantunkan syair-syair berikut:
“Asma’, jika aku terbunuh, engkau jangan menangisiku
Karena tidak ada yang tersisa, kecuali kehormatan dan agamaku
Serta pedang tajam menjadi enteng di tangan kananku.”
Ibnu Abdu Rabbihi meriwayatkan bahwa ketika Abdullah bin Az-Zubair terbunuh, Al-Hajjaj bertakbir diikuti penduduk Syam. Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, “Apa-apaan ini?”
Orang-orang berkata, “Orang-orang Syam bertakbir, karena terbunuhnya Abdullah bin Az-Zubair.”
Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu berkata, “Orang-orang yang bertakbir karena kelahiran Abdullah bin Az-Zubair itu lebih baik dari orang-orang yang bertakbir karena kematiannya.”
Kemudian Al-Hajjaj menyalib Abdullah bin Az-Zubair. Ketika melihat Al-Hajjaj menyalib Abdullah bin Az-Zubair, Abdullah bin Umar berkata, “Demi Allah, aku tidak melihatmu orang yang banyak puasa, qiyamul lail, dan menyambung hubungan kekerabatan. Demi Allah, aku melihatmu sebagai orang terjelek di umat terbaik.”
Asma’ binti Abu Bakar bersabar atas musibah pilu yang menimpanya. Ketegaran dan kesabaran Asma’ binti Abu Bakar dilaporkan kepada Al Hajjaj. Karena itu, Al Hajjaj mengutus orang kepada Asma’ binti Abu Bakar, guna mengundangnya, namun Asma’ binti Abu Bakar menolak permintaan Al-Hajjaj. Ketika Al Hajjaj gagal mengundang Asma’ binti Abu Bakar, ia sendiri pergi kepada Asma’ binti Abu Bakar, hingga masuk ke rumahnya. Al Hajjaj berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang aku perbuat terhadap musuh Allah?”
Asma’ binti Abu Bakar menjawab, “Aku melihatmu merusak dunia dan akhiratnya (Abdullah bin Az-Zubair). Aku dengar engkau berkata kepadanya, “Hai anak Dzatu An-Nithaqain.” Demi Allah, akulah Dzatu An-Nithaqain. Salah satu ikat pinggang aku gunakan untuk mengikat makanan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan makanan Abu Bakar di hewan kendaraan. Sedang ikat pinggang satunya, maka ikat pinggang wanita dan ia tidak bisa berpisah dengannya. Bukankah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Di Tsaqif akan ada pendusta dan perusak. Sedang pendustanya, maka aku telah melihatnya. Sedang perusak, maka aku tidak menamakanmu kecuali dengannya.”
Al-Hajjaj berdiri dari rumah Asma’ binti Abu Bakar dan tidak pernah lagi menemuinya setelah itu.
Jenazah Abdullah bin Az-Zubair didatangkan kepada Asma’ binti Abu Bakar, kemudian Asma’ binti Abu Bakar memandikannya dengan air Zamzam. Setelah itu, Asma’ binti Abu Bakar memberi obat pengawet dan mengkafaninya. Ketika itu, Asma’ binti Abu Bakar telah buta. Setelah jenazah Abdullah bin Az-Zubair dimasukkan ke kafan, Asma’ binti Abu Bakar menyalatinya dan menguburkannya di Al-Ma’allah, Makkah. Itu terjadi pada tahun 73 H.
Setelah kematian Abdullah bin Az-Zubair, Asma’ binti Abu Bakar tidak hidup panjang. Ketika hari Jum’at tiba, Asma’ binti Abu Bakar meninggal dunia sesudahnya. Ia berwasiat kepada keluarganya dengan wasiat komplit seperti diriwayatkan Fathimah binti Al-Mundzir bahwa Asma’ binti Abu Bakar berpamitan kepada keluarganya, “Jika aku meninggal dunia, berilah harum-haruman di pakaianku, kemudian beri obat pengawet. Kalian jangan meninggalkan obat pengawet di kafanku, jangan mengantarkanku dengan api, dan jangan menguburku di malam hari.”
Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah berkata, “Asma’ (binti Abu Bakar) adalah orang terakhir dari Muhajirin dan Muhajirat yang meninggal dunia. la meninggal dunia pada tahun 73 H.”
Kelihatannya, kematian Asma’ binti Abu Bakar terjadi di Makkah dan ia dimakamkan di dekat anaknya, Abdullah bin Az-Zubair, seperti dikatakan penduduk Makkah sekarang tentang hal tersebut. Semoga Allah meridhai Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Itulah petikan kehidupan Asma’ binti Abu Bakar dan aroma wangi yang kita rasakan dari taman perjalanannya yang harum. Apakah Asma’ binti Abu Bakar “Dzatu An-Nithaq” tetap menjadi teladan bagi kaum wanita sepanjang zaman dan tahun?